Barang bukti klinik aborsi ilegal (ilustrasi) | dok republika

Narasi

Tempat ‘Berobat’ yang Ternyata Klinik Aborsi Ilegal

Orang yang datang kerap memakai masker atau kain menutupi wajah.

 

 

Rumah itu kini tampak sepi. Tidak ada lagi orang yang keluar dan masuk ke rumah yang terletak di Jalan Paseban Raya, Nomor 61, RT 002, RW 007, Senen, Jakarta Pusat. Bangunan yang terletak persis di pinggir jalan raya ini tampak seperti rumah tinggal biasa dengan pagar besi berwarna putih gading terpasang di depannya.

Cat tembok rumah itu didominasi oleh warna putih. Setiap jendelanya dipasangi gorden berwarna biru muda. Atapnya terbuat dari genting. Halamannya pun cukup luas untuk memarkir dua mobil dan sekira 10 sepeda motor.

Namun, siapa yang menduga bahwa rumah ini disewa oleh sekelompok orang menjadi sebuah klinik yang melayani praktik aborsi secara ilegal. Klinik ini dikenal dengan sebutan Klinik Paseban. Letaknya hanya berjarak sekitar 200 meter dari Kantor Kelurahan Paseban.

Pada 11 Februari 2020 lalu, Sub Direktorat 3 Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menggerebek tempat praktik aborsi ilegal itu. Seorang warga bernama Suryani, yang rumahnya tidak jauh dari klinik itu, mengatakan, sebelum digerebek oleh polisi, dia cukup sering melihat beberapa orang yang datang dan pergi dari rumah tersebut. Menurut dia, orang-orang yang datang ke tempat itu untuk berobat.

?Yang saya tahu, mereka bilangnya berobat. Tapi, enggak tahu jelas juga berobat seperti apa,? kata Suryani.

Perempuan yang sudah sekitar 15 tahun bermukim di sana mengungkapkan, orang-orang yang datang ke klinik itu mengendarai mobil dan motor. Saat tiba di klinik, mereka akan buru-buru segera memasuki rumah tersebut. Suryani memaparkan, sebagian besar orang yang mendatangi klinik itu adalah perempuan.

Suryani menyebut, tidak mengetahui secara pasti jam operasional klinik itu. Namun, ia menjelaskan, para pasien biasanya terlihat mulai berdatangan sejak siang hingga sore hari. Dia pun mengaku tidak menaruh curiga terhadap aktivitas di dalam klinik itu.

"Enggak mikir yang aneh-aneh sih. Karena, rumahnya biasa saja, orang-orang yang datang juga kelihatannya enggak mencurigakan,? ujar Suryani.

Hal senada juga disampaikan oleh pemilik warung yang berada di sebelah klinik bernama Tursila. Dia mengatakan, awalnya sebelum dijadikan sebagai klinik, rumah itu juga pernah digunakan sebagai kantor advokat. Hal itu diketahui dari plang yang terpasang di depan rumah. Namun, plang advokat itu sudah tidak terlihat lagi.

Menurut Tursila, klinik aborsi ilegal itu baru beroperasi selama satu setengah tahun. "Ini baru kok dibuat klinik. Dulunya kan ada plang advokat, cuma sekarang enggak kelihatan lagi plangnya, makanya saya pikir klinik biasa,? tutur Tursila.

Dia menambahkan, klinik itu mulai beroperasi sejak pukul 09.00 WIB hingga 17.00 WIB. Namun, Tursila tidak menyangka bahwa klinik itu merupakan klinik aborsi. Sebab, pasien yang berkunjung ke klinik ini terbilang sedikit setiap harinya.

Menurut dia, dalam sehari, pasien yang datang hanya sekira tiga atau empat orang. Tursila menyebut, pasien yang datang ke klinik ini sebagian besar adalah pasangan laki-laki dan perempuan. ?Saya pikir suami istri sih. Ada juga yang bawa anak kecil kok," ujar dia.

Tursila mengaku, meskipun ia ataupun ada anggota keluarganya yang sedang sakit, ia tidak pernah terpikirkan untuk mencoba berobat ke klinik tersebut. Ia lebih memilih untuk mendapatkan pengobatan ke puskesmas terdekat atau rumah sakit.

"Soalnya kan enggak ada plang resminya juga kalau itu klinik. Jadi, saya lebih memilih langsung ke puskesmas atau rumah sakit," kata dia.

Sementara itu, Chandra, seorang karyawan bengkel sepeda motor yang berada di dekat klinik aborsi itu, membeberkan, para tamu yang datang sebagian besar mengantar hingga ke halaman rumah. Bahkan, saat tamu-tamu itu diantar dengan menggunakan jasa ojek ataupun mobil dalam jaringan (daring), mereka menggunakan masker atau kain untuk menutupi wajahnya. Dengan begitu, Chandra tidak mengenali siapa saja yang berkunjung ke sana.

"Pokoknya mereka masuk (ke klinik) tuh kayak menutup identitas, kadang naik mobil diantar sampai halaman, kadang juga kalau ada diantar depan gerbang, langsung buru-buru masuk sambil tutupin wajahnya,? kata laki-laki berusia 33 tahun itu.

Selain itu, Chandra menambahkan, para karyawan di klinik itu cenderung tertutup dengan warga sekitar. Chandra mengatakan, mereka tidak pernah bertegur sapa terhadap masyarakat dan cenderung menjauh. Para karyawan itu pun tidak ada yang menginap di klinik. Setiap hari, seusai menjalankan aktivitas, mereka akan pulang ke rumah masing-masing.

Chandra pun mengaku kaget setelah mengetahui rumah tersebut merupakan klinik aborsi ilegal. Selama ini, dia menduga bahwa rumah itu hanyalah klinik biasa. Sebab, tidak ada aktivitas yang mencurigakan di rumah tersebut. Ia pun merasa bersyukur setelah klinik itu digerebek oleh polisi dan tidak beroperasi kembali. "Jelas kaget lah. Saya enggak mengira ini tempat aborsi sih," ujar dia.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, mengatakan, pengungkapan klinik aborsi ilegal ini berawal dari adanya informasi masyarakat kepada polisi. Keberadaan klinik ini pun disebarkan melalui sebuah situs web. Yusri menuturkan, dari hasil pengungkapan itu, pihaknya menangkap tiga orang tersangka dengan peran masing-masing. Ketiganya berinisial dokter A alias MM, RM, dan SI

"Klinik ini tanpa nama, tetapi klinik ini dikenal Klinik Aborsi Paseban, kalau disosialisasikan melalui website," kata Yusri.

Yusri memaparkan, klinik yang tidak memiliki izin ini dikelola oleh tiga tersangka. Dokter A alias MM ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai dokter yang melakukan aborsi terhadap para pasiennya. Sementara dua orang perempuan, yakni RM dan SI, ditetapkan sebagai tersangka dengan peran sebagai bidan dan staf administrasi.

Untuk menghilangkan jejak, para tersangka membuang janin yang telah digugurkan ke dalam tangki septik dan dicampur dengan bahan kimia. Tujuannya untuk menghancurkan janin tersebut.

Tersangka MM diketahui memang berprofesi sebagai dokter dan berstatus aparatur sipil negara (ASN) di Riau. Namun, ia dipecat karena masalah kedisiplinan. Ia juga merupakan lulusan fakultas kedokteran dari salah satu universitas di Medan.

Bahkan, kata Yusri, MM pun pernah berurusan dengan kepolisian akibat kasus serupa. ?Kasus yang sama, aborsi juga, yang bersangkutan ini pernah kena kasus sama tahun 2016 saat itu, tapi yang bersangkutan DPO (daftar pencarian orang),? ujar Yusri.

Sementara itu, tersangka RM yang berperan sebagai bidan juga merupakan residivis dalam kasus serupa. Ia ditangkap polisi pada 2016 di daerah Cimandiri dan divonis penjara selama dua tahun.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kepolisian, selama beroperasi 21 bulan, tercatat ada 1.632 pasien yang telah mendatangi klinik aborsi ilegal tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 903 pasien telah menggugurkan janinnya di klinik itu.

Yusri menjelaskan, pasien yang melakukan aborsi di sana adalah sebagian besar perempuan muda yang hamil di luar nikah. Diduga, mereka rata-rata berusia di bawah 24 tahun. "(Usia) masa-masa produktif ya, bisa jadi mulai 24 tahun ke bawah karena hamil di luar nikah. Mereka belum nikah, tetapi sudah hamil," kata Yusri menjelaskan. n ed: bilal ramadhan

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat