Refleksi-- KH Didin Hafidhuddin | Republika/Daan Yahya

Refleksi

Akhlak Utama Rasulullah SAW: Keberpihakan pada Kaum Dhuafa

Keberpihakan kepada kaum dhuafa adalah bagian penting dari ajaran Islam.

Oleh KH DIDIN HAFIDHUDDIN

Kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa saat ini kita sudah berada di bulan Rabiul Awwal 1445 H. Bulan yang selalu diperingati oleh umat Islam hampir di seluruh dunia sebagai bulan Maulid --bulan kelahiran Rasulullah SAW, nabi dan rasul akhir zaman, pribadi yang unggul, yang memiliki akhlak mulia yang menjadi uswah atau teladan bagi orang-orang yang ingin mendapatkan rahmat Allah, dan selamat di dunia dan akhirat.

Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Ahzab [33] ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Allah SWT memuji keagungan dan kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Qalam [68] ayat 4: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Karena itu, ketaatan kepada Allah SWT selalu dikaitkan dengan ketaatan kepada Rasulullah SAW. Ketaatan kepada keduanya bersifat mutlak absolut, berbeda dengan ketaatan kepada manusia lain, seperti ketaatan kepada pemimpin (ulil amri) adalah bersifat relatif. Wajib taat jika sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, tetapi jika bertentangan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak wajib menaatinya.

Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS an-Nisa [4] ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

 
Ketaatan kepada Allah SWT selalu dikaitkan dengan ketaatan kepada Rasulullah SAW.
 
 

Perhatikan ayat tersebut kalau ada Allah dan Rasul—Nya ada kalimat “athi’u” yang menggambarkan dua-duanya wajib ditaati secara mutlak. Berbeda dengan kalimat “ulil amri” tidak ada kalimat “athi’u” langsung yang melekat padanya. Hal ini menggambarkan ketaatannya bersifat relatif, bukan absolut.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam berbuat maksiat kepada sang Khaliq (Allah).” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Michael Heart telah menempatkan Rasulullah SAW sebagai tokoh nomor satu dari 100 tokoh di dunia yang paling berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia. Tentu ini didasarkan pada akhlak dan perilakunya yang utama dalam semua dimensi kehidupannya. Termasuk akhlak kepemimpinannya, yang di samping selalu memberikan keteladanan kepada para sahabatnya, juga memberikan inspirasi kebaikan untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta kesalehan sosialnya yang sangat tinggi kepada sesama umat manusia (keseimbangan antara hablum minallah dengan hablum minannas).

Salah satu akhlak Rasulullah SAW yang patut kita teladani dalam kaitan hablum minannas adalah perhatian dan kasih sayangnya kepada umatnya, dan terutama pada kaum dhuafa atau orang-orang yang hidupnya berada dalam kondisi lemah; baik lemah secara fisik, lemah secara keilmuan, maupun juga lemah dalam hidup dan kehidupannya.

Terasa berat bagi Rasul SAW apabila terdapat penderitaan yang dialami oleh umat dan masyarakat dhuafa itu. Firman-Nya dalam QS at-Taubah [9] ayat 128-129: “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin (128) Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: 'Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung' (129).”

Di samping selalu menyantuni secara aktif pada fakir-miskin, anak yatim maupun kaum dhuafa lainnya, Rasul SAW juga selalu mendorong umatnya untuk mencintai, membantu, dan memperhatikan kaum dhuafa ini. Bahkan perhatian kaum dhuafa dan masyarakat kecil akan menyebabkan turunnya rezeki dan pertolongan dari Allah SWT.

 
Sesungguhnya kalian akan mendapatkan pertolongan dan mendapatkan rezeki dari Allah SWT, apabila membela dan memperhatikan kaum dhuafa di antara kalian.
 
 

Rasul SAW bersabda, "Innama tunsharuna waturzaquna bi dhu’afaikum" (Sesungguhnya kalian akan mendapatkan pertolongan dan mendapatkan rezeki dari Allah SWT, apabila membela dan memperhatikan kaum dhuafa di antara kalian).

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Orang-orang yang penyayang kepada sesamanya, akan disayangi oleh Allah Zat yang Maha Penyayang." Allah SWT berfirman, 'Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka akan menyayangi pada kalian makhluk yang berada di langit'.”

Keberpihakan dan kasih sayang kepada kaum dhuafa adalah bagian penting dari ajaran Islam. Kifarat dari kesalahan yang dilakukan dengan cara memberikan dan memenuhi kebutuhan primer kepada orang dhuafa seperti fakir miskin.

Sumpah yang dilanggar, misalnya, kifarat-nya dengan memberikan makanan kepada orang-orang fakir-miskin dalam jumlah tertentu.

Firman Allah dalam QS al-Maidah [5] ayat 89: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffarat-nya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”

Bahkan bagi orang yang tidak mampu berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit permanen atau usia tua renta, maka fidyah-nya adalah memberikan makanan pada fakir-miskin. Sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Baqarah [2] ayat 184: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Sebaliknya, berperilaku zalim dan jahat kepada sesama manusia, apalagi kepada kaum dhuafa, seperti membunuh, melukai, mengusir dari tempat tinggalnya adalah perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah SWT. Perhatikan firman-Nya dalam QS an-Nisa [4] ayat 93: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”

Juga Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, “Berbuat zalim pada sesama itu akan menyebabkan kegelapan yang abadi di akhirat nanti.”

Oleh karena itu, marilah kita mengikuti uswah dan contoh perilaku Nabi SAW yang sangat mencintai dan memperhatikan kaum dhuafa serta menjauhkan diri dari perbuatan zalim kepada sesama, terutama pada kaum dhuafa dan rakyat kecil, karena perbuatan itu akan menyebabkan kutukan dan dzab dari Allah di dunia maupun akhirat.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Maulid Tegaskan Kembali Keteladanan Nabi

Ia juga mengingatkan bukan berarti cinta Rasul dan merayakan Maulid Nabi dengan berjoged dangdut

SELENGKAPNYA

Al-Shifa, Sang Pengendali Pasar

Reputasi Al-Shifa yang dikenal bijak membuat Khalifah Umar menunjuknya sebagai inspektur di Madinah.

SELENGKAPNYA

Jalan Keselamatan

Terlebih lagi orang beriman, keselamatan dunia dan akhirat menjadi dambaannya.

SELENGKAPNYA