Teknisi difabel, Basuki mengerjakan pembuatan sespan untuk kendaraan warga difabel di Bengkel Sahabat Difabel, Bantul, Yogyakarta, Rabu (1/11/2023). Bengkel Sahabat Difabel yang dikelola oleh Forum Peduli Difabel Bantul (FPDB) mengerjakan perbaikan atau p | Republika/Wihdan Hidayat

Gaya Hidup

Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Perusahaan perlu tahu bahwa difabel memiliki berbagai jenis serta tingkatan.

Penyandang disabilitas atau rekan difabel berhak memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi, sama seperti warga negara Indonesia lainnya. Hal itu telah dijamin dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Pasal 53 Ayat 1 UU tersebut menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib mempekerjakan paling sedikit dua persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai. Sementara, di ayat dua disebutkan, perusahaan swasta wajib mempekerjakan sedikitnya satu persen penyandang disabilitas dari jumlah pekerja.

Bagaimana penerapan dari regulasi tersebut? Sekjen Yayasan Diffable Action Indonesia (YDAI), Isnurul Naeni, berpendapat bahwa implementasi aturan itu sudah berjalan, tapi belum sepenuhnya merata. Belum semua lembaga pemerintah di segala lini dan daerah maupun perusahaan swasta merekrut pekerja difabel. 

photo
Yayasan Diffable Action Indonesia (YDAI) ikut berpartisipasi dalam Parade Momo Asian Para Games 2018. - (Republika/Shelbi Asrianti)

Sejak 2002, Diffable Action mewadahi, mendampingi, dan memberdayakan lebih dari 8.500 rekan difabel di 11 provinsi di Indonesia. Sebelum UU Nomor 8 Tahun 2016 disahkan, Diffable Action turut diundang menjadi salah satu peserta focus group discussion (FGD) untuk membahas perumusan rancangan undang-undang (RUU).

Isnurul Naeni yang lebih akrab disapa Isna berpendapat, kuota minimal dua persen karyawan difabel di pemerintahan dan satu persen untuk perusahaan swasta sebenarnya cukup. Asalkan, dalam pelaksanaannya benar-benar terkondisikan dengan baik. "Jangan sekadar menggugurkan kewajiban, tapi benar-benar menerima difabel menjadi karyawan dan membuat mereka nyaman dalam bekerja dan berkarya," ujar Isna saat dihubungi Republika, Sabtu (2/12/2023).

Untuk menerima sumber daya manusia (SDM) difabel, perusahaan atau lembaga pemerintah memang harus menyiapkan infrastruktur sesuai kebutuhan difabel. Terutama, bagi rekan difabel fisik dan sensorik, seperti difabel daksa (tubuh/motorik), difabel netra, dan difabel rungu. 

photo
Yayasan Diffable Action Indonesia (YDAI) ikut berpartisipasi dalam Parade Momo Asian Para Games 2018. - (Republika/Shelbi Asrianti)

Misalnya, ketersediaan ramp (bidang miring pengganti tangga-RED), pintu lebih lebar untuk pengguna kursi roda, lift, meja kerja yang disesuaikan, toilet difabel, dan lain-lain. Bagi difabel netra juga perlu pendampingan orientasi mobilitas beberapa hari di awal kerja.

Begitu pun difabel rungu, di mana karyawan lain yang nondifabel perlu berkomunikasi dengan tepat. Misalnya, dengan menepuk terlebih dahulu, berhadapan, baru bicara dengan jelas dan perlahan. Sebab, selain berkomunikasi dengan bahasa isyarat atau tulisan, rekan difabel rungu juga mengandalkan membaca gerak bibir orang lain.

Selain persiapan infrastruktur di kantor, mewujudkan lingkungan kerja inklusif yang tidak mendiskriminasi rekan difabel juga amat penting. Dalam pandangan Isna, untuk saat ini masyarakat sudah inklusif. Dalam artian, penerimaan terhadap rekan difabel cukup baik.

Selama ini YDAI bermitra dengan beberapa perusahaan dan lembaga dalam sejumlah program. Lantas, ketika perusahaan membuka lowongan pekerjaan untuk difabel, YDAI meneruskan informasi rekrutmen itu kepada anggotanya, baik sebagai karyawan magang maupun karyawan kontrak.

 

Isna menyampaikan, perusahaan perlu tahu bahwa difabel memiliki berbagai jenis serta tingkatan. Ada difabel sensorik, difabel daksa, dan difabel intelektual, dengan tingkatan ringan, sedang, hingga berat. Masing-masing memiliki kebutuhan khusus dan tidak bisa disamaratakan. 

"Perusahaan perlu menempatkan karyawan dalam posisi yang tepat, menyesuaikan job desc dengan kemampuan difabel. Selain memberikan fasilitas khusus difabel, juga menginformasikan ke komunitas kerja tentang kondisi rekan difabel," ujar Isna.

Hal lain yang disoroti Isna adalah mengenai pendidikan. Nyatanya tidak semua rekan difabel menempuh studi hingga pendidikan tinggi, serta banyak pula rekan difabel yang menyelesaikan studi dalam usia lebih tua dibanding masyarakat pada umumnya. "Kadang terkendala perusahaan sudah mau menerima, tapi tingkat pendidikannya kurang," kata dia.

Karena itu, YDAI pernah meminta perekrutan karyawan difabel di BUMN untuk menaikkan syarat batas usia. Di sisi lain, YDAI mempersuasi agar rekan difabel yang belum merampungkan pendidikan dasar/menengah untuk segera menempuh penyetaraan pendidikan Kejar Paket A, B, dan C. Bagi yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi, YDAI juga bekerja sama dengan beberapa kampus terkait kuota mahasiswa difabel. 

 

 
Mewujudkan lingkungan kerja inklusif yang tidak mendiskriminasi rekan difabel juga amat penting.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mekanik Difabel Ini Membuat Kendaraan Kustom bagi Penyandang Difabel

Sespan ksutom yang dipesan bisa sesuai dengan keinginan pengguna baik ukuran atau desainnya.

SELENGKAPNYA

Ujian SIM Difabel Satlantas Polres Bantul

27 warga difabel mengikuti ujian SIM D secara kolektif yang diinisiasi oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta.

SELENGKAPNYA

Mengenal Beragam Teknologi yang Hadir untuk Difabel Netra

Teknologi yang semakin canggih banyak digunakan membantu penyandang difabel netra.

SELENGKAPNYA