ilustrasi logo halal. | Tahta Aidilla/Republika

Iqtishodia

Menakar Potensi Pasar Ekspor Produk Halal 

Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekspor produk halal ke pasar dunia.

OLEH Sri Mulatsih (Peneliti CIBEST dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi), Laily Dwi Arsyianti (Direktur CIBEST dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Syariah)


Ekspor merupakan aktivitas yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia.  Pada tahun 2023, ekspor non migas menyumbang 17,11 persen PDB Indonesia, termasuk di dalamnya ekspor produk berlabel halal. 

Kontribusi ekspor produk yang terkait dengan label halal untuk konsumen Muslim (yaitu makanan-minuman, fesyen, obat-obatan dan kosmetik) sebesar 72,4 persen dari total ekspor non-migas atau setara 13,08 miliar dolar AS. Nilai tersebut masih relatif kecil dibandingkan konsumsi umat Muslim dunia yang mencapai 2.000 miliar dolar AS berdasarkan data State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan peran Indonesia di pasar produk halal global. 

Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan ekspor produk halal ke pasar dunia, mengingat Indonesia telah dikenal sebagai negara yang memiliki ekosistem halal kuat. Hal ini dibuktikan oleh penilaian Global Islamic Economy Indicator (GIEI) terhadap 81 negara di dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2023, GIEI Indonesia berada pada peringkat ke-3 setelah Malaysia dan Saudi Arabia, mengalahkan UEA (united emirat Arab). Capaian tersebut meningkatkan kepercayaan negara mitra dagang untuk mengimpor produk halal dari Indonesia.  

Negara tujuan ekspor produk halal tidak terbatas pada negara-negara yang tergabung dalam OKI (Organisasi Kerjasama Islam), atau negara yang mayoritas penduduknya muslim, tetapi seluruh negara di dunia yang memiliki penduduk Muslim. Menurut timesprayer.com, proporsi penduduk Muslim per 20 April 2024, mencapai sekitar 25 persen dari populasi penduduk dunia yang jumlahnya 8,1 miliar atau sekitar 2,03 miliar.

photo
Warga mengikuti kegiatan bimbingan teknis sertifikasi halal di RPTRA Asoka, Jakarta, Senin (18/9/2023). - (Republika/Thoudy Badai)

Pertumbuhan umat Muslim dunia juga paling cepat dibandingkan dengan pertumbuhan umat agama lainnya, terutama di Eropa dan Amerika Serikat (Mohamed, 2018). Pertumbuhan umat Muslim ini berasal dari fertilitas masyarakat Muslim, migrasi serta perpindahan agama dari non-Islam ke Islam. 

Orang Muslim tersebar di hampir seluruh negara di dunia (Desilver, 2017).  Diperkirakan di seluruh 134 negara di dunia, memiliki penduduk Muslim paling sedikit 1 persen (Muslim, 2018). Pada tahun 2050, diperkirakan populasi Muslim dunia mencapai 2,8 miliar.  Jumlah tersebut merupakan pasar potensial untuk produk ekspor berlabel halal.   

Penyebab peningkatan potensi pasar produk halal lainnya adalah meningkatnya taraf pendidikan dan pendapatan masyarakat Muslim, serta bonus demograsi di negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim.  Populasi penduduk usia muda relatif tinggi. 

Kelompok usia muda cenderung punya daya beli lebih tinggi serta memiliki selera yang lebih beragam dibandingkan dengan generasi tua.  Kelompok usia muda ini membuka pangsa pasar baru bagi produk-produk yang diperlukan untuk memenuhi selera dan gaya hidup, dengan tetap menjaga religiusitasnya.

Fenomena ketertarikan masyarakat non-Muslim terhadap produk halal, juga semakin memperluas pasar produk halal.  Bagi non-Muslim tidak ada larangan untuk mengonsumsi produk halal. Bahkan sebaliknya mereka percaya bahwa produk yang halal dan baik (halalan thayiban) lebih menyehatkan bagi konsumen. 

Apalagi jika definisi halal lebih diperluas. Tidak hanya materinya saja, tetapi juga prosesnya dari mulai pengadaan bahan baku, proses produksi, hingga distribusi sampai ke tangan konsumen, semua dilakukan secara halal. Pada produk daging sapi, misalnya, sapi dipelihara secara organik (tanpa feed additive yang membahayakan kesehatan) dengan menerapkan animal welfare

Ketika dipotong secara halal, darah keluar semua, sapi tidak stres serta terjaga dari najis, sehingga dihasilkan daging yang berkualitas.  Demikian juga ketika didistribusikan melalui pedagang, menggunakan cara-cara berdagang yang lebih adil. Kelompok non-Muslim pecinta produk halal tersebut, jumlahnya semakin bertambah, dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan keadilan.      

photo
Pelaku usaha mengajukan permohonan serfikasi halal dalam festival syariah di atrium Bencollen Indah Mall Kota Bengkulu, Bengkulu, Sabtu (01/7/2023). - (ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi)

Tidak hanya Indonesia, negara-negara lain juga berusaha memanfaatkan peluang potensi pasar produk halal yang sangat besar.  Beberapa negara yang tidak memiliki lembaga sertifikat halal, melakukan kerja sama dengan lembaga sertifikasi halal yang ada di Indonesia. 

Salah satu lembaga tersebut adalah American Halal Foundation (AHF) dan US halal chamber of commerce’s of Islamic Society of the Washington Area (ISWA) Halal Sertification Departemen yang telah terakreditasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Indonesia.  Indonesia juga telah menandatangani kerja sama jaminan produk halal dengan negara Chile, Argentina, Hungaria, dan Belarus.  

Upaya yang dilakukan oleh beberapa negara agar dapat memberikan label halal pada produk yang mereka hasilkan, merupakan ancaman sekaligus peluang bagi perdagangan luar negeri Indonesia.  Bagi produk akhir yang langsung dikonsumsi oleh konsumen, maka label halal yang dikeluarkan negara eksportir lain menjadi pesaing bagi produk halal ekspor yang dihasilkan Indonesia, seperti produk kosmetik yang merupakan produk akhir, langsung dikonsumsi konsumen. 

Nilai pasar produk kosmetik halal cukup besar. Pada tahun 2022, nilainya sebesar 84 miliar dolar AS, meningkat 14,3 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Produk kosmetik halal Indonesia menghadapi pesaing dari produsen Korea dan Singapura yang telah memberi label halal.  

Akan tetapi untuk produk setengah jadi, label halal justru membantu rantai pasok input produksi untuk menghasilkan produk halal.  Banyak produk halal yang diproduksi di Indonesia, menggunakan bahan baku impor. 

Adanya label halal pada produk impor bahan baku, justru memudahkan produsen Indonesia untuk memastikan seluruh proses produksi menggunakan bahan baku yang ke-halal-annya jelas. Seperti kasus yang pernah terjadi pada produsen karagenan di Sidoarjo, yang menggunakan bahan setengah jadi impor.

Pada kemasan produk impor tersebut tidak ada label halal, sementara pada bahan bakunya tercantum “animal protein”.  Karena dicurigai “animal protein” berasal dari binatang yang diharamkan, maka proses pengeluaran barang dari beacukai menjadi lama.  Tentu saja permasalahan ini akan merugikan produsen karagenan karena proses produksi menjadi terhambat.

Untuk mengurangi persaingan pasar pada produk akhir halal, Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan kerjasama perdagangan, baik bilateral maupun multilateral, terutama dengan negara yang memiliki populasi penduduk muslim besar serta negara-negara anggota OKI.  Seperti kerja sama perdagangan Indonesia dengan Uni Emirat Arab yang telah dibuka pada pertengan tahun 2023. Produk akhir halal diprioritaskan untuk menjadi komoditas yang dikerjasamakan. 

Hasil penelitian Muchtar et al (2024), dan Baharom et al (2023) kerja sama perdagangan dapat meningkatkan ekspor produk makanan dan minuman halal ke negara-negara anggota OKI. Muchtar et al (2024) menemukan peningkatnnya bisa sebesar 68 persen. 

Dengan semakin meluasnya pasar ekspor produk halal yang bisa diakses oleh Indonesia, maka dapat meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan tentu saja keberkahan.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat