Petani memanen tanaman padi secara tradisional di persawahan kawasan Minggir, Sleman, Yogyakarta, Selasa (5/12/2023). | Republika/Wihdan Hidayat

Iqtishodia

Akankah Indonesia Kehilangan Petaninya di Masa Depan?

Profesi sebagai petani banyak ditinggalkan oleh kaum muda karena mereka lebih memilih bekerja pada sektor jasa dan manufaktur

OLEH Wiwiek Rindayati (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB), Gerhana (Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Pertanian IPB) 


Terjadinya krisis regenerasi petani muda di Indonesia merupakan permasalahan yang serius. Akankah Indonesia yang mendapat julukan sebagai negeri “zamrud khatulistiwa” ini akan kehilangan petaninya pada masa depan? Bagaimana hal ini bisa terjadi dan strategi apa yang harus ditempuh demi estafet regenerasi SDM sektor pertanian berjalan menuju pada terwujudnya pembangunan pertanian berkelanjutan dan berdaya saing?  

Indonesia sebagai negara agraris dengan kekayaan SDA berlimpah punya konsekuensi untuk menjadikan sektor pertanian menjadi sektor yang tangguh, maju, berdaya saing, dan berkelanjutan. Sektor pertanian punya peran penting terhadap perekonomian Indonesia, peran tersebut, di antaranya berkontribusi pada penyedia pasokan pangan nasional, bahan baku industri, sumber cadangan devisa negara, penyedia lapangan kerja, dan masih banyak lagi.

Sektor pertanian tahun 2022 berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 11,8 persen, masuk dalam empat besar pada perekonomian Indonesia. Dalam penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sebesar 28,6 persen dari total tenaga kerja Indonesia sebanyak 38,7 juta penduduk yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian.

Tingginya tenaga kerja di sektor pertanian karena sektor ini menjadi tempat terakhir bagi para pencari kerja yang tidak bisa ditampung di sektor-sektor lain. Peran sebagai tempat penampungan terakhir membuat kualitas dan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian rendah, rata-rata memiliki tingkat pendidikan rendah sebesar 74,07 persen berpendidikan SD ke bawah, 15,58 persen berpendidikan SLP, sebesar 9,54 persen berpendidikan SLA, dan hanya sebesar 0,81 persen atau sebanyak 0,28 juta orang berpendidikan perguruan tinggi, dan sebanyak 88 persen merupakan pekerja di sektor informal.

photo
Petani membawa hasil panen padi di persawahan kawasan Minggir, Sleman, Yogyakarta, Selasa (5/12/2023). - (Republika/Wihdan Hidayat)

SDM pertanian mempunyai peran penting dalam membangun sektor pertanian berkelanjutan. Rencana Strategis Kementerian Pertanian memfokuskan pembangunan pertanian melalui konsep pembangunan pertanian berkelanjutan. Paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan pada hakikatnya adalah sistem pembangunan melalui pengelolaan seluruh sumber daya (SDA, SDM, kelembagaan, dan teknologi) secara optimal untuk menjaga agar suatu upaya terus berlangsung dan tidak mengalami kemerosotan maupun terjadinya stagnasi.

Tersedianya SDM yang berkualitas, produktif, inovatif, berdaya saing, dan berkomitmen tinggi dalam sektor pertanian menjadi kunci tercapainya pembangunan pertanian berkelanjutan. Dalam tata kelola pengembangan SDM pada sektor pertanian, muncul permasalahan serius, yaitu terjadinya pergeseran struktur demografis tenaga kerja yang ditandai dengan semakin berkurangnya jumlah petani muda dari tahun ke tahun dan semakin meningkatnya jumlah petani berusia tua. Ini membuat profil petani di Indonesia lebih didominasi oleh petani berusia tua dan timbul kelangkaan petani muda.

Dari data Sensus Pertanian selama tiga dekade, yaitu dari tahun 1993 sampai 2003, 2003 sampai 2013, dan 2013 sampai 2023 menunjukkan adanya pergeseran, baik secara absolut maupun relatif. Jumlah petani berusia muda mengalami penurunan yang cukup signifikan, sementara petani berumur tua mengalami peningkatan.

Data jumlah petani berdasarkan kelompok umur dari data sensus pertanian tahun 2023 tahap 1 menunjukkan hanya ada sebesar 6,18 juta petani muda atau sebesar 21,9 persen dari total petani di Indonesia, sisanya sekitar 88 persen masuk pada kategori petani tua.

photo
Jumlah pelaku pertanian berdasarkan Sensus Pertanian 2023. - (BPS)

Turunnya jumlah petani muda pada sektor pertanian yang biasa disebut dengan “fenomena aging farmer” dipicu oleh rendahnya minat pemuda bekerja di sektor pertanian. Profesi sebagai petani banyak ditinggalkan oleh kaum muda karena mereka lebih memilih bekerja pada sektor jasa dan manufaktur yang menurut mereka lebih memberikan masa depan.

Kondisi ini sebenarnya merupakan suatu kewajaran, berdasarkan teori Lewis dalam teori Transformasi  Struktural dimana akan terjadi peralihan tenaga kerja dari sektor primer (pertanian) ke sektor sekunder dan tersier (manufaktur dan jasa). Fenomena aging farmer sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Perubahan struktural demografi ketenagakerjaan sektor pertanian juga terjadi di negara-negara belahan dunia di Benua Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika baik di negara maju maupun negara berkembang (Susilowati, 2016).

Hal tersebut menunjukkan bahwa menurunnya minat tenaga kerja pertanian sudah menjadi fenomena umum yang perlu mendapat perhatian secara serius dari pengambil kebijakan dalam rangka menyelamatkan sektor pertanian.
Krisis fenomena aging farmer sektor pertanian memiliki konsekuensi terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian.

Proses regenerasi yang stagnan akan mengancam keberlanjutan masa depan dari pertanian Indonesia, negara dengan SDA yang berlimpah, jumlah penduduk yang besar dengan potensi pasar yang kuat. Sungguh ironis apabila Indonesia sebagai negara agraris, tapi penduduk  generasi mudanya tidak ada yang mau menjadi petani, tidak ada yang tertarik berkerja di sektor pertanian.

photo
Petani milenial, Edwin (36) memeriksa kondisi tanaman sayur hidroponik di Gubuk Hydro, Sleman, Yogyakarta, Rabu (6/12/2023). - (Republika/Wihdan Hidayat)

Di tengah problem krisis pangan global, Indonesia punya posisi strategis untuk bisa membuktikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia bisa menjadi salah satu sumber pasokan pangan dunia. Regenerasi merupakan kata kunci dari keberlanjutan. Untuk itu, peran dan kiprah generasi muda dalam memajukan pertanian menjadi syarat keharusan.

Pemuda adalah sosok individu yang berusia produktif apabila dilihat secara fisik dan psikis sedang mengalami perkembangan. Pemuda pada umumnya mempunyai karakter spesifik yang dinamis, optimis, dan berpikiran maju. Pemuda merupakan SDM pembangunan baik saat ini maupun masa akan datang. 

Generasi muda merupakan penerus perjuangan generasi sebelumnya sehingga apabila tidak ada generasi muda, perjuangan generasi sebelumnya menjadi sia-sia dan akan stagnan. Bahkan begitu penting dan besarnya peran generasi muda, presiden pertama Indonesia Ir Sukarno dalam pidatonya pernah mengatakan “Beri aku 10 pemuda untuk mengguncang dunia."

Indonesia mempunyai penduduk yang struktur umurnya dengan proporsi besar pada proporsi usia produktif pada umur muda, hal ini tentunya akan menjadi sumber kekuatan untuk melakukan regenerasi tenaga kerja sektor pertanian yang sedang mengalami krisis cukup serius. 

Untuk bisa memberikan solusi, tentunya harus mengetahui akar permasalahannya, supaya bisa memberikan saran kebijakan yang tepat memberi solusi yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil penelusuran dari beberapa sumber penelitian dan fakta di lapangan menyebutkan bahwa faktor penyebab menurunnya minat tenaga kerja muda di sektor pertanian, di antaranya  citra sektor pertanian yang kurang bergengsi, berisiko tinggi, dan kurang memberikan jaminan kesejahteraan.

Faktor lainnya adalah tingkat stabilitas dan kontinyuitas pendapatan, rata-rata penguasaan lahan sempit, diversifikasi usaha nonpertanian dan industri pertanian di desa kurang/tidak berkembang, suksesi pengelolaan usaha tani rendah, belum ada kebijakan insentif khusus untuk petani muda/pemula, dan berubahnya cara pandang pemuda di era postmodern.

Ada beberapa strategi yang disarankan sebagai alternatif solusi yang bisa dilakukan berdasarkan skala prioritas kebutuhan dan ketersediaan sumber daya. Hal yang penting dan mendasar untuk dilakukan salah satunya adalah merubah minset pola pikir generasi muda terhadap pertanian.

Generasi muda diharapkan punya pandangan positif terhadap pertanian melalui propaganda dan sosialisasi sejak dini. Ada istilah “ tak kenal maka tak sayang”. Dengan mengenal lebih dekat dengan pertanian, diharapkan mereka akan mencintai pertanian, kagum terhadap pertanian dan citra pertanian kotor, miskin akan tergantikan dengan citra yang bagus dan menyenangkan. Sosialisasi dan propaganda bisa dilakukan lewat jalur formal melalui kurikulum pendidikan, media informasi, maupun media sosial lain.

photo
Jumlah petani milenial per tahun 2023 - (BPS)

Solusi kedua adalah dengan mempermudah akses pendidikan bagi generasi muda dengan mendorong, memberi kesempatan, dan memfasilitasi untuk bisa belajar banyak khususnya untuk prioritas bidang pertanian, memperdalam dan menekuni iptek bidang pertanian melalui jalur beasiswa afirmasi maupun lewat pendanaan riset. Program dilakukan dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat perguruan tinggi, bahkan sampai program doktor yang ditujukan kepada anak-anak cerdas berbakat dan punya kecintaan kepada pertanian, yang mempunyai hubungan emosional dengan pertanian dan perdesaan.

Sumber beasiswa maupun pendanaan riset bisa diusahakan dari berbagai sumber pendanaan inovatif baik dari dalam dan luar negeri, pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun lembaga swasta. Harapan dari program ini adalah anak-anak cerdas berbakat yang punya keterbatasan finansial dan informasi bisa akses kepada lembaga sumber pendanaan dan lembaga riset, lembaga pendidikan. Sosialisasi dan kolaborasi antarlembaga perlu dilakukan secara terbuka, transparan, dan berkesinambungan. Diharapkan dari program ini bisa menemukan mutiara-mutiara terpendam di dalam lumpur untuk bisa diasah menjadi batu permata sehingga program bisa menjaring anak-anak cerdas berbakat di seluruh pelosok negeri yang punya keterbatasan finansial dan informasi menjadi SDM unggul yang berkomitmen membangun pertanian.

Output dari program adalah generasi muda yang menguasai iptek bidang pertanian berkomitmen dan konsisten mengembangkan inovasi-inovasi dan teknologi baru bidang pertanian sehingga sektor pertanian akan tumbuh menjadi sektor yang modern, produktif, efisien, menghasilkan nilai tambah yang tinggi. 

Solusi ketiga memfasilitasi generasi muda untuk mengaplikasikan langsung bisnis/usaha bidang pertanian. Program ini dijalankan secara kolaborasi antarlembaga yang berkaitan dan saling mendukung yaitu lembaga pembinaan teknis, ekonomi, pendanaan, pendidikan dan pelatihan, lembaga riset serta lembaga lain yang berkaitan.

Tujuan dari program itu adalah tumbuhnya unit-unit bisnis generasi muda dalam bidang pertanian yang terintegrasi dengan bidang lain yang menerapkan inovasi dan teknologi baru dengan mengadopsi teknologi digital.

Pengembangan smart farming merupakan salah satu program yang dijalankan para petani muda. Smart farming merupakan sistem pertanian teritegrasi dan berbasis teknologi digital yang diciptakan untuk merperbaiki proses produksi, meningkatkan efisiensi, dan keberlanjutan dalam produksi serta meminimalkan dampak negatif produksi terhadap lingkungan.

Smart farming menggabungkan berbagai teknologi seperti internet of thing (IoT), sensor, robotika, dan analitik data untuk memantau dan mengontrol lingkungan pertanian. Dalam sistem smart farming, petani dapat mengambil keputusan lebih cerdas berdasarkan data yang diperoleh dari sensor dan perangkat lunak pengelolaan data.

Data dapat membantu petani dalam memantau dan meprediksi kondisi tanaman, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, seperti air, pupuk, dan pestisida serta memperbaiki kinerja produksi secara keseluruhan. Namun, dalam penerapannya masih banyak kendala, di antaranya keterbatasan akses teknologi, keterbatasan infrastruktur, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, biaya yang tinggi, kurangnya dukungan dari pemerintah. 

Sehingga, dalam rangka meningkatkan penerapan smart farming di Indonesia, perlu dilakukan kolaborasi antarlembaga terkait yang terlibat. Optimalisasi pemanfaatan alokasi dana desa dan sumber-sumber pendanaan lain diintegrasikan dengan bisnis-bisnis lain secara integrated farming melalui pengembangan agro industri, desa wisata dan bisnis lain yang menjadi potensi wilayah setempat dengan melibatkan kelembagaan yang ada, seperti BUMDes, karang taruna, KUD, koperasi.

Jumlah petani muda yang menerapkan smart farming masih terbatas, dari data sensus pertanian tahun 2023 tahap 1 baru ada sebesar 2,14 persen dari total petani Indonesia merupakan petani generasi milenial dan generasi Z yang mengembangkan urban farming sebagian besar ada di wilayah Jawa Barat dengan kosentrasi pada pengembangan tanaman pangan dan perkebunan.

Pengembangan smart farming dengan menggunakan teknologi digital akan membuat bisnis dalam bidang pertanian menjadi lebih mudah dijalankan, lebih efisien, cepat berkembang, jangkauan pasar lebih luas. Dengan menjalankan sistem bisnis dengan ekonomi sharing akan bisa berbagi kesempatan, sumber daya input, peluang dan berbagi risiko (memperkecil risiko) sehingga tidak menjadi kendala/ faktor pembatas bagi pelaku pemula yang punya keterbatasan finansial maupun pengalaman.

Pengembangan smart farming diharapkan menjadi jembatan untuk menarik generasi muda menekuni bidang pertanian, karena generasi muda (generasi milenial dan generasi Z) dianggap lebih melek untuk mengadopsi teknologi digital. Dengan demikian, krisis regenerasi petani diharapkan bisa dicegah dan estafet regenerasi SDM sektor pertanian berjalan menuju pada terwujudnya pembangunan pertanian berkelanjutan dan berdaya saing. 

 

 

 

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat