Alwi Shahab | Daan Yahya/Republika

Nostalgia

Saat Pelarangan PKI Dipersoalkan

Ramai umat Islam menolak penghapusan TAP MPRS No XXV/1966.

Oleh ALWI SHAHAB

Pada 200 silam, muncul penolakan yang keras terhadap pencabutan TAP MPRS No XXV/1966. Beleid yang disahkan Sidang Umum MPRS itu menyatakan PKI sebagai partai terlarang dan tak punya hak hidup lagi di bumi Indonesia. Termasuk pelarangan ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Penolakan pencabutan terutama datang dari kelompok Islam. Bukan saja dalam berbagai pernyataan, tapi juga dengan menggelar tabligh akbar di berbagai tempat.

Kekhawatiran ini disebabkan, karena PKI telah dua kali melakukan pemberontakan. Pada tahun 1948 digerakkan oleh Muso, yang baru kembali dari Uni Soviet. Pemberontakan ini dapat ditumpas, dan Bung Karno sendiri mengutuk dengan pidatonya yang bersejarah: "Pilih Sukarno-Hatta atau Muso dengan PKI-nya."

PKI tidak pernah mau menyebutkan sebagai 'pemberontakan Madiun', melainkan menggunakan istilah 'provokasi Madiun'. Sampai 1952, PKI melalui MH Lukman, orang kedua di CC PKI setelah Aidit masih menyerang Sukarno-Hatta, saat menjelaskan kegagalan pemberontakan itu. (Bintang Merah, edisi VIII hal 14). Bahkan BO Hutapea, dekan Universitas Rakyat (PKI) berkata: "Kita akan menjunjung tinggi panji-panji PKI, partainya Muso." (Bintang Merah Desember 1953). Tapi menjelang pemilu pertama PKI mengubah taktik serangannya. Tidak lagi ditujukan kepada Bung Karno, tapi pada Hatta yang menjabat sebagai wakil presiden.

Rupanya PKI berpegang pada ajaran Lenin mengenai "repetisi dan revolusi". Lenin menyebutkan bahwa kegagalan revolusi 1905-1907 menjamin kemenangan revolusi Oktober 1917. "Tanpa repetisi," kata Lenin, "Kemenangan revolusi Oktober 1917 tak akan tercapai." (VI Lenin: Kumpulan Tulisan-tulisan jilid 31, halaman 11).

 
PKI tidak pernah mau menyebutkan sebagai 'pemberontakan Madiun', melainkan menggunakan istilah 'provokasi Madiun'.
   

Ketika terjadinya peristiwa G30S/PKI, NU dinilai merupakan kekuatan Islam yang paling berperan, lebih-lebih setelah dibubarkannya Masyumi. Hingga NU paling diandalkan menumpas PKI, setelah ABRI. Organisasi Islam yang waktu itu masih berbentuk partai juga dianggap sebagai alternatif kekuatan sosial politik yang kuat secara ideologi, mempunyai massa yang besar, dan dapat berhadapan langsung dengan PKI.

Dan ini diwujudkan oleh kesigapan HM Subchan, salah satu ketua PBNU yang sejak 1 Oktober 1965, menghimpun berbagai kekuatan anti komunis untuk melawan PKI. Ia juga yang memprakarsai pembentukan Kesatuan Aksi Pengganyangan (KAP) Gestapu/PKI. KAP ini ternyata sangat efektif dalam menghancurkan kekuatan PKI.

Tidak tanggung-tanggung, Subchan juga menjadikan kediamannya di Jalan Banyumas 4, Jakarta Pusat, sebagai markas besar, dan dari tempat ini menggerakkan berbagai rapat raksasa menentang dan menuntut pembubaran PKI. Tokoh muda NU yang dekat dengan Jenderal Nasution, sebagai wakil ketua MPRS sangat berperan dalam menggolkan pelarangan ajaran komunisme jadi TAP MPRS No XXV/1966.

Subchan, bersama para tokoh NU lainnya, seperti Ahmad Syaichu, Yahya Ubeid, Yusuf Hasyim (paman Gus Dur), Hj Mahmudah Mawardi (ketua umum Muslimat), dan sejumlah kyai dan ulama sepuh NU lainnya selalu mendorong massa menumpas PKI. Sedangkan tokoh muda NU, Zamroni dari PMII menjadi ketua presidium KAMI yang melakukan aksi-aksi 'parlemen jalanan'.

 
Banyak cerita-cerita tentang kegiatan para pemuda Banser ini, kala melumpuhkan PKI di berbagai tempat, khususnya di Jawa Timur.
   

Tidak ketinggalan, Barisan Serbaguna (Banser) Ansor, yang merupakan kekuatan pemuda paling besar waktu itu, sangat aktif bergerak. Banyak cerita-cerita tentang kegiatan para pemuda Banser ini, kala melumpuhkan PKI di berbagai tempat, khususnya di Jawa Timur. Dengan restu kyai mereka bergerak sambil membacakan shalawat 'Badar'. Shalawat untuk mengenang para syahid yang gugur di medan perang Badar melawan musuh-musah Islam.

Bangkitanya kekuatan Islam melawan PKI waktu itu, tidak dapat dipisahkan dari peristiwa-peristiwa sebelumnya. Sebelum peristiwa 30 September 1965, umat Islam seringkali jadi sasaran teror PKI. Terhadap kelompok Islam yang tidak disenanginya, oleh PKI diberi gelar 'antek DI/TII', 'komunisto phobi', Marxis Phobi,' yang kala itu sebagai stempel maut yang mematikan.

Berbagai aksi sepihak mereka lakukan, termasuk pada para kyai yang banyak dituduh sebagai 'setan-setan desa.' Termasuk penghinaan terhadap kitab suci Alquran dalam peristiwa di Kanigoro, Kediri saat mereka memasuki masjid dengan membawa senjata dan menteror anggota PII yang tengah mengadakan kuliah subuh. Pers yang kala itu memihak komunis, selalu memutar balikkan kejadian ini.

HMI, yang oleh PKI dianggap membahayakan diganyang habis-habisan. Diberbagai tempat selalu diselenggarakan demo dan aksi sambil membawa spanduk dan meneriakkan: 'ganyang HMI'. Disertai tuduhan antek Masyumi', antek DI/TII dan antek Nekolim. Dua hari menjelang G30S/PKI, ketua CC PKI DN Aidit dalam rapat raksasa CGMI (organisasi mahasiswa PKI) di depan Bung Karno dengan angkuh menyatakan: ''Kalau tidak berhasil membubarkan HMI, anggota-anggota CGMI supaya mengganti celana dengan sarung.'' Sarungan seringkali jadi ucapan untuk melecehkan Islam.

Dalam Harian Rakyat, organ resmi PKI (23/9-1965), Aidit mengatakan: "Alternatif lain dari Nasakom adalah berkelahi." Itulah secuil berbagai peristiwa saat PKI masih jaya. Mungkin trauma inilah yang mengakibatkan berbagai kelompok Islam dan kekuatan yang pernah menjadi korbannya tidak setuju bila TAP MPRS No XXV/1966 dicabut.

Disadur dari Harian Republika edisi 02 April 2000. Alwi Shahab adalah wartawan Republika sepanjang zaman. Beliau meninggal pada 2020.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Meski Diracun PKI, Kiai Musikan Lindungi Mereka yang Dituduh Komunis

Selain Kiai Musikan, KH Muslim Al Maraqi juga dikenal gigih melawan PKI

SELENGKAPNYA

Shalawat Badar, Jalan Jihad Ulama Jawa Melawan PKI

Habib Ali Kwitang mengajak agar Shalawat Badar dipopulerkan sehingga dapat menyaingi lagu “Genjer-Genjer”.

SELENGKAPNYA

PKI dan Rekonsiliasi

Kita harus memberi informasi yang benar serta berimbang terhadap apa yang terjadi.

SELENGKAPNYA