Internasional
Korban Pelanggaran Senjata Israel Bertambah
Sejak gencatan senjata Israel sudah membunuh 200 lebih warga Gaza.
GAZA – Pelanggaran gencatan oleh Israel di Jalur Gaza terus menimbulkan korban jiwa. Seorang pemuda Palestina terbunuh dan saudara laki-lakinya terluka pada Jumat setelah ditembak oleh pasukan pendudukan Israel di lingkungan Shujaiya, sebelah timur Kota Gaza.
Menurut saksi mata, pasukan Israel yang ditempatkan di timur Kota Gaza menembaki Mahmoud Suleiman Al-Wadiya, membunuhnya dan melukai saudaranya.
Insiden ini terjadi di tengah berulangnya pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata di Jalur Gaza, yang telah berlaku sejak 10 Oktober 2025. Meskipun ada gencatan senjata, pasukan Israel terus melancarkan serangan udara, tembakan artileri, dan penembakan yang telah menewaskan dan melukai puluhan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak.
Kantor berita WAFA melaporkan, tiga warga Palestina lainnya juga syahid pada Jumat, termasuk satu orang yang menderita luka akibat serangan sebelumnya. Pemuda Palestina Hamdi Ahmad Al-Breim terbunuh ketika pesawat tempur Israel mengebom rumahnya di lingkungan Musabbah di kota Abasan Al-Kabira, sebelah timur Khan Younis di Gaza selatan, kata sumber medis.
Warga Palestina lainnya, Mohammad Salem Qudeih, meninggal karena luka-luka yang dideritanya dalam serangan Israel sebelumnya yang menargetkan tenda pengungsian di daerah Al-Mawasi di Khan Younis.
Warga Gaza ketiga ditembak mati oleh pasukan pendudukan Israel di Jalan Al-Jalaa di Kota Gaza, menurut saksi mata dan sumber lokal. Pada Kamis malam, pasukan Israel juga meledakkan beberapa rumah di sebelah timur Kota Gaza dan timur Khan Younis, sehingga ledakan keras terdengar di seluruh wilayah tersebut. Selain itu, kapal angkatan laut Israel melepaskan tembakan di lepas pantai Kota Gaza.
Israel telah meningkatkan tempo dan intensitas serangan di Gaza dalam beberapa hari terakhir dan mempertahankan pembatasan tertentu terhadap bantuan, yang berarti pasokan kemanusiaan dalam jumlah yang diperlukan tidak dapat menjangkau masyarakat.
Luciano Zaccara, seorang analis politik Timur Tengah, mengatakan kepada Aljazirah bahwa tindakan yang diambil Israel “tidak diperlukan untuk melakukan serangan parah terhadap penduduk seperti ini”. "Pada akhirnya, serangan ini menyasar masyarakat, anak-anak, dan mata pencaharian masyarakat di Gaza. Tidak ada yang bisa membenarkan perilaku seperti ini," katanya.
“Mekanisme lain dapat digunakan sebagai pengaruh untuk mendorong Hamas menyelesaikan apa yang harus mereka lakukan,” tambah Zaccara, mengacu pada penyerahan sisa-sisa tawanan, yang merupakan bagian dari perjanjian gencatan senjata.
Namun, sejak perjanjian antara Hamas dan Tel Aviv, yang ditengahi oleh Mesir, Qatar, Turki, dan disponsori oleh Amerika Serikat, mulai berlaku, Israel telah membunuh 211 warga Palestina dan melukai 597 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Israel mengkondisikan dimulainya perundingan untuk meluncurkan tahap kedua dari perjanjiannya dengan Hamas mengenai penerimaan sisa jenazah tahanan, sementara gerakan tersebut menegaskan bahwa akan memakan waktu untuk mengambil mereka karena kehancuran besar-besaran di Gaza.
Sebaliknya, ada 9.500 warga Palestina hilang yang dibunuh oleh tentara Israel, yang tubuhnya masih berada di bawah reruntuhan akibat perang pemusnahan Israel, menurut Kantor Media Pemerintah di Gaza.
Lebih dari 10.000 tahanan Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan, ditahan di penjara-penjara Israel, di mana mereka menderita penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis. Banyak dari mereka terbunuh, menurut laporan hak asasi manusia dan media Palestina dan Israel.
Genosida ini menyebabkan sedikitnya 68.643 martir Palestina dan 170.655 orang terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, dengan biaya rekonstruksi yang diperkirakan oleh PBB sekitar 70 miliar dolar AS.
Operasi kemanusiaan di Jalur Gaza juga masih sangat terbatas meskipun gencatan senjata sedang berlangsung, kata juru bicara PBB pada hari Kamis, mengutip pembatasan yang terus dilakukan Israel dan kerusakan infrastruktur.
“Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan peningkatan operasi kemanusiaan terus berlanjut di bawah gencatan senjata, namun masih terkendala oleh pembatasan yang sedang berlangsung dan hambatan lainnya,” kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq dalam konferensi pers.
Menurut OCHA, konvoi bantuan telah berulang kali menghadapi perintah pengalihan rute dari Israel selama tiga hari berturut-turut, yang memaksa mereka menggunakan Koridor Philadelphi di sepanjang perbatasan dengan Mesir sebelum bergerak ke utara melalui Jalan Pesisir yang sempit dan sangat padat.
"Jalan ini sempit, rusak, dan sangat padat. Pergerakan tetap melambat, bahkan setelah Program Pangan Dunia memperbaiki jalan tersebut. Penyeberangan tambahan dan rute internal diperlukan untuk memperluas pengumpulan dan respons," kata Haq.
Operasi militer
Axios mengutip seorang pejabat AS yang mengatakan bahwa Hamas diberitahu pada hari Rabu melalui perantara bahwa mereka harus memindahkan anggotanya dalam waktu 24 jam dari wilayah yang dikuasai tentara Israel yang terletak di belakang garis kuning di Jalur Gaza.
Sumber itu menambahkan bahwa tenggat waktu telah berakhir pada hari Kamis pukul 20.00, dan tentara Israel akan memulai operasi terhadap sasaran Hamas di wilayah yang berada di bawah kendalinya.
Garis kuning membagi Gaza menjadi dua bagian: bagian barat, wilayah yang dikuasai Hamas dan dihuni lebih dari dua juta orang, dan wilayah timur garis kuning, yang masih berada di bawah kendali tentara Israel dan hanya dihuni beberapa ribu penduduk.
Di Washington, seorang pejabat AS mengungkapkan kepada Aljazirah bahwa Kepala Staf Gabungan, Jenderal Dan Keane, yang akan tiba di Israel, akan mengunjungi pusat koordinasi Gaza.
Ia menambahkan, Kepala Staf akan bertemu dengan pejabat di Israel untuk membahas situasi di Gaza. Pejabat AS mengatakan kepada Aljazirah bahwa pertemuan Kepala Staf akan fokus pada konsolidasi gencatan senjata, membangun stabilitas, dan proses transisi di Gaza.
Perjanjian gencatan senjata tersebut, menurut rencana Presiden AS Donald Trump, mengakhiri perang genosida Israel selama dua tahun di Gaza yang dimulai pada 7 Oktober 2023, dengan dukungan Washington.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
