Iqtishodia
Menciptakan Daya Saing SDM Berkelanjutan
Disrupsi digital telah mendorong perubahan tren pekerjaan
OLEH Prof.Dr. Musa Hubeis (Guru Besar Departemen Manajemen FEM IPB University)
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai kebijakan yang harus diutamakan. Dalam hal ini, bekal pengetahuan dan keterampilan seperti riset inovatif berkelanjutan yang menggandeng stakeholder perlu diaplikasikan untuk memajukan bangsa di berbagai sektor dan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui peningkatkan sarana prasarana di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) oleh pemerintah.
Hal lainnya, saat ini di Indonesia sedang dilakukan transformasi digital (TD) di perusahaan/organisasi dengan aplikasi (platform) yang mampu menggantikan banyak prosedur manual melalui fitur terotomatisasi, sehingga dapat melakukan kebutuhannya dengan cepat dan efisien.
McKinsey dalam surveinya, menyatakan 70 persen responden setuju tantangan mengimplementasikan TD adalah mengelola aplikasi berjalan baik dan terhindar dari masalah downtime. Dalam menjawab tantangan tersebut, perusahaan/organisasi memerlukan solusi mengelola seluruh aplikasi yang dimiliki dengan solusi observability yang menyediakan visibilitas menyeluruh dan real time untuk mempermudah perusahaan/organisasi mengelola aplikasi dan infrastruktur teknologi informasi (TI), yaitu mencegah insiden, meningkatkan kinerja aplikasi, dan meningkatkan efisiensi operasi TI.
Pada konteks TD di perusahaan/organisasi terdapat dua hal penting, yaitu aplikasi modernisasi yang terkait pengembangan secara cepat dan lincah serta TD yang membutuhkan modernisasi infrastruktur (mempercepat) yang berhubungan dengan platform modernisasi dan aplikasi modernisasi secara parsial maupun simultan. Hal ini diikuti database, logging, monitoring, artificial intelligence (AI), machine learning, dan data analytic pipeline.
Kondisi tersebut menunjukkan pentingnya pengelolaan sumber daya manusia (SDM) perusahaan/grganisasi fokus pada pengembangan kompetensi dan adaptasi digital. Pengimplementasian human capital management (HCM) menjadi hal pokok untuk mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan/organisasi, terutama pengembangan kompetensi teknis, serta pengembangan kepemimpinan dan literasi digital pada kaum milenial.
Sumber daya manusia (SDM) dikelola dengan strategi human capital seperti build the leaders, build the work environment, dan build the organization dalam mendukung pencapaian kerja operasi maupun finansial. Dalam operasinya, dilakukan optimalisasi yang fokus pada peningkatan produktivitas, mutu kinerja, dan efisiensi, yang pada gilirannya memiliki keunggulan kompetitif, adaptif dan berkelanjutan.
Selain itu, dalam menjalankan peran dan fungsinya di masing-masing unit kerja, disediakan fasilitas mengasah pengetahuan, kompetensi, dan inovasi melalui rangkaian program capacity development melalui experiential learning, coaching atau mentoring, dan program in-class training.
Pengelolaan SDM
Dalam pengelolaan SDM saat ini, perusahaan/organisasi memiliki knowledge management yang hampir seluruhannya menggunakan teknologi digital, misal i-Know, X Talk, dan Knowledge. Salah satu tolok ukur daya saing SDM suatu negara adalah Human Capital Index (HCI) atau Indeks Modal Manusia (IMM). Pada 2020, Indonesia mencatatkan skor IMM 0.54, sehingga Indonesia pada peringkat ke-96 dari 174
negara.
Komponen perhitungan IMM tersebut menghadapi tantangan besar dari bidang kesehatan dan pendidikan, di samping peningkatan daya saing bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta inovasi dan sektor pendidikan terkait mutu pendidikan dan partisipasi pendidikan anak usia dini yang rendah (nilai PISA 2018 sebesar 382 dan nantinya setara negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD), serta distribusi guru tidak merata.
Untuk atasi masalah pembangunan tersebut, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 sebagai Transformasi Sosial (TS) yang akan menjadi acuan seluruh penyusun kebijakan, termasuk calon kepala negara dan kepala daerah di masa mendatang, yaitu mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 sebagai Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan yang mampu meningkatkan daya saing SDM.
Peningkatan dilakukan secara transformatif untuk membangun manusia sehat, cerdas, dan terpelajar, serta produktif dan berdaya saing dengan pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan, penguatan etos kerja, penguasaan iptek dan inovasi melalui peningkatan anggaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (iptekin) nasional menuju komersialisasi-industri dengan target masuk 30 besar peringkat teratas Global Innovation Index (GII). Di sisi lain, upaya pembangunan selalu dihadapkan pada situasi tidak menentu/dikenal sebagai VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity).
Oleh karena itu, perencanaan pembangunan perlu menimbang tantangan yang mungkin muncul dan harus dihadapi, seperti kependudukan (perubahan struktur dan mobilitas), transisi demografi pada 2030, tata kelola (efektivitas desentralisasi, competing priorities, dan mempertahankan momentum pembangunan), dan dinamika global seperti perubahan iklim, perdagangan internasional, perubahan geopolitik dan geoekonomi, serta iptek.
Nonaka and Takeuchi SECI Model
Model ini terdiri atas Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge.Tacit Knowledge adalah pengetahuan yang ada di dalam otak/pikiran seseorang menurut pemahaman, keahlian dan pengalaman sendiri. Pengetahuan ini tidak terstruktur, sulit didefinisikan dan dituangkan dengan bahasa formal dan isinya mencakup pemahaman pribadi. Pengetahuan ini umumnya belum terdokumentasi, karena masih ada pada keahlian atau pengalaman seseorang, sehingga tersimpan di pikiran masing-masing.
Explicit Knowledge adalah pengetahuan yang telah dikumpulkan, serta diterjemahkan dan dituangkan ke dalam suatu bentuk dokumentasi, sehingga lebih mudah dipahami dan disebarluaskan ke orang lain. Pengetahuan ini bersifat formal, sistematis dan mudah dibagikan ke orang lain dalam bentuk dokumentasi, karena umumnya merupakan pengetahuan teori yang memudahkan para ahli untuk membagi pengetahuannya kepada orang lain melalui buku, artikel dan jurnal tanpa harus bertemu langsung untuk memberi tahu orang tersebut.
Dalam proses sharing knowledge ada beberapa bentuk, yaitu salah satunya menurut Nonaka dan Takeuchi, ada empat mode dalam konversi knowledge. Model yang dimaksud adalah SECI model, yaitu Socialization, Externalization, Combination, dan Internationalization.
Model tersebut dapat dilihat dan ditiru dari pembentukan daya saing SDM dalam perusahaan/organisasi di Jepang, yaitu:
a. Honda mengadakan brainstorming camps, di mana semua karyawan murni berdiskusi di luar tempat kerja, dengan tanpa memandang kualifikasi khusus. Diskusi ini bertujuan mengatasi masalah, mengembangkan produk baru maupun meningkatkan kinerja institusi, terutama sharing knowledge antara karyawan secara informal yang disebut mode socialization.
b. Canon memutuskan mendesain produk mini cooper terbaru, tetapi dengan konsep berbeda, yaitu dengan harga lebih murah. Untuk itu, semua anggota project memikirkan bahan apa yang dapat digunakan, tetapi tidak dengan harga tinggi. Saat sedang brainstorming, tiba-tiba salah satu anggota terinsipirasi saat melihat sesuatu berbahan sama dan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mini cooper yang dicari. Setelah mendapat inspirasi, langsung dicatat dan dijadikan konsep. Hal ini merupakan tahap externalization, yaitu suatu pemahaman dan dapat dijadikan sebuah dokumentasi.
c. Kraft General Foods merencanakan pengembangan sistem Point of Sales (POS) yang mampu mencatat penjualan, tetapi juga informasi mengenai pembeli. Informasi ini nantinya akan digunakan untuk membuat model baru penjualan dengan mengombinasi produk dan jasa dan lainnya. Dengan adanya POS yang mengumpulkan dan menganalisis informasi, serta membantu marketing dalam membuat program strategi marketing. Ini contoh tahapan combination, di mana sesama informasi formal yang terdokumentasi dikembangkan atau digunakan untuk menjadi informasi baru.
d. General Electrics mengembangkan sistem untuk mendokumentasi semua komplain dan pertanyaan dari pelanggan di database, sehingga dapat diakses oleh semua karyawan. Pada tahap ini terjadi mode internationalization, yaitu mode ini menjadi sumber dari dokumentasi sebagai pengetahuan baru individu-individu dalam menambah pengalamannya dalam mengatasi permasalahan dan menjawab pertanyaan pelanggan.
Pola kerja telah berubah signifikan di seluruh dunia selama 30 tahun terakhir melalui revolusi digital (revolusi industri 4.0). Untuk itu, pengembangan digitalisasi menjadi keharusan mempersiapkan second wave disruption. Disrupsi digital mendorong perubahan tren pekerjaan, maka perlu percepatan mencetak daya saing SDM dengan literasi digital, agar bisnis bisa beradaptasi.
Untuk menjawab tantangan yang dikemukakan, maka diperlukan Kemampuan 5W dan 1H: Siapa, Apa, Kapan, Di mana, Mengapa, dan Bagaimana menghasilkan ide beragam. Tentunya kapasitasnya perlu disiapkan dan ditingkatkan untuk meningkatkan daya saing bangsa dan mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 melalui milenial sebagai agent of change berkarakter: visi jernih dan kegigihan mencapai target (berjiwa wirausaha dan kolaboratif); bersikap kritis dan analitis (inovatif); ide segar dan pemikiran kreatif berisi pengetahuan alias melek teknologi-inovasi (digital minded).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.