
Internasional
Trump-Netanyahu Ancam Lucuti Paksa Hamas
Trump mengatakan pelucutan bisa dilakukan dengan kekerasan.
GAZA – Presiden AS Donald Trump dan sekutunya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengeluarkan ancaman agar Hamas melucuti senjata mereka. Ancaman ini seiring pelaksanaan tahap kedua perjanjian gencatan senjata diumumkan Trump terlepas dari pelanggaran yang masih dilakukan Israel.
Trump mengatakan Hamas meyakinkan mediator AS bahwa mereka akan melucuti senjatanya. “Jika mereka tidak melucuti senjatanya, kami akan melucuti senjata mereka, dan hal itu akan terjadi dengan cepat dan mungkin dengan kekerasan,” kata Trump pada konferensi pers di Gedung Putih.
"Saya berbicara dengan Hamas dan saya berkata, 'Anda akan melucuti senjata, bukan?' 'Ya Pak, kami akan melucuti senjata,' itulah yang mereka katakan kepada saya. Mereka akan melucuti senjatanya atau kami yang akan melucuti senjata mereka."
Israel menuntut agar Gaza didemiliterisasi dan Hamas menyerahkan senjatanya. Namun, para pemimpin kelompok tersebut bersikap ambigu mengenai masalah ini. Ketiadaan senjata di tangan kelompok perlawanan dikhawatirkan membuat Israel kian semena-mena menyerang wilayah Palestina seperti di Tepi Barat.
Meskipun menekankan bahwa kelompok tersebut harus dilucuti, Presiden AS mengatakan dia tidak keberatan dengan tindakan keras Hamas terhadap anggota geng di Gaza. Ini terkait laporan bahwa Hamas bentrok dengan geng yang dituduh bekerja sama dengan Israel di seluruh Gaza setelah gencatan senjata.

“Mereka berhasil membasmi beberapa geng yang merupakan geng yang sangat, sangat, sangat jahat,” kata Trump kepada wartawan. "Dan mereka berhasil menghabisi mereka, dan membunuh sejumlah anggota geng. Dan sejujurnya, hal itu tidak terlalu mengganggu saya. Tidak apa-apa."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa tuntutan dari dia dan Presiden Trump "sangat jelas" bahwa Hamas harus dilucuti atau "kekacauan akan terjadi," dalam wawancara hari Selasa dengan salah satu pembawa acara CBS Mornings, Tony Dokoupil.
“Kami sepakat untuk memberikan kesempatan perdamaian,” katanya, seraya berkomentar bahwa sekarang 20 sandera yang masih hidup telah dikembalikan, perlucutan senjata dan demiliterisasi harus dilakukan selanjutnya.
“Pertama, Hamas harus menyerahkan senjatanya, dan kedua, Anda ingin memastikan tidak ada pabrik senjata di Gaza. Tidak ada penyelundupan senjata ke Gaza. Itu demiliterisasi,” kata perdana menteri.
Aaron David Miller – seorang diplomat veteran AS yang menjabat sebagai penasihat senior dalam negosiasi Arab-Israel – bereaksi terhadap ancaman Trump untuk melucuti senjata Hamas.
Miller, yang kini menjadi analis di Carnegie Endowment, mengutarakan pandangan luas di kalangan pakar keamanan bahwa melucuti senjata atau membasmi kelompok bersenjata tersebut dari Gaza secara paksa adalah hal yang tidak realistis.
"Israel menghabiskan dua tahun dalam operasi tempur intensif dan tidak berhasil mencapainya. Ancaman Trump tidak berarti apa-apa. Apa yang akan dia lakukan – mengerahkan 50.000 tentara AS untuk menduduki Gaza dan membersihkan, mempertahankan, membangun?"
Pekan lalu, tokoh senior Hamas Mousa Abu Marzouk mengatakan kepada outlet AS Drop Site News bahwa mereka yang menuntut perlucutan senjata kelompok tersebut perlu “menurunkan harapan mereka dalam hal ini”.
Abu Marzouk menambahkan perjanjian perdamaian yang solid di mana Hamas berjanji untuk tidak menggunakan senjatanya akan lebih efektif daripada upaya pelucutan senjata secara langsung. Hamas sebelumnya mengatakan pelucutan senjata adalah “garis merah” yang tak boleh dilanggar. Menjelang gencatan senjata, Hamas mengatakan akan meletakkan senjatanya jika tuntutan utamanya untuk merdekanya negara Palestina terpenuhi.
Namun, Hugh Lovatt, pakar Israel-Palestina di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, mengatakan kepada Aljazirah bahwa meskipun Hamas telah mengambil sikap publik yang kuat mengenai masalah ini, namun secara pribadi Hamas lebih bersedia untuk terlibat.

“Dalam hal perlucutan senjata, di sinilah Anda melihat perubahan terbesar dalam posisi Hamas,” kata Lovatt. “[Pejabat Hamas] telah mengatakan kepada lawan bicaranya secara pribadi bahwa kelompok tersebut mungkin terbuka terhadap proses pelucutan senjata ofensifnya.”
Artinya, Hamas kemungkinan menyerahkan rudal-rudalnya namun tetap bertahan memiliki senjata api dan roket antitank guna melawan potensi agresi Israel.
Hamas pada Rabu meminta mediator untuk mewajibkan Israel mematuhi perjanjian gencatan senjata. Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan gerakannya menindaklanjuti kesepakatan yang dicapai terkait pengembalian jenazah tentara Israel yang ditawan oleh Brigade Qassam, sayap militer Hamas, sebagai bagian dari komitmennya terhadap perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh media Palestina, Qassem menambahkan bahwa pendudukan telah melakukan pelanggaran yang jelas terhadap perjanjian gencatan senjata dengan membunuh warga sipil di lingkungan Shuja'iyya di Kota Gaza dan di Rafah di Jalur Gaza selatan.
Pemerintah Israel pada Selasa mengumumkan bahwa mereka akan menutup penyeberangan Rafah dan mengurangi jumlah truk bantuan yang memasuki Jalur Gaza. Alasannya keterlambatan Hamas dalam mengembalikan jenazah para tawanan. Hal ini terjadi meskipun empat jenazah lagi telah dibebaskan pada malam sebelumnya.

Hingga kemarin malam, Brigade Qassam telah menyerahkan delapan jenazah tahanan Israel dari total 28 jenazah yang diyakini berada dalam kepemilikannya. Militer Israel hari ini mengumumkan bahwa tes yang dilakukan Institut Kedokteran Forensik Nasional mengonfirmasi bahwa salah satu jenazah yang diserahkan Hamas tidak cocok dengan salah satu tawanan.
Ketika Israel terus melanggar perjanjian gencatan senjata, lima warga Palestina syahid kemarin oleh tembakan pesawat tak berawak Israel ketika mereka sedang memeriksa rumah mereka di lingkungan Shuja'iyya di timur Kota Gaza.
Tentara Israel mengklaim bahwa warga Palestina telah melewati "garis kuning", yaitu perbatasan yang telah mereka tarik pada tahap pertama penerapan perjanjian gencatan senjata. Seorang warga Palestina juga tewas dan lainnya terluka akibat tembakan pesawat tak berawak Israel di utara Rafah dan di sekitar kota terdekat Khan Yunis di Jalur Gaza selatan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.