Warga Palestina membawa karung tepung yang diturunkan dari konvoi bantuan kemanusiaan dalam perjalanan ke Kota Gaza dari Jalur Gaza utara, Kamis, 31 Juli 2025. | AP Photo/Jehad Alshrafi

Internasional

Menatap Kematian untuk Sesuap Makanan di Gaza

Israel terus membunuhi para pencari bantuan di Gaza.

Banyak orang tua Palestina di Jalur Gaza yang dikepung Israel mempertaruhkan hidup mereka setiap hari dalam upaya putus asa untuk mendapatkan makanan bagi anak-anak mereka yang terpaksa kelaparan.

Seorang ibu bernama Zainab Dakka berbagi kisahnya tentang harus mengucapkan selamat tinggal kepada anak-anaknya setiap kali dia pergi – tidak tahu apakah dia akan kembali.

“Terjadi penembakan dan kematian, sampai saya mendapatkan tepung, alhamdulillah," ujarnya pada Aljazirah, kemarin.

"Saya sangat bahagia, sangat sangat bahagia. Saya menatap kematian untuk membawakan tepung untuk anak-anak saya. Setiap hari, mereka tidur saat mereka lapar. Mereka ingin sesuatu yang enak untuk dimakan.

“Saya mencium putra-putri saya (sebelum pergi mengambil bantuan pangan), saya tidak tahu apakah saya akan kembali dengan membawa makanan. Alhamdulillah saya dapat kacang-kacangan dan sedikit tepung untuk anak-anak, alhamdulillah.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (republikaonline)

"Saya berharap setiap negara mengirimkan tepung kepada kami. Orang-orang pergi mencari bantuan dan mereka mati. Kami tidak tahu apakah mereka akan kembali atau tidak. Saya pikir saya tidak akan kembali menemui anak-anak saya. Ini akan menjadi hari terakhir saya. Tapi syukurlah, saya kembali dengan selamat dan memberi mereka makanan.

"Siapa yang akan memberi saya makan? Saya akan pergi, sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali, sampai tepungnya terjamin. Bahkan jika saya mati, yang terpenting adalah menyediakan tepung untuk anak-anak saya.

"Kalau saya tidak pergi, maka kami tidak makan. Tidak ada pekerjaan, tidak ada apa-apa. Kalau kami tidak pergi ke Zikim, anak-anak saya akan menangis terus-terusan.

"Tak seorang pun akan memberi Anda apa pun kecuali Anda pergi dan mengambil risiko terbunuh saat mencoba mencari tepung atau sesuatu untuk anak-anak Anda. Semua orang berusaha demi kepentingan mereka sendiri."

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (republikaonline)

Menurut laporan layanan darurat di Gaza, dua warga Palestina syahid kemarin, termasuk seorang wanita, dan lebih dari 20 orang terluka ketika mencoba mengakses pasokan makanan di dekat GHF yang kontroversial di Rafah.

Koresponden Aljazirah melaporkan, sangat jelas terlihat bahwa warga Palestina yang pergi ke pusat-pusat bantuan tersebut mengalami kelelahan mental. Mereka menderita kekurangan gizi yang parah, itulah sebabnya mereka masih mengambil risiko untuk pergi ke pusat-pusat bantuan tersebut untuk membawa pulang makanan untuk keluarga mereka. Juga, banyak yang belum makan selama berhari-hari.

Namun baru-baru ini, muncul laporan langsung dari penduduk setempat yang mengonfirmasi bahwa Israel mulai menggunakan drone bunuh diri untuk menargetkan warga sipil yang mencoba mendekati pusat bantuan GHF yang kontroversial di Rafah dan wilayah tengah.

Selain itu, banyak laporan bahwa Israel terus-menerus melakukan serangan dan penembakan oleh pasukan darat Israel terhadap warga sipil, khususnya terhadap perempuan, yang terlihat tidak bersenjata, kelelahan, dan kehabisan tenaga, mencari makanan dan air apa pun untuk memberi makan anak-anak mereka.

Rumah sakit di Gaza telah mencatat enam kematian baru akibat kelaparan dan kekurangan gizi dalam 24 jam terakhir, termasuk satu anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Hal ini menjadikan jumlah total orang yang meninggal karena kelaparan sejak awal perang menjadi 181 orang, termasuk 94 anak-anak.

photo
Warga Palestina membawa bantuan kemanusiaan dari konvoi Program Pangan Dunia yang menuju Kota Gaza, 16 Juni 2025. - ( AP Photo/Jehad Alshrafi)

Selain itu, setidaknya 21 warga Palestina telah syahid dalam serangan Israel di Gaza pada Senin pagi, menurut sumber medis.

Sebuah sumber di Rumah Sakit al-Awda mengatakan tujuh pencari bantuan syahid dan 20 lainnya terluka setelah pasukan Israel melepaskan tembakan di dekat pusat bantuan GHF di Gaza tengah.

Layanan darurat dan ambulans melaporkan bahwa dua orang, termasuk seorang wanita, syahid dan lebih dari 20 orang terluka di dekat titik distribusi bantuan GHF di lingkungan al-Shakoush, di pinggiran Rafah. Rumah Sakit Martir Al-Aqsa mengonfirmasi jumlah korban jiwa akibat serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di Deir el-Balah telah meningkat menjadi tiga orang.

Dua orang syahid dalam pemboman Israel di Beit Lahiya, di Gaza utara, menurut layanan darurat. Sebuah sumber di Rumah Sakit al-Ahli melaporkan bahwa tujuh orang tewas dalam penembakan Israel di beberapa daerah di lingkungan Shujaiya, sebelah timur Kota Gaza.

Manar, seorang staf badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza, mengatakan pengungsian, kelaparan, dan kelelahan telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari yang tiada henti.

“Setiap hari saya bangun tanpa mengetahui apa yang mungkin terjadi,” katanya dalam kesaksian yang dirilis UNRWA. "Kami terpaksa meninggalkan rumah kami dan sejak itu kehidupan tidak pernah terasa aman. Dan selalu ada rasa takut – takut akan pengeboman lagi, takut kehilangan seseorang, disuruh pindah lagi."

Meski ia terus bekerja, air bersih dan makanan sulit didapat. "Saya pergi bekerja, tapi hati saya ada bersama anak-anak saya. Bahkan hal paling sederhana pun menjadi mengerikan," katanya.

"Sering kali tidak ada air untuk memasak atau mencuci. Makanan tidak pernah cukup. Kadang-kadang kami hanya memasak nasi, jika beruntung. Seringkali, kami tidur dalam keadaan lapar. Anak-anak kami menangis karena kelaparan. Sebagai seorang ibu, hal ini membuat hati saya patah."

Manar menggambarkan pencarian obat yang putus asa di tengah kekurangan obat akibat blokade Israel. "Kami berjalan berjam-jam di tengah cuaca panas untuk mencari perbekalan. Tidak ada mobil, tidak ada bus, tidak ada bantuan. Kami kelelahan, baik secara fisik maupun emosional. Namun kami terus berjalan. Ini bukan hanya satu hari. Ini adalah hidup kami."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Dari Monas untuk Gaza

Umat minta Prabowo pimpin seruan hentikan genosida Israel di Gaza.

SELENGKAPNYA

Jeda Kemanusiaan tak Berdampak, di Gaza

Enam orang kembali meninggal akibat kelaparan di Gaza.

SELENGKAPNYA

Israel Terus Lancarkan Rencana Penghancuran Gaza

Puluhan warga Gaza kembali dibantai Israel.

SELENGKAPNYA