Seorang nenek menawarkan kain tenun di Dusun Sade. | Republika/Raisan Al Farisi

Safari

Singgah di Dusun ‘Obat’

Sade merupakan dusun tertua di Lombok Tengah.

Belum ke Lombok bila melewatkan Dusun Sade, sebuah dusun yang terletak di Lombok tengah, 30 kilometer dari Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Lokasinya persis di pinggir jalan Praya-Kuta. Tidak akan terlalu sulit menemukan lokasinya karena sebuah papan petunjuk cukup besar akan memberikan sinyal wisatawan untuk berhenti.

Sade berasal dari bahasa lokal yang artinya obat. Sebelum menjadi perkampungan penduduk, Dusun Sade adalah sebuah bukit tempat masyarakat Sasak berobat. “Dulunya Sade adalah perbukitan yang dikeramatkan masyarakat setempat,” kata Wiredane (23 tahun), pemandu wisata sekaligus penduduk Sade.

Sade merupakan dusun tertua di Lombok Tengah. Wire mengatakan, sudah 17 generasi menghuni Dusun Sade. Sekarang desa ini memiliki 150 kepala keluarga yang terdiri atas 750 penduduk.

Hampir seluruh penduduk Sade bermata pencaharian sebagai petani. Namun, karena petani di Sade bertani dengan sistem tadah hujan, mereka hanya panen satu kali setahun. Untuk mencukupi pasokan beras, petani Sade membangun lumbung penyimpanan padi.

photo
Aktifitas warga di Dusun Sade. - (Republika/Raisan Al Farisi)

Lumbung padi masyarakat Sade mirip dengan lumbung padi masyarakat Sasak pada umumnya. Satu lumbung padi mencukupi kebutuhan empat hingga lima keluarga. Masyarakat Sade tidak menjual hasil taninya ke luar karena seluruhnya dimanfaatkan sebagai konsumsi sehari-hari sampai masa panen selanjutnya.

Bagi masyarakat Sade, hanya laki-laki yang boleh naik ke lumbung. “Ada mitos perempuan yang naik ke lumbung akan mandul,” kata Wire.

Perempuan Sade umumnya tidak ikut bertani. Mereka biasanya menenun. Lombok memang terkenal dengan tenun songket Sasak. Hampir seluruh perempuan Sade pandai menenun benang menjadi songket. Pekerjaan ini sudah ditekuni sejak usia tujuh tahun. Hasil tenunan kemudian dijual.

Perempuan Sade juga memiliki keahlian memintal benang sendiri untuk tenun. Dengan alat pintal sederhana yang terbuat dari kayu, perempuan Sade memenuhi kebutuhan tenunnya.

photo
Aktifitas warga menenun kain di Dusun Sade. - (Republika/Raisan Al Farisi)

Ada berbagai jenis hasil tenun perempuan Sade, yaitu mulai syal, kain, sampai sarung. Harganya pun bervariasi bergantung benang yang dipakai dan kerumitan motif. Semakin rumit motifnya, semakin mahal harganya. Selain tenun, perempuan Sade juga membuat kerajinan, seperti gelang.

Warga Sade masih mempertahankan bentuk rumah tradisional. Rumah yang disebut Bale Tani ini terbuat dari bambu dan kayu. Atapnya menggunakan daun alang-alang. Sebagai pondasi dan lantai rumah, masyarakat Sade memanfaatkan sampah tani alias jerami yang dicampur dengan tanah liat.

Uniknya, lantai rumah masyarakat Sade dipel dengan kotoran sapi dicampur air. Selain sebuah ritual turun-temurun, mengepel dengan kotoran sapi dipercaya dapat mencegah kehadiran nyamuk di dalam rumah.

Namun, kegiatan ini tidak lagi dilakukan seluruh penduduk Sade. Sejak Islam masuk ke Lombok, masyarakat Sade mengurangi kegiatan itu karena dianggap najis.

photo
Aktifitas warga di Dusun Sade. - (Republika/Raisan Al Farisi)

Rumah masyarakat Sade terdiri atas dua-tiga ruangan, ruang depan, tengah, dan satu kamar. Satu kamar ini ditempati oleh anak perempuan yang belum menikah. Kamar ini juga dipakai jika perempuan Sade melahirkan. Sedangkan, orang tua tidur di ruang depan.

Ruang belakang posisinya lebih tinggi dibandingkan ruang depan. Untuk mencapai ruang belakang, terdapat tiga tangga yang memiliki makna tiga tahapan kehidupan, yaitu lahir, berkembang, dan mati.

Selain lumbung dan bale tani, Dusun Sade juga memiliki balai pertemuan. Balai ini menyerupai pendopo dan dipakai untuk musyawarah, menerima tamu, dan acara pernikahan.

Sebelum mengenal Islam, penduduk Sade menganut agama yang disebut Wetu Telu atau Waktu Tiga. Agama ini merupakan campuran dari Hindu, Budha dan animisme. Saat ini, 100 persen penduduk Sade menganut agama Islam. “Penduduk Sade mulai menganut Islam sejak generasi ketujuh dan kedelapan,” ujar Wire.

 

Pernikahan Sesuku

Hampir semua masyarakat Sade menikah dengan saudara dekat, seperti sepupu atau besan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kelestarian budaya Sade. Sehingga, bisa dipastikan seluruh penduduk di Dusun Sade masih memiliki hubungan kekeluargaan satu sama lain.

photo
Aktifitas warga di Dusun Sade. - (Republika/Raisan Al Farisi)

Selain menjaga budaya, pernikahan antarkeluarga ini juga dilakukan karena faktor ekonomi. Wire mengatakan, pernikahan sesama Sade tidak memerlukan biaya besar. “Mas kawinnya hanya Rp 100-200 ribu saja,” katanya. Sedangkan, kalau menikah dengan penduduk luar Sade, keluarga mempelai harus memotong empat sampai lima ekor kerbau yang tentu saja harganya tidak murah.

Ada yang unik dengan proses pernikahan penduduk Sade. Tradisinya, sebelum melamar, calon mempelai laki-laki harus menculik calon istrinya dari rumahnya. Laki-laki tersebut akan menyembunyikan si gadis di rumahnya atau rumah rekannya.

Kemudian, keluarga laki-laki akan datang ke rumah keluarga perempuan untuk memberi tahu kalau anak gadisnya ada di rumah. Lalu terjadilah proses lamaran, kemudian pernikahan.

Tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang. Namun, proses penculikan itu tidak dilakukan secara mendadak atau diam-diam, tetapi sudah direncanakan dengan orang tua perempuan. “Biasanya mereka sudah janjian melalui telepon,” kata Wire. 

 

Pantai Kuta Lombok

Tidak terlalu jauh dari Dusun Sade, terdapat tempat wisata lain yang sayang untuk dilewatkan. Masyarakat setempat menyebutnya Pantai Kuta.

 

Pantai Kuta terletak di selatan Lombok, tidak jauh dari Bandara Internasional Praya. Pantai ini masih kurang terkenal bila dibandingkan dengan Pantai Kuta, Bali. Namun, pemandangan yang disuguhkan tidak kalah. Pantainya dikelilingi perbukitan, airnya jernih, dan suasananya sangat tenang.

Pantai Kuta Lombok juga disebut dengan Pantai Pasir Merica. Sebutan ini datang karena pasirnya yang bulat-bulat besar, seperti merica.

Garis pantainya cukup panjang, namun ombaknya tidak terlalu cocok untuk berselancar. Selain karena ombaknya tidak terlalu tinggi, Pantai Kuta juga dikelilingi oleh karang. Pantai ini cocok untuk berjemur dan permainan air.

photo
Pantai Kuta Lombok, Pemandangan Pantai Kuta Lombok, NTB. - (Republika/Edwin Dwi Putranto)

Selain keindahan pantainya yang cenderung masih perawan, Pantai Kuta juga memiliki makna bagi masyarakat Lombok. Setiap tahun, di pantai ini selalu dilaksanakan upacara Sasak yang disebut Upacara Bau Nyale. Upacara tersebut merupakan tradisi berburu cacing laut yang hanya keluar pada waktu tertentu.

Selain Kuta, wisatawan juga tidak boleh melewatkan kegiatan snorkeling di pulau-pulau sekitar lombok, seperti Gili Trawangan. Pulau ini dapat ditempuh menggunakan kapal selama 40 menit dari Pantai Senggigi. Wisata Rinjani dan Tambora juga boleh dicoba bagi yang menyukai kegiatan mendaki.

Disadur dari Harian Republika dengan reportase Friska Yolanda.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Saksi Bisu Sejarah di Savoy Homann

Sekitar 1870, Hotel Savoy Homann masih berupa rumah bilik bambu.

SELENGKAPNYA

Kopi Aroma dan Sebuah Kejujuran

Proses pembuatan Kopi Aroma sampai sekarang masih menerapkan cara-cara manual.

SELENGKAPNYA

Denting Kacapi Cianjuran

Pada sekitar abad ke-18 kacapi hanya boleh dimainkan oleh laki-laki.

SELENGKAPNYA