Ilustrasi stok beras yang merupakan pangan pokok masyarakat Indonesia | SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO

Opini

Pangan untuk Karantina Wilayah

Manajemen pasokan pangan ke wilayah harus menjadi perhatian serius.

 

 

Oleh Muhammad Firdaus

Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB

 

Pandemi Covid-19 berujung pada keputusan Indonesia dan beberapa daerah sudah menerapkan karantina wilayah. Berdasarkan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah, tetapi kebutuhan dasarnya. Salah satunya pangan, yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk tetap tersedia secara baik bahkan termasuk untuk hewan ternak.

Menurut hasil kajian, seperti Pulau Jawa, seluruhnya disarankan melakukan karantina wilayah. Karena kejadian ini bukan hal lazim, tentu berbagai kekhawatiran muncul di masyarakat. Salah satunya, apakah masih dapat memperoleh pasokan pangan seperti hari-hari biasa?

Tentu, produk makanan yang dijual harus dengan harga wajar. Secara ringkas, dalam pelaksanaan karantina wilayah, distribusi pangan dari pasar induk atau grosir ke ritel  di berbagai daerah tetap harus dilakukan seperti biasa.

Di beberapa negara yang sudah melakukan hal tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga diberi jadwal bergantian ke swalayan atau pasar. Ini dapat diterapkan, tetapi dukungan dari pemasaran secara daring, tentu sangat membantu penyediaan pangan.

Berdasarkan data beberapa kementerian (Revindo, 2020), secara nasional pasokan 10 jenis pangan strategis yang ditangani pemerintah plus bawang putih hingga Mei 2020, sebagian besar menunjukkan kondisi surplus dalam jumlah yang memadai.

Beras tersedia lebih dari delapan juta ton dan jagung lebih dari empat juta ton. Persetujuan impor untuk gula pasir sudah diberikan lebih dari 500 ribu ton sehingga defisit tak akan terjadi sampai Mei 2020. Pasokan bawang merah, telur ayam, cabai, dan minyak goreng pun aman.

Untuk bawang putih dan daging sapi, persetujuan impor sudah diberikan masing-masing lebih dari 340 ribu dan 270 ribu ton, tetapi sampai Mei 2020 diperkirakan masih terjadi defisit bawang putih sekitar 64 ribu ton dan daging sapi 18 ribu ton (bila tidak ada percepatan).

Manajemen pasokan pangan ke wilayah harus menjadi perhatian serius. Terlebih dengan penerapan karantina wilayah. Dari pergerakan harga pangan beberapa hari terkakhir, ada beberapa daerah dan komoditas yang memerlukan perhatian khusus.

Pada beberapa hari, pekan keempat Maret 2020, di beberapa daerah dari data pergerakan dan tingkat harga, terindikasi perlu perhatian pada beberapa jenis pangan. Sebagai contoh, daging sapi untuk Aceh, Sumut, Sumbar, dan Bengkulu di Sumatra.

Daging ayam di Sumbar, NTB, dan Kalimantan Selatan. Gula pasir di hampir seluruh Jawa, Aceh, Sumbar, Kalimantan Tengah, serta minyak goreng di NTT.

Tentu, pemerintah di daerah secara cepat dapat memantau harga dan ketersediaan pasokan di pasar tradisional dan modern ataupun gudang, baik milik BUMN maupun swasta. UU memberikan hak bagi pemerintah untuk mendapatkan informasi terkait penyimpanan produk pangan.

Di sisi lain, dalam beberapa waktu terakhir sejak pandemi Covid-19, terjadi lonjakan permintaan produk pangan yang dipasarkan lewat //marketplace//.

Sayur, rempah-tempah, buah, serta produk peternakan, seperti daging ayam dan sapi merupakan jenis produk yang paling diminati. Ini satu cara mendekatkan petani dengan konsumen, terlebih saat ini ada keluhan kesulitan pemasaran di beberapa sentra produksi.

Pemasaran daring produk pertanian, utamanya produk segar, sebetulnya menghadapi banyak tantangan. Mengutip pendapat Anas Susila dari IPB, setidaknya ada tiga tantangan. Pertama, memasarkan dalam jumlah terbatas dan secara terus-menerus.

Kedua, memenuhi standar kualitas dari produk, apalagi konsumen berpikir membeli dengan harga lebih tinggi daripada membeli di pasar becek atau pedagang keliling, tentunya harus mendapatkan kualitas jauh lebih baik.

Ketiga, hubungan dagang yang fair dengan petani, yakni market place fungsinya tidak boleh sama dengan tengkulak, yaitu menekan harga; atau ada komplain petani terhadap sistem pembayaran konsinyasi yang telat.

Namun, beberapa market place sudah mengantisipasi berbagai tantangan di atas. Misalkan, 8Villages sejak 2012 sudah intensif mendampingi petani untuk mendapatkan pasokan produk pangan sebaik mungkin.

Kendali harga

Setelah kepastian persediaan barang dan inovasi dalam distribusi produk, aspek lain yang penting dalam penyediaan pangan saat karantina wilayah adalah kendali harga. Pangan strategis yang ditetapkan pemerintah sebagian besar memiliki harga acuan.

Namun, seperti gula, dengan harga acuan Rp 12.500 per kg (diusulkan peritel Rp 14 ribu), di pasar pada beberapa waktu terakhir sudah mencapai lebih dari RP 17 ribu. Bahkan, di beberapa pasar modern, konsumen kesulitan mendapatkannya. 

Selama ini, pemerintah memengaruhi harga melalui operasi pasar. Untuk beberapa produk, terutama yang diimpor, seperti garam dan gula, karena impor produk tersebut masih harus memiliki izin teknis seperti SNI maka akan memengaruhi ketepatan dan kecepatan penyediaan di pasar.

Dalam hal ini, kuncinya pemantauan di lapang secara cepat dan akurat sehingga distribusi bisa segera dilakukan. Dengan harga acuan, bila ada harga eceran tertinggi, seharusnya disediakan nomor hotline pengaduan oleh konsumen, baik di pusat maupun daerah jika ada pedagang yang memperjualbelikan produk dengan harga melewati batas.

Memang Indonesia saat ini tidak memiliki undang-undang profiteering, tetapi saat karantina wilayah, pemerintah memegang kendali penuh agar harga produk tidak sengaja dinaikkan pedagang.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat