
Safari
Sensasi Di Danau Matano
Danau laut tawar terdalam kedelapan di dunia ini menyimpan kerajaan di bawah air.
Menyelam di laut banyak peminatnya. Namun, ajakan menyelami dalamnya danau mungkin membuat kening berkerut. “Sebagai tempat menyelam, danau masih dipandang sebelah mata,’’ tutur salah seorang anggota Divisi Selam Mapala Universitas Indonesia Hizkia Dianne.
Keingintahuan mendorong Kiki dan beberapa rekannya dari Divisi Selam Mapala Universitas Indonesia (UI) melakukan ekspedisi di Danau Matano tahun lalu. Tim ekspedisi Danau Matano ini membagi tugas dengan membentuk dua tim. Tim advance dan tim peralatan. Kiki dan Ratih Rimayanti (Biologi UI 2007) masuk tim advance yang berangkat Makassar pada 10 Januari 2011.
Dua hari kemudian menyusul tim peralatan yang terdiri atas Stephani Amalia (Ilmu Perpustakaan UI 2007), M Iqbal (Sastra Inggris UI 2007), Rendy Eko (Sosiologi UI 2007), dan M Zafrullah, instruktur. Tim peralatan bertolak ke Desa Sorowako pada hari berikutnya menggunakan pesawat safari. Pada hari yang sama, di lokasi, tim advance telah menetapkan titik-titik eksplorasi dari hasil riset mereka, yakni Pulo, Gua, Watu Rere, dan Paku.

Bagai perairan perawan
Selama 10 hari, sekitar pukul 06.00 pagi waktu setempat, para mahasiswa ‘Kampus Kuning’ ini berangkat dari basecamp mereka di Desa Sorowako menuju Danau Matano. Mereka melakukan eksplorasi, pengambilan gambar dan pembuatan film di danau tersebut. Kegiatan sejak 15 hingga 25 Januari 2011 itu dimulai dari pagi hingga pukul 13.00 setiap harinya. Penyelaman diselingi istirahat di dermaga yang terletak di salah satu tepian danau.
Jernihnya air di Danau Matano sangat menguntungkan para penyelam muda ini. Sejak hari pertama menyelam, visibility (daya jangkauan penglihatan) yang mereka peroleh di dalam air sangat baik, yaitu mencapai kejauhan 30 meter.
Hal seperti ini hampir tidak ditemukan pada pengalaman menyelam di laut. Pasalnya, visibility yang bagus di dalam laut hanya bisa diperoleh pada perairan yang masih perawan alias belum banyak dijamah orang. Itu pun dengan catatan, harus didukung oleh cuaca dan arus yang bagus pula. ‘’Namun di Danau Matano, cuaca seperti apapun tidak berpengaruh terhadap visibility,” tutur Ketua Tim Ekspedisi Selam Air Tawar Danau Matano Mapala UI, Stephani Amalia, saat membuka kisahnya kepada Republika.
Penyelaman yang dilakukan merupakan altitude dive pada ke dalaman 6-25 meter. Prosedur yang dilakukan dalam altitude dive berbeda dengan penyelaman biasa di laut. Kedalaman maksimalnya adalah 30 meter, dengan kecepatan ascend 9 meter/menit atau dua kali lebih lama dari penyelaman di laut. Di samping itu, safety stop pada kedalaman 4,6 meter dilakukan selama lebih dari tiga menit, dan surface interval minimal satu jam.

Pengalaman menyelam di danau terdalam se-Asia Tenggara ini memberikan sensasi ber be da. Danau ini memiliki kekayaan pesona, seperti gua bawah air dan artefak di dasar perairannya. Pemandangan lanskapnya yang indah, karena dikelilingi oleh Pegunungan Verbeck. Biota seperti ikan, kepiting, kerang, keong, dan udang di dalamnya bersifat khas dan endemik.
Kerajaan Luwu
Setiap titik yang dieksplorasi, menurut gadis yang akrab disapa Fani ini, memiliki keunikan tersendiri. Pada spot gua, para penyelam masuk melewati lorong bawah tanah yang berada di bagian bawah bibir danau. Mulut gua tersebut berada di kedalaman lima meter dari permukaan danau, dan mereka harus menyelam sejauh delapan meter untuk mencapai bagian dalamnya.
Sesampainya di dalam, pemandangan stalaktit menghiasi bagian langit-langit gua tersebut. Di te ngah-tengahnya, terdapat sebuah lubang vertikal yang membentuk corong sepanjang 10-15 meter. “Diameter lubangnya sama dengan sumur-sumur yang ada di pedesaan,” jelas Fani menggambarkan. Lewat lubang itu, penyelam yang ada di dasar ‘sumur alam’ itu pun bisa mengintip pemandangan pepohonan hutan yang berada daratan di atasnya.
Pada spot lainnya, tim ekspedisi menemukan artefak berupa peralatan rumah tangga yang terbuat dari gerabah, seperti pot air, kendi, dan wadah makanan. Ditemukan juga peralatan dari logam, seperti pa rang, mata tombak, wadah makan, dan cincin besar bergerigi. Salah seorang budayawan Matano, Atma Gatara, artefak-artefak itu peninggalan Kerajaan Luwu.

Penyelaman di Danau Matano memberi kesempatan bagi Fani dan kawan-kawan untuk menyaksikan beragam spesies unik. Biota yang kerap ditemui adalah gastropoda (keong), bivalvia (kerang), kepiting jingga-cokelat bertotol putih, udang ungu berkaki merah, ikan louhan berwarna hijau dan kuning, ikan butini berwarna hitam, dan ikan opudi berwarna biru dan kuning.
Tidak sampai disitu saja, Danau Matano juga memiliki taman bawah air. Tumbuhan jenis rerumputan di dasar danau ini tumbuh secara massal, membentuk hamparan ‘karpet hijau’. Ornamen karst danau ini pun sangat me na rik. Selain itu, danau ini memiliki potensi menarik dari segi kebudayaan di sekitarnya.
Fakta Danau Matano
Danau Matano terletak pada posisi lintang -2° 20’ 0” (-2.3333) dan bujur 121° 20’ 0” (121.3333). Lokasi di Soroako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kedalaman danau rata-rata 37 meter - 590 meter, 382 meter di antaranya berada di atas permukaan laut. Danau ini terdalam di Asia Tenggara dan peringkat kedelapan di dunia.
Volume perairan Danau Matano adalah 98 km3 dan luas permukaannya 164 km2. Danau ini termasuk tipe danau tektonik, yakni danau yang terbentuk oleh adanya aktivitas pergerakan kerak bumi, dengan pengecualian faktor vulkanis.
Danau Matano bukan merupakan danau yang dibentuk dari beberapa anak sungai, melainkan terbentuk dari ribuan mata air, sehingga airnya sangat jernih dan tidak pernah mengalami kekeringan. Walaupun begitu, terdapat sungai yang airnya mengalir ke danau Matano, yaitu Sungai Patea yang lebih dulu mengalir ke Danau Mahalona (Danau Malili).
Disadur dari Harian Republika edisi 8 April 2012
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.