Petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung menyemprotkan cairan disinfektan di salah satu sel Lapas Perempuan Bandung, Jalan Pacuan Kuda, Kota Bandung, Senin (23/3). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Nasional

Cegah Korona, Dewan Usulkan Presiden Beri Grasi Selektif

Kondisi lapas yang kelebihan kapasitas berbahaya bila penghuninya diserang virus korona

JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai, kapasitas berlebih di sejumlah lembaga permasyarakatan (lapas) di Indonesia berpotensi menyebabkan tersebarnya virus korona atau Covid-19 di lingkungan lapas menjadi tidak terkendali. Dia mengusulkan agar Presiden Jokowi mempertimbangkan pemberian amnesti umum atau grasi secara selektif terhadap narapidana (napi) kasus tertentu.

"Yang antara lain bisa dipertimbangkan untuk mendapat amnesti umum atau grasi adalah napi yang statusnya hanya penyalah guna narkoba murni dan napi tindak pidana yang tidak masuk kejahatan berat serta sifatnya personal," kata Arsul dalam keterangan tertulisnya, Ahad (29/3).

Berdasarkan data Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), separuh dari total napi yang menghuni lapas di seluruh Indonesia saat ini merupakan napi kasus narkoba. Jika grasi atau amnesti diberikan kepada napi penyalah guna murni narkoba, akan mengurangi beban over kapasitas lapas yang cukup signifikan.

 

 

Amnesti umum atau grasi ini hanya untuk napi penyalah guna murni narkoba, bukan untuk pengedar, apalagi bandar.

 

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani 
 

Arsul menambahkan, Pasal 127 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengamanatkan penyalah guna narkoba nonpengedar dan bandar itu untuk direhabilitasi. Namun, selama ini penegak hukum tetap memproses hukum penjara sama seperti pengedar dan bandar. Alasannya menggunakan Pasal 111 sd 114 UU Narkotika, yakni karena ada unsur memiliki.

"Untuk memungkinkan Presiden memberikan amnesti atau grasi ini, menkumham perlu menyiapkan data dan kajian tentang napi-napi mana yang pantas mendapatkannya," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR lainnya, Aboe Bakar Alhabsyi, juga menyoroti kelebihan kapasitas sejumlah lapas yang ada di Indonesia. Aboe mengimbau Kemenkumham segera mengambil langkah cepat untuk menata lapas agar siap menghadapi pesebaran Covid-19.

"Seperti yang terjadi di dapil saya, ada Lapas Teluk Dalam. Kapasitasnya hanya mampu menampung 366 orang. Namun, kenyataannya saat ini dihuni lebih dari 2.600 orang warga binaan. Kondisi serupa juga terjadi di Jakarta. Kapasitas ideal Lapas Cipinang 850 orang. Namun, saat ini mengalami kelebihan kapasitas tampung hingga 3.955 warga binaan," ujar Aboe.

Menurut dia, dengan kepadatan seperti itu akan sangat rentan dalam penyebaran korona. Tentunya Kemenkumham perlu memikirkan langkah antisipatif. Langkah selanjutnya, politikus PKS itu menilai, seluruh kompleks lapas perlu disemprotkan disinfektan dan mengatur pola hidup sehat untuk semua penghuni lapas. Ini adalah bagian dari langkah pencegahan penyebaran korona dalam lapas.

Selanjutnya, lanjut Aboe, petugas dan penghuni lapas secara berkala perlu dicek suhu tubuhnya. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan mereka dalam kondisi sehat dan tidak demam tinggi, tidak pula menunjukkan gejala lain dari korona.

"Keempat, para sipir dan petugas perlu mendapatkan alat pelindung diri, seperti masker dan hand sanitizer untuk memberikan perlindungan kepada mereka," kata ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu.

 

RUU Pemasyarakatan

photo
Warga binaan menyelesaikan pembuatan masker berbahan kain perca di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIB, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (23/3/2020). - (ANTARA FOTO)

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta agar pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan dapat dipercepat untuk mengantisipasi mewabahnya Covid-19 di lapas. ?Kondisi lapas yang overkapasita sangat berpotensi menciptakan penularan Covid-19 antarwarga binaan,? kata Sahroni.

Karena itu, dirinya meminta Kemenkumham untuk duduk bersama DPR mempercepat proses pembahasan RUU Pemasyarakatan untuk kemudian disahkan menjadi undang-undang (UU). Menurut dia, kapasitas berlebih adalah persoalan klasik yang terjadi hampir di seluruh lapas di Indonesia.

 
Warga binaan adalah manusia yang sama dengan kita yang memiliki hak asasi yang paling esensial, yakni hak untuk hidup.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni 
 

Langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk jangka pendek, menurut Sahroni, adalah dengan mencabut PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP itu, menurut dia, selama ini telah memasung hak-hak warga binaan atau terpidana.

 

"Pemasungan itu kemudian menciptakan banyak masalah di lapas, mulai dari persoalan kelebihan kapasitas, pembinaan, fasilitas, hingga pendanaan," ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat