Bau Asap Rokok | Daan Yahya/Republika

Sastra

Hewan-Hewan Pilihan Nagara

Puisi-puisi Ujang Saepudin

Oleh UJANG SAEPUDIN

Sebuah Perjalanan 

Entah apa dan  sesuatu bukan milikku

 

Ke suatu tempat kita pergi

nelusuri jalan tiada ujung

kau kemudikan aku

lahirkan jutaan matahari

yang lekas menuntunmu

ke arah jalan terang.

 

Persandingan ini 

meneguhkan pendirian wayang

akan pencarian dunia

yang tak dapat ditangkap

meski jelas terlihat

 

Lepas aku dari kemudimu

biarkan paruh retak ini

mengungkap topengmu

yang gemar mengajari burung 

pincang bermelodi

 

Pada kau, apa itu melodi

aku tak ingin lupa

jalan terang padaku

dan ini, sebuah perjalanan 

Entah apa dan sesuatu bukan milikku

 

***

 

Sajak, al dan aku

Bertemu dalam kisah yang miring

 

Sudah ku teguk rasa itu

kata belum sampai ke dada.

Tapi, jangan aku beri judul al,

Semisal keputusan membuat

Darah terpercak tembok.

Kamarmu yang gelap

Telah banyak menarik kaki kepalsuan

Bahkan yang telah kadaluarsa

Begitu saja, seterusnya.

Tubuh tenggelam di tengah kota.

Jangan aku minta sajak al

Bagi perahu karet di sisi gedung.

Bukankah tanah ini sudah lansia

Sudah patut aku menghabiskan tinta

Pada kertas-kertas derita.

Pernah kulihat entah dalam film apa

Kejujuran membuat alurnya tahan

Meski berkali dibanting dan dipukul

Realitas yang ditunggu penonton.

Lalu kita tepuk tangan dan pura-pura

Bersedih. tapi al beri aku tafsir

Sesudah kuteguk rasa itu

Meski kata belum sampai ke dada.

 

***

 

Gempa 

 

apa itu gempa

manusia runtuh

menyemprotkan pewangi ruangan

sewaktu tanah mengantarkanmu

ke sebuah peti berlumur darah.

 

sebuah kolam 

memuntahkan sedih

kita begitu erat dalam kolom sadar ini

sebuah skala memergoki kita

yang kehabisan tangis.

 

akupun mendamba

jadi anak selamat dan maut dengan

gedungnya yang runtuh

menarikku ke dalam sebuah peti

berlumur darah

 

lalu aku terbaring di sampingmu

menggenggam tanganmu

yang penuh rahasia seakan

timbulkan getar lain

bukan damba, bukan cinta

Semacam kepul

merusak mata

 

Hewan-Hewan Pilihan Nagara

 

lahir dan telanjang

tumbuh jadi singkong

harga murah.

 

dewasa pun mengenal 

hewan-hewan pilihan nagara:

 

     1) Babi menggonggong

         Meminjam suara anjing-anjing liar.

 

     2) Tikus mengeong pelan

         Mahir nyelinap ruang waktu

         Sekali kugebah, lari ke pinggir sampah

         Kucing kehilangan marwah.

 

     3) Anjing dan kucing hanya penonton

         Sebuah drama. Suara mereka tak kembali

         Mereka bukan lagi pemburu,

         Sungguh “Cuma kenangan berdebu”

         Kata Binatang jalang itu.

    4)  Semut berkerumun kompak

         Mahami drama mereka, belajar dari Sulaiman,

         cara dengar bahasa hewan dengan baik.

         Seperti bahasa hukum yang diucapkan lelaki tua

         “semut terinjak akan menggigit” mereka terjebak

        Dalam gula kata, yang diramu tikus & babi.

 

Adalah benar tikus dan babi dapat membungkam anjing

Dan kucing pemburu itu, apa benar mereka mahir ramu gula kata

Untuk menjebak semut dalam toples terbatas.

 

Sialan, kalau benar

Hewan-hewan itu memang hewan pilihan

Nagara yang tak lagi memiliki singa.

 

***

 

Hidup, Dalam Sebuah Café

 

hidup, musik getarkan kaca malam

kau sekilas ada di seberangnya.

ke dalam kepalaku 

kau memesan versi hidup

yang bukan cuma bikin kenyang, juga

yang dapat diunggah ke dunia selfie ini

 

hidup, kita edit alakadarnya

kita pasang yang baik-baik

sebelum membayar

sebuah ingin yang tak cukup sederhana

seluas ambisi lampu

terangi gelap jalanmu 

selamanya

 

hidup, musik berganti

lirik dengan titik coklat

menempel pada gelas

yang sendiri

 

atau sepasang kenari

dengan potretnya yang tak memuaskan

memanjangkan sayap

dalam pantauan kaca malam

lalu berkelakar

 

wangi coklat serupa wangi parfum

mengendap di ingatan

dan aku kembali pada lirik sendu

milik rumah jauh, 

 

lalu mencoba menyeruput

kembali choco terakhir

yang hampir hambar

tanpa ada kelanjutan yang jelas

 

***

 

Gemuruh di Ruang Bawah

 

Aku mencatat air mata dan darah

ketabahan yang syahid.

Perang itu akan mati pada akhirnya

Dan langit akan memberi gaza keajaiban

Seperti nyawa bagimu yang tak pernah habis.

Tapi sajak ini, tidak bisa berbohong

Dan berpura-pura tidak terluka

Kebencian semacam itu 

Lenyap seketika.

Palestina hidup dengan cara yang baik

Reruntuhan hanya milik “keparat”,

Mereka tak dapat menguasaimu

sampai dunia berakhir bernafas

Di balik kematianku, “si keparat”

Membuat kuburannya sendiri

Di dalamnya api dan kegelapan

Menanti kekalahan mereka.

Tidak ada yang lebih menyakitkan

Daripada itu

 

***

 

Sakit Kepala di Sebuah Kamar

 

Sakit kepala di sebuah kamar

Berita-berita negara menendang kepalaku

Denyut korupsi menjalar kemana-mana

Seperti penyakit yang tak ada obatnya

 

Kronis ini, tak selesai hanya obat warung

Perlu ada perlawanan khusus atau semacam

Mendatangkan pawang keadilan

Yang khatam dengan kata jujur

 

Migrain aku migrain

Ingin menukar kepala negara

Dengan kepalaku dan mudah-mudahan

Dapat dan sembuh dan penyakit licik

Tidak kambuh

 

Pohon Beringin & Burung Penjaga

 

Beri aku akar paling tahan

Lekas menerbangkan kalian

Tak jauh dalam

Menelanjangi bilik langit

 

Kembali dengan suara khas

Aku pilih dan kau lekas jadi

Penjaga beringin tua yang besar

Hidup di belakang pendopo

 

Bau tahi seakan abadi

Menyubur akar timbul

Tempat aku mengikat 

Segala yang lekas terbang,

Hilang sayap, dan menumbuhkan

Harap rumput liar

Yang hidup di sisi pagar

 

Dalam terbang

Warna sayap, juga kicauan

Mengepak serentak

Seperti setting pada plot

Dan kau dapati seribu telur

Menetaskan para pesilat yang piawai

Menggerakkan raga ini

 

Rimbun beringin tua

Burung penjaga dan kawannya setia

Marga hanya kerja, rencana

Keremangan alun-alun kota

Khidmat membagi tempat

Para pedagang

 

Sekaligus pada sampah

Yang terbuang.

Kulihat sayap terbelah

Daun harap gugur satu-satu

Saat cinta masih hijau

 

Kau berandai terbang jauh

Dan membuang kesetiaan

Pada burung penjaga

Berikutnya

 

***

Ujang Saepudin, alumnus Universitas Suryakancana Cianjur. Sekarang beraktifitas sebagai pendidik di salah satu sekolah swasta di Cianjur. Puisinya tersiar di beberapa media cetak dan digital; Pikiran Rakyat, Riau Post, Radar Kediri, Kurungbuka, Ruangliterasip, Balipolitika, Majalahelipsis. Puisinya termaktub dalam beberapa antologi bersama. salah satunya masuk 30 besar Payakumbuh Poetry Festival 2022. Bisa dihubungi dengan email di ujangs085@gmail.com.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Gelap Lantas Tiba, Cantik Sekali

Puisi Abdullah Muzi Marpaung

SELENGKAPNYA

Tabungan Haji

Cerpen Ali Satri Efendi

SELENGKAPNYA

Kartini dalam Puisi Akrostik

Puisi Akrostik adalah jenis puisi yang menggunakan huruf awal dari setiap baris.

SELENGKAPNYA