
Nasional
Ekspresi Pilihan Politik ASN yang Terbatas di Bilik Suara
ASN tak boleh terlibat atau jadi alat politik untuk memenangkan kandidat tertentu.
JAKARTA – Aparatur Sipil Negara (ASN) tak boleh bebas mengekspresikan pilihan politiknya di ruang publik. Undang-undang memang mengatur ASN tak boleh terlibat atau jadi alat politik untuk memenangkan kandidat tertentu. Ketatnya aturan terkait ini karena sejarah dan data membuktikan bahwa ASN sangat rawan dipolitisasi.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto mengingatkan para ASN agar rasa simpati terhadap seorang figur peserta pemilu tidak diumbar di ruang publik, termasuk di media sosial. Menurut Agus, politisasi ASN dan ASN berpolitik dalam masa pemilu dan pemilihan merupakan kabar buruk bagi cita-cita birokrasi yang berbasis sistem merit.
"Dalam diri seorang ASN, rasa simpati terhadap seorang figur peserta pemilu dan pemilihan hanya perlu ditunjukkan di ruang bilik suara saja. Spirit untuk menjaga netralitas juga harus tertanam dalam diri para pegawai tidak tetap atau PPNPN atau sebutan lainnya," ujar Agus, Jumat (29/9/2023).

Dia menyampaikan, birokrasi akan sulit memenuhi prinsip-prinsip manajemen sumber daya manusia (SDM) yang profesional, akuntabel, dan netral, jika berbagai pihak tidak berupaya untuk meminimalkan terjadinya politisasi ASN dan ASN berpolitik. Sebab itu, para ASN harus menomorsatukan fungsi mereka sebagai pelayan publik.
“Kita harus menomorsatukan fungsi ASN sebagai pelayan publik, pelaksana kebijakan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa, di atas segala kepentingan politik praktis dan di atas segala hiruk pikuk kepentingan politik yang ada," sebut Agus.
Sejauh ini, KASN telah menerima 122 aduan terkait ASN yang bertindak tidak netral, padahal masa kampanye Pemilu 2024 belum dimulai. Jumlah pengaduan diprediksi akan terus meningkat saat masa kampanye dimulai pada 28 November 2023 mendatang.
"KASN banyak menerima pengaduan terkait netralitas ASN dari Bawaslu. Tentu saja angkanya akan merambat naik dan puncaknya biasanya ketika pada masa kampanye,” kata Asisten KASN Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN, dan Netralitas ASN, Iip Ilham Firman lewat siaran persnya.

Menurut Iip, pelanggaran netralitas ASN pada 2024 kemungkinan akan tinggi karena ada banyak jenis pemilihan. Sebagai gambaran, dalam Pemilu 2024 terdapat pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota. Adapun dalam Pilkada 2024 akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Tanah Air, kecuali DI Yogyakarta dan enam kota/kabupaten di Jakarta.
Prediksi tingginya jumlah pelanggaran netralitas itu juga berkaca dari besarnya jumlah aduan yang diterima KASN pada periode 2020-2022, yakni 2.073 aduan. Sebanyak 1.605 di antaranya (77,5 persen) terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi.
Pemerintah menyiapkan sanksi keras bagi ASN, baik PNS maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), yang tidak netral saat Pemilu 2024. Bahkan, ASN yang kedapatan ‘like’ atau menyukai konten kampanye calon presiden (capres) bisa dijatuhi sanksi penurunan jabatan.
Aturan soal sanksi tersebut termaktub dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan-RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu RI tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. Beleid tersebut diundangkan pada 22 September 2022 lalu.

Diktum kedelapan dalam beleid tersebut memerintahkan seluruh ASN untuk netral menyikapi situasi politik. ASN diminta tidak terpengaruh atau memengaruhi pihak lain untuk melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan atau ketidaknetralan.
Ketentuan sanksinya termuat dalam bagian Lampiran II. Dinyatakan bahwa ASN dilarang membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan bakal calon, baik itu capres, caleg, maupun calon kepala daerah.
Terdapat dua jenis sanksi bagi pelanggar larangan tersebut. Pertama, sanksi moral berupa pernyataan terbuka atau tertutup yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Kedua, hukuman disiplin berat. "Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 huruf c dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan memberikan dukungan kepada calon ...," demikian bunyi penjelasan sanksi tersebut, dikutip Senin (25/9/2023).
Pasal 8 ayat 1 huruf c yang dimaksud adalah bagian dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Dalam PP itu dijelaskan bahwa hukuman disiplin berat terdiri atas tiga jenis, yakni penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 1 tahun, pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 1 tahun, dan pemberhentian dengan hormat alias dipecat.
Selama tidak bertindak aktif berkomentar, menarasikan, atau membagikan informasi calon tertentu, saya kira tidak masalah.NURLIA DIAN PARAMITA, Koordinator JPPR.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pun mengaku sudah mengimbau agar ASN menjaga netralitas hingga jelang Pemilu. "Tadi saya minta, sudah ada arahan (untuk ASN menjaga netralitas). Tadi saya arahkan," kata Heru.
Kemudian, saat ditanyakan kalau ada yang melanggar akan dikenakan sanksi atau tidak, maka akan dikenakan hukuman sesuai aturan yang ada. "Kan sudah ada aturannya. ASN sudah ada aturannya," kata dia.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), sebuah organisasi pemantau pemilu terakreditasi di Bawaslu RI, menilai larangan bagi ASN mengikuti akun media sosial pemenangan capres merupakan aturan yang berlebihan. Koordinator JPPR Nurlia Dian Paramita mengatakan, memang dibutuhkan ketentuan teknis untuk menegakkan netralitas ASN pada Pemilu 2024. Termasuk ketentuan teknis terkait penggunaan medsos mengingat para kandidat menggunakan ruang-ruang digital demi memperoleh kemenangan.
Ketentuan teknis itu sudah termuat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan-RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu RI yang diteken 22 September 2022 lalu. Kendati begitu, Mita menilai, larangan bagi ASN mengikuti akun pemenangan itu berlebihan. Sebab, ASN sebagai warga negara yang punya hak pilih membutuhkan informasi terkait visi-misi calon yang akan dipilih.
"Itu (mengetahui informasi calon) hak ASN. Selama tidak bertindak aktif berkomentar, menarasikan, atau membagikan informasi calon tertentu, saya kira tidak masalah," kata Mita kepada Republika.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
ASN Follow Akun Capres Disanksi, Berlebihan?
ASN yang menyukai konten kampanye capres bisa dijatuhi sanksi penurunan jabatan.
SELENGKAPNYAKorpri tak Nyaman TNI-Polri Banyak Duduki Jabatan ASN
Korpri menyurati Presiden Jokowi agar melindungi karir ASN.
SELENGKAPNYA