Warga mengenakan masker beraktivitas saat hari pertama pembukaan kembali pusat perbelanjaan di Pondok Indah Mall, Jakarta, Senin (15/6). Pemprov DKI Jakarta membuka kembali 80 pusat perbelanjaan atau mal di wilayah Jakarta pada minggu ketiga penerapan Pem | Republika/Thoudy Badai

Tajuk

Kebijakan Covid-19 Mau ke Mana?

 

Memutuskan dan menjalankan kebijakan dalam masa pandemi Covid-19 bukanlah hal mudah. Kesehatan publik sebagai objek kebijakan haruslah mendapat tempat yang utama. Kemudian faktor penyebaran wabah penyakit di Indonesia yang belum juga menunjukkan tren melemah, malah terus bertambah walaupun dengan angka warga yang dites banyak ataupun sedikit. Sungguh ini situasi pelik.

Pada Senin kemarin, ada tiga situasi serius yang diputuskan dan dijalankan pemerintah. Kita terkena dampaknya secara langsung. Pertama adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta makin melonggarkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Puluhan mal dan pusat belanja kemarin boleh beroperasi dengan beberapa syarat. Misal di beberapa mal, pengunjung harus mengisi dokumen data diri dan lainnya saat masuk dan keluar. Pengunjung mendapat nomor tertentu yang memudahkan pelacakan bila terjadi salah satu pengunjung ternyata positif Covid-19. Langkah ini diambil agar pihak terkait bisa langsung mengidentifikasi sejauh mana kontak berbahaya pernah dilakukan kemudian dibatasi.

 
Tren penyebaran Covid-19 Indonesia masih amat mengkhawatirkan. Kita sekarang relatif stabil pada rata-rata 1.000-an pasien positif per hari!
 
 

Kedua, kebijakan tahun ajaran baru yang dilansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah berani mengambil risiko untuk membuka gerbang sekolah ataupun kampus di wilayah yang masuk zona hijau. 

Zona tersebut berarti tingkat penyebaran penyakitnya sudah minim, bahkan sudah dalam waktu tertentu tidak ada penularan baru. Dengan demikian, mahasiswa dan pelajar bisa bertatap muka dengan dosen dan gurunya. 

Bagaimana dengan daerah yang masih dilanda wabah Covid-19? Pemerintah masih menutup pintu kampus dan sekolah. Mahasiswa dan pelajar tetap belajar di rumah. 

Situasi serius yang terakhir menggambarkan bagaimana peliknya dua situasi di atas. Tren penyebaran Covid-19 Indonesia masih amat mengkhawatirkan. Kita sekarang relatif stabil pada rata-rata 1.000-an pasien positif per hari! Tren stabil ini diperoleh dalam kondisi peserta tes massal ataupun tes swab 10 ribu atau kurang. 

Artinya apa? Wabah penyakit ini terus menjangkiti lebih banyak orang apa pun situasinya. Meskipun tren pasien sembuh makin besar, tren kematian di angka puluhan jiwa per hari. 

 
Meskipun tren pasien sembuh makin besar, tren kematian di angka puluhan jiwa per hari. 
 
 

Sebuah tanda tanya besar harusnya muncul di kepala kita masing masing. Mengapa sudah tiga bulan ini situasinya justru makin parah? Bukannya menunjukkan tren menurun yang signifikan. Kita bahkan dipercaya belum mencapai puncak dari penyebaran tersebut. 

Namun, di lapangan, kita melihat realitas yang sebaliknya. Pembahasan normal baru makin mengemuka. Padahal, kita masih amat jauh dari normal. Seharusnya, monopoli pembicaraan masih pada bagaimana upaya mencegah penularan terus meluas. 

Kita juga melihat publik makin berani keluar rumah dan berkumpul meski mereka tahu situasinya masih gawat. Foto bagaimana warga berwisata ke Puncak Bogor pada akhir pekan lalu menegaskan, ada yang salah dalam persepsi sebagian dari masyarakat ini terhadap Covid-19. 

Dalam skala kecil adalah situasi yang dihadapi warga Pemprov DKI Jakarta. Harus diingat betul, DKI Jakarta masih parah penyebaran Covid-19. Selalu masuk tiga besar penderita harian terbesar nasional. Angka penderita baru per hari stabil di 80-100 orang per hari. Akantetapi, dengan faktor itu semua, pemprov justru mengambil kebijakan sebaliknya: Memperlonggar aturan. 

 
Sudah empat bulan berjalan justru pelonggaran pada akhir-akhir ini berjalan beriringan dengan tren stabil makin meningkatnya penderita di Indonesia.
 
 

Pada satu titik, kita harus mempertanyakan keseriusan pemerintah menghadapi Covid-19 ini. Komunikasi yang saban hari disampaikan adalah situasi masih serius. Tindakan pencegahan menjaga kebersihan dan kesehatan harus terus dilakukan. Namun, di lapangan, implementasi dari komunikasi ini justru makin longgar. Tidak menunjukkan ada kedaruratan wabah. Tidak memperlihatkan berbahayanya Covid-19. 

Sudah empat bulan berjalan justru pelonggaran pada akhir-akhir ini berjalan beriringan dengan tren stabil makin meningkatnya penderita di Indonesia. Publik dibuat bingung dengan harus memercayai ide yang ia dengar atau realitas yang ia lihat sehari-hari. Jujurlah pemerintah. Situasi kita belum baik-baik saja. Karena itu, pengambilan kebijakan harus benar-benar tepat atas pertimbangan yang jernih. Bukan pertimbangan segelintir kelompok, apalagi kepentingan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat