ESG (ilustrasi) | Republika/Daan Yahya

Iqtishodia

Tata Kelola Berkelanjutan: Integrasi Nilai-nilai Islam ke dalam Korporasi

Perusahaan yang hanya mengejar laba akan kehilangan relevansi.

Oleh Dr. Erlin Trisyulianti (Sustainability Performance Management Specialist, Dosen Departemen Manajemen IPB University), Budi Purwanto (Risk Management Specialist, Dosen Departemen Manajemen IPB University), dan Eka Dasra Viana (Risk Management Specialist, Dosen Departemen Manajemen IPB University)

 

 

 

Pada beberapa tahun terakhir, istilah Environmental, Social, Governance (ESG) menarik perhatian dunia usaha Indonesia. Tidak hanya menjadi jargon di laporan tahunan, ESG kini menjadi faktor penentu arus investasi global. Sejak 2018, pemerintah Indonesia telah menerbitkan green sukuk senilai 3,25 miliar dolar AS untuk membiayai proyek ramah lingkungan, seperti pengembangan teknologi energi terbarukan, pengelolaan limbah, dan peningkatan efisiensi penggunaan energi.

Pada tingkat global, perubahan konstelasi perekonomian semakin dinamis. Regulasi seperti EU Deforestation Regulation dan kewajiban pelaporan ESG yang transparan memaksa banyak perusahaan menyesuaikan diri jika tidak ingin tertinggal. Hal inimerupakan kondisi yang semakin kompleks bagi pelaku usaha muslim. Mereka harus menavigasi tuntutan global tanpa mengorbankan nilai-nilai Islam sebagai pondasi moral pada bisnis mereka.

Dari GCG Menuju Tata Kelola Berkelanjutan

Konsep Good Corporate Governance (GCG) yang selama ini telah diterapkan pada banyak korporasi memiliki fokus pada transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Konsep GCG saja ternyata tidak cukup bagi tata kelola korporasi untukmemastikan berkelanjutan bisnis. Tata kelola berkelanjutan melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan kerangka triple bottom line yang meliputi profit, people, dan planet ke dalam strategi perusahaan.

Pada era ESG, keberhasilan bisnis tidak lagi hanya diukur dari laba, tetapi juga dari kontribusi terhadap kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Banyak korporasi kemudian menempatkan nilai-nilai integritas, tanggung jawab sosial, dan inovasi sebagai kompas yang memandu arah bisnis dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan keberlanjutan. Nilai-nilai tersebut diimplementasikan secara konsisten dalam strategi dan operasional perusahaan.

Bahaya Greenwashing dan Pentingnya Integritas

Nilai-nilai korporasi hanya berarti jika benar-benar dijalankan dan terintegrasi dalam budaya korporat. Nilai-nilai korporasi,seperti integritas, akuntabilitas, inovasi, dan tanggung jawab sosial, menjadi fondasi untuk membangun tata kelola yang berkelanjutan. Integritas mendorong perusahaan menghindari praktik curang dan greenwashing. Akuntabilitas memastikan setiap keputusan dapat dipertanggungjawabkan. Inovasi mendorong pencarian solusi ramah lingkungan. Selanjutnya, tanggung jawab sosial memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat.

Namun, risiko yang besar akan muncul jika tata kelola berkelanjutan hanya menjadi jargon pemasaran. Greenwashing yang merupakan klaim ramah lingkungan tanpa bukti nyata pada akhirnya akan dapat menghancurkan reputasi dan kepercayaanpublik. Misalnya, di sektor energi, praktik greenwashing kerap terjadi ketika perusahaan menampilkan langkah simbolis untuk terlihat ramah lingkungan, namun tidak sebanding dengan dampak yang sebenarnya diakibatkan.

Sebagai contoh, dapat dikemukakan adanya perusahaan yang mengklaim bahwa mendukung penerapan teknologi energi terbarukan denganmembangun pembangkit listrik tenaga surya, tetapi proyek tersebut hanya bersifat simbolis sedangkan daya yang dihasilkan tidak signifikan dibandingkan produksi listrik berbasis batu barayang dijalankan. Korporasi tersebut pada akhirnya menanggung risiko yang besar berupa hancurnya reputasi dan kepercayaan publik. Di sinilah manajemen risiko, transparansi, dan pengawasan independen menjadi kunci terwujudnya tata kelola berkelanjutan.

Nilai-Nilai Islam yang Selaras dengan Keberlanjutan

Ajaran Islam mencakup kerangka etis kuat yang mendukung tatakelola berkelanjutan. Nilai-nilai Islam memberikan fondasi etis yang kokoh bagi tata kelola berkelanjutan antara lain adalah amanah, adil, maslahah, dan ihsan.

Amanah menjaga kepercayaan pemegang saham, karyawan, konsumen, dan masyarakat. Adil menyeimbangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan, termasuk sosial dan lingkungan.Maslahah memastikan keputusan bisnis memberi manfaat luas dan menghindari kerusakan (mafsadah).

Ihsan melakukan kebaikan melampaui kepatuhan minimal terhadap regulasi. Nilai-nilai ini selaras dengan maqashid syariah: hifdzul mal (menjaga harta), hifdzul bi’ah (menjaga lingkungan), dan hifdzun nafs (menjaga jiwa). Implementasi tata kelola berkelanjutan yang berpijak pada nilai-nilai Islam tidak hanya memenuhi tuntutan pasar global, tetapi juga membawa keberlanjutan dan keberkahan usaha ekonomi yang dijalankan oleh korporasi.

Kisah Nyata dari Indonesia

Di tingkat kebijakan, pemerintah Indonesia menjadi pelopor dengan menerbitkan green sukuk untuk membiayai proyek strategis ramah lingkungan. Pendekatan ini membuktikan bahwa komitmen terhadap keberlanjutan dapat berjalan seiring dengan pengelolaan fiskal yang efektif.

Di sektor perbankan, Bank Syariah Indonesia memberikan contoh bagaimana prinsip syariah bisa bersinergi dengan keberlanjutan. Program pembiayaan hijau yang mereka jalankan mendukung pemasangan panel surya, proyek efisiensi energi, hingga transportasi berbasis teknologi bersih. Hasilnya, perusahaan tidak hanya memperkuat reputasi, tetapi juga membuka akses ke sumber pendanaan global yang semakin memprioritaskan keberlanjutan.

Kedua contoh ini menunjukkan bahwa tata kelola berkelanjutan yang berbasis nilai Islam dapat memberikan dampak positif terhadap reputasi, akses pendanaan, dan daya saing global.

Kita hidup di era perubahan yang mendasar, meliputi cakupan luas, dan berlangsung sangat cepat. Krisis iklim menuntut bisnis untuk beradaptasi atau punah.

Disrupsi teknologi mengubah model bisnis dalam hitungan tahun. Investor dan konsumen semakin menuntut transparansi, bukan hanya janji. Dalam konteks ini, tata kelola berkelanjutan menjadi kebutuhan strategis, bukan pilihan tambahan.

Bagi pelaku usaha Muslim, peluang ini adalah momentum untuk memimpin. Dengan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai inti tatakelola, korporasi dapat menciptakan strategi bisnis yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga berkontribusi pada kelestarian bumi dan kesejahteraan umat manusia.

Bisnis yang hanya berorientasi pada laba akan cepat kehilanganrelevansi di tengah tuntutan global akan keberlanjutan. Sebaliknya, bisnis yang mengakar pada nilai-nilai kebaikanuniversal, seperti nilai-nilai Islam yaitu menghargai manusia, menjaga alam, dan mengelola harta dengan amanah akan bertahan lebih lama serta memberi dampak positif yang lebih luas dan lebih berkelanjutan.

Kini saatnya dunia usaha Indonesia membuktikan bahwa tata kelola berkelanjutan yang berpijak pada nilai-nilai Islam bukan hanya idealisme, melainkan strategi yang membawa keunggulan kompetitif jangka panjang. Korporasi seperti ini tidak hanya akan bertahan di bumi, tetapi juga bernilai di hadapan Allah SWT. Sudah saatnya dunia usaha Indonesia menunjukkan bahwa tata kelola berkelanjutan dalam bingkai nilai-nilai Islam dapat menjadi keunggulan kompetitif yang abadi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat