Mahasiswa menanam pohon saat Aksi Tanam 1000 Pohon di kawasan bekas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Bajubang, Batanghari, Jambi, Sabtu (14/3). | Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO

Opini

Urgensi Asnaf Fi Sabilillah

Para aktivis mahasiswa dibina serius dan intensif agar menjadi akademisi unggul di bidang keilmuannya.

MUHAMMAD SYAFI'IE EL-BANTANI, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan

Islam berpihak pada keadilan dan pembelaan terhadap orang miskin dan termiskinkan. Buktinya bisa kita lihat pada adanya syariat zakat. Andai tak ada rukun Islam ketiga, zakat, entah bagaimana nasib dhuafa (orang-orang miskin) dan mustadh’afin (orang-orang yang termiskinkan).

Sudah banyak kajian yang menjelaskan, tipologi kemiskinan di Indonesia terbagi dua, yaitu kemiskinan natural (dhuafa) dan kemiskinan stuktural (mustadh’afin). Menyelesaikan kemiskinan natural relatif lebih mudah dibandingkan kemiskinan struktural.

Pemberdayaan bisa menjadi solusi menyelesaikan persoalan kemiskinan natural. Namun, menyelesaikan kemiskinan struktural tidak cukup dengan pemberdayaan, tetapi melalui kebijakan. Di sinilah pentingnya asnaf fi sabilillah.

 
Menggarap asnaf fi sabilillah memang lebih berat daripada asnaf fakir miskin. Tuntutannya secara syariah pun lebih besar. 
 
 

Itulah mengapa salah satu dari delapan asnaf zakat adalah fi sabilillah. Asnaf ini diharapkan memiliki keberpihakan pada orang miskin sehingga tidak ada lagi kebijakan yang melahirkan kemiskinan. Maka, mesti ada lembaga amil zakat (LAZ) yang menggarap asnaf fi sabilillah secara serius.

Jika semua LAZ fokus menggarap asnaf fakir miskin, bisa jadi pada satu titik kita akan kehabisan darah. Sebab, di satu sisi, kita berusaha mengurangi kemiskinan. Di sisi lain, ada yang memproduksi kemiskinan. Kita seperti berjalan dalam labirin yang tidak tahu di mana ujungnya.

Menggarap asnaf fi sabilillah memang lebih berat daripada asnaf fakir miskin. Tuntutannya secara syariah pun lebih besar. Gagal melahirkan kader-kader pejuang umat, sama dengan kesia-siaan penyaluran dana zakat.

Berbeda dengan asnaf fakir miskin, yang andai kita bagikan langsung kepada mereka pun, sah secara syariah. Namun, di sinilah letak peluang keberhasilannya. Tuntutan yang berat secara syariah, justru akan menghadirkan keseriusan dan kehati-hatian dalam pengelolaannya. 

Karena itu, asnaf fi sabilillah memang tidak perlu banyak. Secukupnya sesuai kebutuhan, tapi mesti powerful dan berdampak besar. Perubahan masyarakat, bahkan negara, sering kali hanya digerakkan segelintir orang. Asnaf fi sabilillah diharapkan memainkan peranan itu.

Implementasi menggarap asnaf fi sabilillah bisa dilakukan dengan memberikan pembinaan kepemimpinan bagi para aktivis mahasiswa. Mereka adalah para aktivis kampus yang memiliki kiprah dan kontribusi nyata bagi masyarakat melalui proyek sosial yang mereka kelola.

Durasi pembinaan bisa bervariasi sesuai dengan output yang ingin dicapai. Dalam proses pembinaan tersebut, output-nya bisa dibuat klastering kontribusi sesuai bidang keilmuan dan keahlian para aktivis mahasiswa tersebut.

 
Dampak yang lebih besar diharapkan mereka mampu meminimalisasi keserakahan para kapitalis yang mendominasi perekonomian Indonesia.
 
 

Misalnya, ada empat klastering yang disasar, yaitu akademisi, politisi, pengusaha, dan profesional. Pada klaster akademisi, para aktivis mahasiswa dibina serius dan intensif agar menjadi akademisi unggul di bidang keilmuannya. Posisi strategisnya adalah pejabat kampus. 

Di sinilah, mereka diharapkan melahirkan kebijakan berupa kesempatan kuliah yang besar bagi para mahasiswa dhuafa. Pada klaster politisi, aktivis mahasiswa dibina intensif agar potensinya teroptimalkan menjadi politisi ulung. Posisi strategisnya, menjadi pejabat publik. Mereka diharapkan melahirkan kebijakan publik yang membela kepentingan dhuafa.

Pada klaster pengusaha, para aktivis mahasiswa dibina agar kelak menjadi pengusaha sukses. Posisi strategisnya menjadi ketua ikatan pengusaha. Selain mampu membuka lapangan pekerjaan, mereka juga diharapkan bisa mendukung para pelaku ekonomi mikro dan kecil.

Dampak yang lebih besar diharapkan mereka mampu meminimalisasi keserakahan para kapitalis yang mendominasi perekonomian Indonesia.

Pada klaster profesional, para aktivis mahasiswa dibina agar potensinya teroptimalkan menjadi profesional andal di bidang kompetensinya. Posisi strategisnya, menjadi eksekutif tertinggi di berbagai perusahaan.

Di sinilah, mereka dapat memberikan akses bagi para pegiat LAZ agar bisa mengelola dana CSR perusahaan untuk program pemberdayaan para dhuafa. Bayangkan, jika asnaf fi sabilillah ini digarap dengan serius dan didukung pendanaan yang memadai.

 
Padahal, jika nilai kepemimpinan dan keberpihakan pada keadilan telah terinternalisasi dengan kuat, sebetulnya kita tinggal menunggu masa berbuah. 
 
 

Maka, pada waktunya kita akan menghasilkan generasi pejuang umat di berbagai sendi kehidupan. Itu artinya, umat akan memanen investasi yang telah dikeluarkan lewat zakat yang mereka tunaikan.

Sebaliknya, jika LAZ abai menggarap asnaf fi sabilillah, umat tidak akan memiliki generasi elite dan strategis yang memperjuangkan dan membela kepentingan mereka. Dan, bisa jadi umat Islam kembali hanya akan menjadi objek kebijakan yang merugikan. 

Pertanyaannya, mengapa sampai saat ini sedikit sekali LAZ yang serius menggarap asnaf fi sabilillah? Barangkali karena asnaf fi sabilillah merupakan investasi jangka panjang. Perlu waktu tak sebentar untuk bisa memanen.

Padahal, jika nilai kepemimpinan dan keberpihakan pada keadilan telah terinternalisasi dengan kuat, sebetulnya kita tinggal menunggu masa berbuah. Karena, para aktivis mahasiswa tersebut, hanya perlu dibina dalam jangka waktu tertentu.

Selebihnya, mereka dapat mengembangkan diri secara mandiri menuju bidang kontribusi terbaiknya. Akhirnya, bila asnaf fi sabilillah tergarap optimal, bolehlah kita katakan di situlah terletak masa depan para dhuafa dan mustadh’afin. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat