personil keamanan India berjaga di dekat sebuah masjid di area pos polisi Dayalpur menyusul bentrokan di New Delhi, India, 27 Februari 2020. iman. EPA-EFE / STRINGER | EPA/Stringer

X-Kisah

Tak Ada yang Bisa Hentikan Ibadah Kami

 

Oleh Yeyen Rostiyani

Shalat Jumat tetap digelar usai hari-hari kekerasan yang terjadi pekan ini. Merak tak peduli meski harus shalat di atap masjid yang sempat dibakar dalam kerusuhan di New Delhi.

"Jika mereka membakar masjid kami, kami akan bangun lagi dan tetap shalat. Ini hak kami beragama dan tidak seorang pun yang bisa menghentikan kami untuk melaksanakan ibadah," kata Mohammad Sulaiman, salah satu dari sekitar 180 orang jamaah shalat Jumat kali ini.

Kekerasan antarumat beragama di New Delhi mulai terjadi pada Senin (24/2).

 
Jika mereka membakar masjid kami, kami akan bangun lagi dan tetap shalat. Ini hak kami beragama dan tidak seorang pun yang bisa menghentikan kami untuk melaksanakan ibadah.
   

Polisi tampak ketat menjaga sekitar masjid pada Jumat. Di salah satu jalan yang sempat menjadi lokasi tawuran, sejumlah warga Hindu meneriakkan slogan, "Jai Shri Ram" atau "Hidup Ram" mengacu pada Dewa Ram. Pada saat yang sama, kaum Muslim berupaya mencapai masjid untuk shalat Jumat. Beberapa warga Muslim mengatakan kepada kantor berita Associated Press, sebagian besar keluarga mereka yang Muslim memutuskan untuk mengunci rumah lalu pergi mengungsi.

Memasuki hari kelima pada Jumat (28/2), pihak berwenang masih belum menyatakan penyebab kerusuhan tersebut. Rumah sakit yang ada masih sibuk bekerja keras untuk mengidentifikasi korban tewas. Sementara, angkanya terus meningkat.

Hingga berita ini ditulis, sekurangnya 40 orang tewas dan ratusan orang cedera sejak Senin. Ini memang kekerasan terburuk di New Delhi dalam beberapa dekade terakhir.

Ketegangan antara Hindu garis keras dan pengunjuk rasa Muslim memang terus meningkat selama beberapa bulan terakhir. Ketegangan itu akhirnya pecah pada Ahad (23/2) malam.

Kapil Mishra, salah satu politisi partai berkuasa Bharatiya Janata Party (BJP), menuntut polisi membungkam protes warga Muslim di New Delhi. Jika tidak, katanya dalam suatu orasi saat unjuk rasa, Mishra dan para pendukung akan bertindak sendiri. Mereka benar-benar mewujudkan ancaman itu.

Warga Hindu dan Muslim dilaporkan saling serang bersenjatakan senapan, pedang, tongkat besi, dan kapak. Jalan tempat bentrok seakan menjadi zona perang.

Jika dirunut ke beberapa bulan terakhir, salah satu pencetusnya adalah Citizenship Amendment Act (CAA). CAA adalah undang-undang baru yang memberikan jalur cepat pemberian status kewarganegaraan kepada sejumlah agama minoritas dari negara tetangga, kecuali Muslim. Saat CAA diumumkan, setidaknya 23 orang tewas di seantero India dalam aksi memprotes undang-undang itu.

Ashutosh Varshney, profesor di Brown University, mengatakan, kekerasan kali ini terhitung cukup teredam dibanding insiden-insiden lalu. ''Jika mencapai skala seperti Delhi 1984 atau Gujarat 2002, mungkin insiden ini akan memperkeruh politik India selama beberapa tahun ke depan dan membuat India nyaris seperti polarisasi Hindu-India persis yang diinginkan partai berkuasa,'' kata penulis buku tentang kerusuhan India ini.

Juru bicara Pemerintah India, Raveesh Kumar, menyangkal kritik yang menuding Perdana Menteri Narendra Modi menyulut ketegangan beragama di India. Kumar juga menampik tudingan bahwa pemerintah gagal melindungi Muslim.

''Secara fakta, (tudingan) itu tidak akurat dan menyimpang dan tampaknya ditujukan untuk mempolitisasi isu,'' kata Kumar. ''Kami mendesak agar jangan membuat komentar tidak bertanggung jawab pada saat sensitif ini,'' ujarnya. n 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat