Petugas mengecek kadar glukosa atau gula darah kepada warga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (12/11/2023). Kegiatan pengecekan gula darah untuk warga secara gratis tersebut dalam rangka jelang peringatan Hari Di | Republika/Putra M. Akbar

Medika

Mengapa Kasus Diabetes Tipe Dua di Indonesia Begitu Cepat Melesat?

Ada sekitar 14 juta orang di Indonesia yang hidup dengan diabetes namun tidak menyadarinya

Kasus diabetes di Indonesia mengalami lonjakan yang cukup tinggi pada periode 2011 hingga 2021. Tak hanya itu, jumlah penderita diabetes yang tak terdiagnosis di Indonesia juga terbilang tinggi.


Mengacu pada data dari International Diabetes Federation (IDF), Indonesia memiliki sekitar lima juta kasus diabetes pada 2000. Jumlah tersebut lalu meningkat menjadi sekitar 7,29 juta pada 2011. "Luar biasanya, pada 2021 menjadi 19,5 juta. Peningkatannya cepat sekali," ujar dokter spesialis penyakit dalam dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr dr Soebagijo Adi Soelistijo SpPD-KEMD FINASIM, dalam edukasi daring Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November.


Masih mengacu pada data IDF, Dr Soebagijo mengungkapkan, ada sekitar 14 juta orang di Indonesia yang hidup dengan diabetes, tapi tidak menyadarinya pada 2021. Artinya, pada tahun tersebut ada sekitar 73,7 persen pasien diabetes yang belum terdiagnosis.

photo
Petugas memperlihatkan hasil kadar glukosa atau gula darah warga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (12/11/2023). Kegiatan pengecekan gula darah untuk warga secara gratis tersebut dalam rangka jelang peringatan Hari Diabetes Sedunia yang jatuh setiap 14 November. - (Republika/Putra M. Akbar)


Dr Soebagijo menambahkan, Indonesia juga tak pernah keluar dari peringkat 10 besar negara dengan jumlah penyandang diabetes terbanyak di dunia. Pada 2021, Indonesia menjadi negara kelima dengan jumlah penyandang diabetes berusia 20-79 tahun terbanyak di dunia.


IDF juga memprediksi, pada 2045, Indonesia masih akan menempati urutan kelima. Mereka mengestimasikan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada saat itu sudah meningkat hampir dua kali lipat menjadi 28,6 juta. "Ini merupakan masalah, sejak 2000 kita tidak pernah keluar dari 10 besar, dalam hal (jumlah) penderita diabetes," ujar Dr Soebagijo.


Bila mengacu pada data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, diabetes di Indonesia cenderung lebih banyak mengenai perempuan dibandingkan laki-laki. Prevalensi diabetes pada perempuan adalah 12,7 persen, sedangkan pada laki-laki sembilan persen.

photo
Warga berswafoto di latar belakang peringatan Hari Diabetes Sedunia saat hari bebas kendaraan bermotor di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (12/11/2023). Kegiatan pengecekan gula darah untuk warga secara gratis tersebut dalam rangka jelang peringatan Hari Diabetes Sedunia yang jatuh setiap 14 November. - (Republika/Putra M. Akbar)


Terkait penyebaran kasusnya, Dr Soebagijo mengungkapkan, prevalensi diabetes di pedesaan sedikit lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi diabetes di pedesaan adalah sebesar 11,2 persen, sedangkan di perkotaan 10,6 persen.


Dari segi usia, kasus diabetes di Indonesia paling banyak ditemukan pada kelompok usia 55-64 dan 65-74 tahun. Kedua kelompok usia tersebut memiliki prevalensi diabetes sebesar 19,6 persen. "Yang memprihatinkan, prevalensi pada usia 35-44 tahun mulai naik," ujar Dr Soebagijo.


Tak hanya itu, kasus prediabetes di Indonesia juga dapat menjadi ancaman tersendiri. Prediabetes merupakan kondisi ketika kadar gula darah sudah di atas normal, tapi belum cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai diabetes tipe dua.


Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi prediabetes di Indonesia mencapai 30,8 persen. Bila tidak diintervensi, prediabetes bisa berkembang menjadi diabetes tipe 2. "Kalau tidak ditangani secara baik, pada anak akan terjadi ledakan diabetes," ujar Dr Soebagijo.


Menurut Dr Soebagijo, ada sejumlah faktor yang membuat prevalensi diabetes terus meningkat di Indonesia. Salah satu di antaranya faktor yang tidak bisa diintervensi, yaitu faktor genetik.


Akan tetapi, pengaruh faktor genetik terhadap kejadian diabetes tidak sebesar faktor lainnya, yaitu faktor gaya hidup. Menurut dia, gaya hidup memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia.


Dari segi pola makan, misalnya, saat ini makanan cepat saji menjadi pilihan menu makanan yang populer. Padahal, makanan cepat saji mengandung kalori yang tinggi sehingga berpotensi memicu kegemukan dan obesitas. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko dari diabetes tipe 2.


Selain itu, Medical News Today mengungkapkan, makanan cepat saji memiliki kandungan lemak trans dan lemak jenuh yang tinggi. Bila dikonsumsi secara berlebihan, kedua jenis lemak ini bisa meningkatkan kadar trigliserida di dalam darah.

Kadar trigliserida yang tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe dua. Contoh gaya hidup lain yang dapat mendorong peningkatan prevalensi diabetes adalah gaya hidup sedentari. Gaya hidup sedentari merupakan gaya hidup yang minim akan aktivitas fisik. "Ini yang kemudian menyebabkan peningkatan diabetes," kata Dr Soebagijo.


Menurut Dr Soebagijo, perubahan gaya hidup merupakan upaya pencegahan primer yang bisa membantu masyarakat terhindar dari diabetes. Beberapa contoh perubahan gaya hidup yang bisa dilakukan adalah menjaga berat badan yang sehat, meningkatkan aktivitas fisik atau kebiasaan berolahraga, menghindari kebiasaan merokok, serta menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang. 

 

 

Gaya hidup memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia. 

DR SOEBAGIJO ADI SULISTIJO, Dokter spesialis penyakit dalam dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). 
 

 

Faktor Kurang Tidur

photo
Tidur sangat berpengaruh pada kesehatan (ilustrasi) - (Unsplash/Gregory Pappas )



Perempuan yang tidur kurang dari tujuh jam per malam memiliki risiko lebih besar untuk mengalami diabetes tipe dua. Dampak ini tampak lebih signifikan pada perempuan yang sudah memasuki masa menopause.


Peningkatan risiko ini bisa terjadi karena kurang tidur, meski hanya 90 menit, bisa meningkatkan resistensi insulin pada perempuan. Resistensi insulin merupakan kondisi ketika sel-sel di dalam tubuh tidak dapat merespons insulin dengan baik.

Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh tubuh untuk meregulasi kadar gula di dalam darah. "Sepanjang masa hidup mereka, perempuan kerap mengalami banyak perubahan kebiasaan tidur karena mengandung, merawat anak, dan menopause," kata ketua tim peneliti dari Columbia University, Prof Marie-Pierre St-Onge, seperti dilansir The Sun pada Rabu (15/11/23).


Menurut studi, tidur kurang dari tujuh jam per malam yang berlangsung selama enam pekan sudah bisa memicu beragam perubahan di dalam tubuh. Perubahan-perubahan inilah yang kemudian meningkatkan risiko diabetes tipe dua pada perempuan.


Resistensi insulin tampak mengalami peningkatan hampir 15 persen pada perempuan yang kurang tidur. Peningkatan resistensi insulin ini melonjak hingga lebih dari 20 persen pada kelompok perempuan pascamenopause.

photo
Petugas kesehatan mengambil sampel darah pelajar saat skrining penyakit tidak menular (PTM) di SMPN 21 Bandung, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Rabu (1/3/2023). Skrining penyakit tidak menular yang diprioritaskan untuk penyakit diabetes melitus, hipertensi dan mata tersebut bertujuan untuk deteksi dini serta pemantauan faktor risiko penyakit tidak menular pada kelompok umur 15-19 tahun. - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)


Temuan ini mengindikasikan bahwa kurang tidur, meski hanya sedikit, dapat memberikan efek yang signifikan terhadap kesehatan. Berkaitan dengan hal ini, National Health Service merekomendasikan agar orang dewasa tidur selama tujuh hingga sembilan jam per malam.


National Health Service juga menyatakan, ada banyak orang dewasa yang hidup dengan diabetes tipe dua namun tidak menyadarinya. Oleh karena itu, penting bagi semua orang untuk mengenali dan mewaspadai beragam gejala diabetes tipe dua.

Dengan mewaspadai gejalanya, diabetes tipe dua bisa didiagnosis dan diterapi lebih awal. Diabetes yang tidak terdeteksi dan terkendali bisa menyebabkan terjadinya kerusakan pada pembuluh darah besar dan kecil di dalam tubuh.

Kerusakan pada pembuluh darah ini bisa berdampak pada rusaknya beragam organ-organ penting. Menurut National Health Service, ada enam gejala awal diabetes yang patut dikenali dan diwaspadai. Berikut ini adalah keenam gejala tersebut:


1. Merasa sangat haus

2. Berkemih lebih sering dari biasanya, terutama saat malam hari

3. Merasa sangat lelah

4. Berat badan dan massa otot menurun

5. Gatal di sekitar area genital, atau infeksi jamur berulang

6. Pandangan buram 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Keajaiban Puasa bagi Penderita Diabetes Tipe Dua

Penyandang diabetes tipe dua yang obesitas bisa memperoleh manfaat yang besar dengan menurunkan berat badan.

SELENGKAPNYA

Menakar Akurasi Deteksi Diabetes Via Suara

Tim mengidentifikasi perbedaan fitur vokal antara pria dan wanita dengan diabetes tipe dua.

SELENGKAPNYA

Kaitan Erat Kesehatan Jantung dan Bahaya Diabetes

Kadar gula darah yang tinggi akan meningkatkan risiko penyakit jantung dua sampai empat kali lipat.

SELENGKAPNYA

Secangkir Teh dan Menurunnya Risiko Diabetes

Teh hijau, mengurangi risiko diabetes sebesar 28 persen dibandingkan dengan peserta yang tidak rutin meminumnya.

SELENGKAPNYA