
Kisah
Dia yang Terakhir Menyentuh Jenazah Rasulullah SAW
Sahabat ini merupakan yang terakhir menyentuh jenazah Nabi Muhammad SAW di dalam lahad.
Umat Islam amat berduka pada hari itu: Senin bulan Rabiul Awal, tahun ke-11 Hijriyah. Pada waktu duha kala itu, Nabi Muhammad SAW berpulang ke rahmatullah.
Beliau wafat dalam usia 63 tahun lebih empat hari. Seluruh sahabat Rasulullah SAW terkejut. Apalagi, pada hari-hari sebelumnya Nabi SAW sempat menunjukkan tanda-tanda fisik yang kembali bugar, sesudah mengalami sakit selama beberapa waktu.
Prosesi pemakaman berlangsung pada keesokannya, yakni siang hari Selasa. Para sahabat memandikan jenazah Nabi SAW tanpa melepas pakaian dari badan beliau shalallahu 'alaihi wasallam.
Yang memimpin prosesi tersebut adalah sepupunya, Ali bin Abi Thalib. Air yang dipakai untuk itu berasal dari sumur Ghars yang terletak di Quba. Ali dibantu al-'Abbas dan putranya, al-Fadhl.
Setelah itu, jenazah Nabi SAW dilapisi kain kafan. Ali melapisi jasad beliau dengan tiga helai kain putih berbahan katun. Tidak dipakai baju kurung dan penutup kepala. Usai itu, jenazah beliau kemudian diletakkan di atas ranjang kamar ‘Aisyah.
Sempat terjadi diskusi tentang di manakah jenazah sang pembawa risalah Islam itu akan dimakamkan. Ada yang menyarankan supaya pemakamannya berlangsung di kota kelahiran beliau, yakni Makkah al-Mukarramah. Bahkan, ada yang mengusulkan kota lain, yakni Baitul Makdis di Palestina. Sebab, di sanalah ada beberapa makam utusan Allah SWT.
Abu Bakar lantas berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada seorang nabi pun meninggal kecuali dikubur di mana ia dicabut nyawanya.” Ali membenarkan kesaksian Abu Bakar mengenai hadis tersebut.

Maka semuanya bersepakat, jenazah Rasulullah SAW akan dikubur di tempat beliau menghembuskan napas terakhir. Sebab, itulah yang diisyaratkan hadis, sebagaimana disampaikan Abu Bakar kepada hadirin. Abu Thalhah Zaid bin Sahal al-Anshari kemudian ditugaskan untuk menggali tanah tepat di bawah ranjang Rasulullah SAW yang terdapat di kamar ‘Aisyah.
Perpisahan
Ada empat orang lelaki yang memasukkan jasad mulia Rasulullah SAW ke dalam tanah. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, al-'Abbas, al-Fadhl, dan Qutsam bin 'Abbas. Semua makhluk Allah Ta’ala yang menyaksikan pemandangan itu teramat berduka. Manusia agung yang sangat dicintai telah meninggalkan dunia yang fana ini.
Turut hadir dalam prosesi tersebut ialah Muawiyah bin Abu Sufyan. Tubuhnya bergetar melihat jenazah Rasulullah SAW mulai dimasukkan ke dalam liang lahat. Betapa ingin dirinya menyampaikan salam perpisahan dan menyentuh wajah beliau untuk terakhir kalinya.
Tiba-tiba, Muawiyah mendapatkan ilham. Tanpa diketahui orang-orang di sekitarnya, ia lantas sengaja menjatuhkan cincinnya ke atas jenazah Nabi SAW yang sudah berada di dalam kubur. Ketika Ali dan tiga orang lainnya hendak menimbun kuburan beliau dengan tanah, Muawiyah cepat-cepat mencegah, “Wahai Ali, aku telah menjatuhkan cincinku ke dalam sana. Kumohon, izinkanlah aku untuk mengambilnya.”
Ali pun mengizinkannya.
Di dalam liang lahat, Muawiyah tentu saja tidak hanya mengambil cincinnya. Dengan penuh takzim, ia mencium kening Nabi SAW. Air mata mengalir, membasahi pipinya. Perasaan sedih berkecamuk dalam dadanya.
Ali kemudian memintanya untuk naik ke atas lagi, Muawiyah pun menurutinya. Mughirah bin Syu'bah menyadari bahwa putra Abu Sufyan tersebut sebenarnya sengaja menjatuhkan cincinnya ke dalam liang lahat. Sebab, dengan begitu dirinya dapat melihat wajah Rasulullah SAW untuk terakhir kalinya.
Tebersitlah keinginan dalam diri Mughirah untuk melakukan hal yang sama. Saat pandangan Ali sedang lengah, sahabat yang berasal dari Bani Tsaqif itu segera menjatuhkan cincinnya ke dalam liang lahat. Ia lalu meminta izin untuk mengambilnya.
Sungguh, aku ingin menjadi manusia terakhir yang menyentuh Rasulullah SAW.Mughirah bin Syu'bah
Ali membolehkannya. Maka, turunlah Mughirah ke dalam sana, menjumpai jenazah Nabi SAW. Katanya setelah mencium kening sang Khatamul Anbiya wal Mursalin, “Sungguh, aku ingin menjadi manusia terakhir yang menyentuh Rasulullah SAW.” Ia lantas kembali naik ke atas.
Selesai sudah liang lahat itu ditimbun dengan tanah. Bilal bin Rabah memercikkan air bejana geriba ke atas kuburan tersebut. Dari arah kepala, ia lantas menaburi makam Nabi SAW dengan batu-batu kerikil yang diperolehnya dari halaman rumah beliau. Terakhir, kubur beliau ditinggikan sedikit, sekira satu jengkal dari permukaan tanah.
Muhammad Husain Haekal dalam buku Sejarah Hidup Muhammad (1965) menuturkan pengalaman seorang ummul mukminin, ‘Aisyah binti Abu Bakar, pada jelang momen wafatnya Nabi SAW. Katanya, “Terasa olehku Rasulullah SAW sudah terasa berat di pangkuanku. Kuperhatikan, air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, ‘Bali ar-rafiqil a’la mina al-jannah’ (Dengan sahabat-sahabat dari surga—yakni para nabi dan orang-orang saleh).
Kataku, ‘Anda yang telah dipilih, maka Anda memilih (Allah) Yang mengutus Anda dengan membawa kebenaran.’ Rasulullah pun wafat sambil bersandar antara dada dan leher saya.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kisah Hidayah Pasangan Mualaf dari Inggris
John Smith dan Hanan Sandercock meniti jalan masing-masing untuk menemukan hidayah Illahi.
SELENGKAPNYALiterasi Keuangan Sejak Dini Supaya Anak Kaya Ketika Dewasa
Pendidikan finansial bukan hanya untuk orang kaya.
SELENGKAPNYAPendaftaran Capres-Cawapres Urung Maju
KPU tetap akan memperpendek durasi pendaftaran hanya menjadi tujuh hari.
SELENGKAPNYA