
Kisah
Abu Hurairah dan Fatwa Nirbijak
Abu Hurairah beristighfar, merasa bersalah karena telah berfatwa tanpa terlebih dahulu konsultasi dengan Rasulullah SAW.
Pada suatu malam, kaum Muslimin sudah selesai melaksanakan shalat isya berjamaah di belakang Nabi Muhammad SAW. Sesudah itu, mereka pulang ke rumah masing-masing. Rasulullah SAW juga telah kembali ke kamar beliau.
Malam terasa tenang bagi Abu Hurairah. Sahabat ini sedang duduk santai di pelataran Masjid Nabawi. Ia memang termasuk ahli shuffah, yakni mereka yang tinggal di halaman masjid tersebut karena tidak memiliki hunian permanen di Madinah.
Sahabat yang masyhur sebagai penghafal begitu banyak hadis itu kemudian berjalan ke luar shuffah karena beberapa keperluan. Saat beranjak kembali ke Masjid Nabawi, tiba-tiba seorang perempuan mendekatinya. Wanita bercadar itu rupanya hendak bertanya kepadanya mengenai persoalan yang sedang menderanya.
Memang, Abu Hurairah kadang kala menjadi tempat Muslimin bertanya. Apalagi, bagi mereka yang sehari-hari sibuk bekerja sehingga tidak sempat mengikuti pengajian yang digelar Nabi SAW di Masjid Nabawi. Sementara, lelaki yang bernama asli Abdur Rahman ad-Dausi itu hampir selalu menghabiskan waktu di masjid.
Setelah mengucapkan salam, si perempuan sempat terdiam, mengumpulkan keberaniannya. Akhirnya, wanita ini mengucapkan pengakuan, yakni telah berbuat sebuah dosa yang besar. “Apakah saya bisa bertobat? Apakah Allah akan menerima tobat saya?” tanyanya kepada Abu Hurairah.
“Bagaimana keadaanmu sehingga tiba-tiba bertanya tentang tobat?” selidik sang sahabat Nabi SAW.
“Begini,” tutur si Muslimah setelah terdiam agak lama, “Aku telah berzina, kemudian membunuh anakku yang merupakan hasil dari hubungan haram itu.”
Sedikit terbawa sentimen dan emosi, sang sahabat Nabi dengan cepat mengeluarkan pernyataan dan fatwa yang cukup keras.
Mendengar pernyataan itu, wajah Abu Hurairah memerah padam. Ia terkejut dan tidak habis pikir, mengapa perempuan ini tega menghabisi nyawa bayinya sendiri. Sedikit terbawa sentimen dan emosi, sang sahabat Nabi dengan cepat mengeluarkan pernyataan dan fatwa yang cukup keras.
“Binasalah engkau! Binasalah engkau! Demi Allah, Anda tidak akan diampuni,” ujar dia.
Seketika, Muslimah tersebut menangis. Ingin teriak, tetapi bibirnya tiba-tiba terasa kelu. Kakinya gemetar ketakutan. Wanita ini merasa amat sangat ngeri akan datangnya azab Allah kepada dirinya.
Setelah perempuan tersebut pergi, Abu Hurairah terkejut sendiri. Bibirnya mengucapkan istighfar, dan lalu bergumam, “Baru kali ini saya berfatwa tanpa berkonsultasi kepada Rasulullah SAW terlebih dahulu!”
Keesokan harinya, Abu Hurairah menghadap Nabi SAW, dan menceritakan peristiwa yang berlangsung kemarin malam. Setelah itu, ia meminta pernyataan dari beliau. Ternyata, justru jawaban yang disampaikan oleh Rasulullah SAW bertolak belakang dengan pandangan dirinya semalam.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un,” sabda Nabi SAW, “demi Allah, engkau Abu Hurairah bisa celaka, engkau bisa celaka. Tidakkah engkau lupa akan ayat ini?”
Rasul SAW kemudian membacakan Alquran surah al-Furqan ayat 68. Artinya, “Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat.”
Kemudian, beliau membacakan al-Furqan ayat 70. Artinya, “Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Abu Hurairah segera beristighfar, memohon ampun kepada Allah atas kekeliruannya dalam berfatwa. Ia merasa wajib bertanggung jawab atas kesedihan si Muslimah tersebut. Tanpa menunggu lagi, seketika ia mencari dan melacak keberadaan perempuan tersebut. Ditelusurinya setiap sudut Kota Madinah. Namun, usahanya belum membuahkan hasil hari itu.
Abu Hurairah segera beristighfar, memohon ampun kepada Allah atas kekeliruannya dalam berfatwa.
Tidak ada satu pun warga Madinah yang tidak ditanyainya. Bahkan, anak-anak sampai memandang aneh kepadanya. Sebab, Abu Hurairah tampak panik dan kebingungan.
Malam pun tiba. Allah menakdirkan, Abu Hurairah bertemu lagi dengan si Muslimah di tempat yang sama seperti kemarin. Langsung saja, sang sahabat Nabi SAW meminta maaf kepadanya. Ia juga menyampaikan kabar gembira dari Rasul SAW.
Maka rona kegembiraan tepancar dari wajah si peremuan. Sebagai ungkapan rasa syukur dan sukacita itu, ia menyedekahkan sebidang kebun agar dipergunakan untuk kepentingan syiar Islam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Derap Prajurit Keraton Kawal Grebeg Maulud
Beragam uba rampe atau isi gunungan yang diperebutkan warga terdiri atas hasil bumi.
SELENGKAPNYAJihad Ummu Athiyyah di Tujuh Peperangan
Dia mengambil langsung ilmu-ilmu dari Rasulullah SAW
SELENGKAPNYA