Seorang pekerja membersihkan stasiun MRT di Kuala Lumpur Malaysia pada masa pandemi covid-19. | Vincent Thian/AP

Narasi

Kabar Ananda di Tengah Lockdown Negeri Seberang

Dengan ungkap syukur yang tiada batas, meski lockdown di Malaysia berjalan, kebutuhan yang ada cukup terjamin.

 

Hidup di tanah rantau selalu diwarnai tantangan. Terlebih pada masa pandemi korona seperti sekarang ini, banyak negara membatasi gerak masyarakat. Tujuannya untuk mempersempit ruang gerak wabah, sehingga tak meluas. Kerajaan Malaysia misalkan, menerapkan kebijakan ketat untuk melawan wabah tersebut. 

Pada mulanya mahasiswa Indonesia di sana mengkhawatirkan keadaan anomali ini. Muncul pertanyaan, bagaimana caranya memenuhi kebutuhan hidup pada masa lockdown? Bagaimana caranya mendapatkan pangan, makanan, minuman, sabun mandi, dan lainnya? Sementara itu, toko-toko tutup. Mahasiswa harus banyak aktivitas di dalam kamar yang sangat terbatas. 

Mahasiswa Indonesia di Malaysia, Zaakiyah, mengungkapkan itu semua dalam surat yang disampaikan untuk orang tuanya di Cirebon yang juga pengasuh Pondok Pesantren al-Ikhlas Kuningan Jawa Barat, KH Muhammad Tata Taufik. Berikut petikan suratnya.

  

Ikhtiar, Syukur, dan Harap, Menghadapi Covid-19

 

Dampak pagebluk covid-19 yang penyebarannya kian waktu semakin meluas hingga kawasan Asia Tenggara membuat Pemerintah Malaysia mengambil kebijakan lockdown sejak 16 Maret 2020 lalu. Melalui siaran langsung yang disampaikan oleh Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, Pemerintah Malaysia sudah memasuki masa perpanjangan lockdown yang ketiga, yaitu setelah 25 maret 2020 (I) dan 14 April 2020 (II).

Keputusan Pemerintah Malaysia menerapkan kebijakan ini atau lebih dikenal dengan Perintah Kontrol Pergerakan Orang jelas berpengaruh pada warga negara setempat maupun bagi warga negara luar yang berada di dalamnya. Tak terkecuali bagi para mahasiswa International Islamic University Malaysia (IIUM) asal Indonesia.

Kampus IIUM berada di Selangor. Sebuah tempat perkuliahan yang banyak mahasiswa asal Indonesia belajar di sana. Ini merupakan satu daerah yang menjadi Negara Bagian Malaysia dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi, yaitu hingga pekan awal bulan April lalu sudah mencapai total 1.020 pasien positif. 

Menyikapi perkembangan situasi Covid-19 di Malaysia yang semakin tak menentu, pihak pejabat Kampus IIUM pun semakin dituntut untuk bergerak lebih cepat dalam mengeluarkan kebijakan yang semula berorientasi pada upaya efektifitas akademik yang intensif kemudian bergeser menjadi kepentingan keselamatan hajat hidup para mahasiswa. 

Setelah kebijakan itu diumumkan, Kampus IIUM dengan tiba-tiba menghentikan aktifitas perkuliahan fisik dan menggantinya dengan online class. Tak berlangsung lama dari itu pihak kampus IIUM pun membuat keputusan baru yakni mengubah kalender akademik pada mid-break semester ini dan mengumumkan bahwa perkuliahan akan ditangguhkan atau ditunda sampai 1 Juni 2020, serta dengan iringan woro-woro tambahan yang meniadakan kelas online serta tugas bawaan.

Aturan kampus semakin diperketat, tidak ada lagi kebebasan bagi mahasiswa atau pihak manapun untuk dapat masuk atau keluar kampus. Bagi para penyedia jasa kiriman hanya diperkenankan mengantar sampai pintu gerbang . Para mahasiswa yang berada di dalam kampus dan tinggal di asrama pun tidak lagi diperbolehkan untuk jogging atau bahkan sekadar untuk nongkrong dan berkeliaran berjalan-jalan selain di dalam kamar.

Anomali kalender perkuliahan serta aktifitas keseharian yang dihadapi para mahasiswa maupun perantau asal Indonesia itu nyatanya menjadi kendala psikologis yang utama. Maklum saja sejumlah mahasiswa serta ratusan warga negara Indonesia yang tidak kembali ke Tanah Air  dan memilih untuk tetap bertahan di Malaysia saat ini sedang berada dalam situasi yang tak normal. Ketidaknormalan itu selain karena ancaman dan tekanan pageblug dari sisi mental, juga disebabkan pemenuhan keterjaminan kesehatan fisik yang mereka gantungkan atas belas dan otoritas kuasa dari negeri orang.

Aturan pembatasan itu membuat seluruh mahasiswa Indonesia mau tidak mau harus menjadi mukimin wajib dan menetap di asrama IIUM hingga batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Sangat sulit membayangkan karena selama masa lockdown, aktifitas benar-benar telah dibatasi. Tidak ada pergerakan bebas selain di dalam kamar. Kantin-kantin tempat sehari-hari untuk bersandar hidup dengan membeli lauk pauk maupun cemilan makanan pun tutup. Kalaupun ada kantin dan toko yang diperbolehkan beroperasi saat itu pun jaraknya cukup jauh dari asrama kami tinggal, hal ini tentu saja dimaksudkan agar kontak langsung antara pihak di lokasi dan kawasan itu dapat dibatasi atau setidaknya dapat berkurang.

Kabar baik

Di tengah kondisi dan suasana yang benar-benar menantang dari aspek mental dan fisik itu, tak dinyana selang beberapa waktu tersiar kabar dari pihak pejabat IIUM yang akan mengambil peran aktif dalam mengatasi situasi covid di Kampus. Bersama dukungan awal para donator, pihak Kampus kemudian menyediakan free food  sebanyak dua kali sehari, yaitu makan siang and malam. Bantuan ini selanjutnya bertambah menjadi 3 kali sehari dengan tambahan di pagi hari. 

Dari sisi kualitas makanan yang disediakan jauh dari kategori alakadarnya. Paket yang diberikan benar-benar menu lengkap, termasuk air mineral botol atau minuman ringan, dengan asupan buah di menu pagi hari. Para relawan pun bermunculan untuk ikut membantu membagikan makanan pada setiap orang di asrama.

Pada tiap asrama, terdapat minimal 1 orang kepala asrama yang mengawasi pembagian makanan. Keunikan dari sajian menu makanan yang memang terus berubah pun tak terhindarkan, khususnya ketika lidah orang Indonesia diajak untuk akrab mengenali makanan khas ala Malaysia. Syahdan, cita rasa dari bumbu masak tanah melayu pun dengan nikmatnya kian bertukar-kenal, di antara aroma rempah hingga uraian rasa di sela-sela kecap lidah. 

Ibarat bola salju yang terus bergulir, dukungan kesukarelaan menghadapi pandemi di negeri orang, kian berdatangan. Salah satunya dari organisasi alumni IIUM yang memberikan bantuan berupa makanan kering untuk stok di kamar yang dibagikan kepada tiap-tiap orang di seluruh asrama se-IIUM.

Bingkisan berupa 1 pak mie instan (isi 6 buah), 1 pak Milo, 1 bungkus biskuit, dan 1 bungkus roti cukup menggenapi kesediaan amunisi tambahan, khususnya untuk menemani datangnya keroncongan perut di waktu malam. Tak ketinggalan pula melalui Department of English Language and Literature (DELL)  yang berkolaborasi dengan Secretariat of English Language and Literature (ELITS) IIUM, pun turut memberikan bantuan berupa kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, sampo, pasta gigi, sanitary pads dan shaver. Bahkan puncaknya pada tanggal 8 April 2020 lalu, Pertubuhan Peladang Kebangsaan atau lebih dikenal dengan National Farmers Organization (NAFAS) juga memberikan banyak buah hasil panen mereka untuk dibagikan.

 

Doa dan harapan

Wal akhir, dengan hadirnya sekelumit catatan yang coba disampaikan ini ghalibnya adalah wujud syukur kami kepada Allah Swt dan kepada semua pihak yang telah menjadi juru kebaikan di tengah laju senyap ancaman pageblug Covid-19 selama tahun 2020 ini. Dengan ungkap syukur yang tiada batasnya ini, kebutuhan yang ada cukup terjamin dan teratasi. Kabar ini sekaligus saya sampaikan kepada kedua orang tua tercinta di Tanah Air agar senantiasa merasa tenang serta mampu menyingkirkan sisi kekhawatiran yang berlebih, karena hingga saat ini.  

Pun halnya dengan pilihan untuk tetap menetap sementara hingga kelak pandemik ini usai, merupakan sikap tulus yang kami ambil semata ikhtiar bersama untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19 sepreventif mungkin. 

Dan seraya mewakili para sahabat mahasiswa atau perantauan yang lain, kami kembali kepada para orang tua tercinta di tanah air, semoga senantiasa sehat dan terus terjaga dan tak henti-hentinya harapan doa dari kalian semua, semoga ujian besar ini dapat segera berlalu. 

Kami sangat bersyukur atas apa yang kami dapatkan. Ujian besar ini memang terkadang membuat sedih juga mengkhawatirkan apalagi untuk pandemic seperti saat ini. Tetapi percayalah, dimanapun letaknya ujian itu berada, dan siapapun yang tertimpa, tidak membuat kami putus asa akan rahmat Allah SWT. Karena ujian yang terkadang kita anggap musibah itu hanya akan memunculkan kebaikan dan membuat kami percaya bahwa orang baik itu masih ada dan memang selalu ada, saya merasakannya sendiri.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat