
Ekonomi
Agar Terhindar dari Godaan Pinjol
Masyarakat harus bisa mengelola pengeluaran.
JAKARTA -- Teror pinjaman online (pinjol) kembali memakan korban. Belum lama ini viral kasus seorang nasabah platform peer-to-peer lending (p2p lending) AdaKami yang diduga bunuh diri setelah mendapatkan sejumlah ancaman dari pihak desk collection (DC).
Di tengah menjamurnya pinjol yang dengan mudah mencairkan uang, masyarakat diingatkan untuk tak gegabah meminjam ke pinjol. Perencana Keuangan OneShildt Agustina Fitria Aryani menyarankan masyarakat untuk menabung terlebih dahulu jika ingin membeli sesuatu agar jangan sampai terjerat pinjol.
Ia lalu memberikan sejumlah saran agar masyarakat terhindar dari godaan pinjol. Hal pertama adalah dengan mengelola pengeluaran. "Pengeluaran jangan melebihi kemampuan sehingga tidak perlu berutang," kata Fitria kepada Republika, Kamis (21/9/2023).

Hal kedua yang patut diperhatikan adalah adanya dana darurat. Dana darurat harus disiapkan sebisa mungkin sehingga jika ada kondisi darurat tidak harus berutang.
Kemudian, masyarakat harus memiliki proteksi, minimal BPJS kesehatan untuk risiko sakit bagi seluruh anggota keluarga dan asuransi jiwa untuk pencari nafkah utama. "Sehingga pada saat terjadi sakit atau pencari nafkah meninggal, tetap bisa hidup layak dan biaya kesehatan lebih ringan maka tidak perlu ambil utang."
Hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah mengenali kelemahan kondisi keuangan masing-masing.
Peneliti Center of Digital Economy and SMEs INDEF Nailul Huda melihat ada dua hal yang menyebabkan terjadinya kasus gagal bayar hingga merenggut korban jiwa. Pertama, menurut Huda, informasi mengenai pinjol masih belum simetris.
"Informasi yang berkembang saat ini asimetris, sebagai contoh mengenai bunga," kata Huda kepada Republika, Kamis (21/9/2023).
Berdasarkan survei, Huda menjelaskan, faktor paling penting yang dipertimbangkan saat meminjam adalah suku bunga yang rendah. Namun, pinjol tidak memberikan informasi secara perinci besaran bunga yang harus dibayarkan.
"Iklan pinjol hanya menampilkan bunga mulai 0,1 persen hingga 0,4 persen tanpa menampilkan apakah itu harian, mingguan, atau bulanan. Jika harian sebesar 0,4 persen, satu bulan adalah 12 persen," ujar Huda.
Selain itu, kasus terakhir menyebutkan pembayarannya mencapai dua kali lipat dari utang pokok. Untuk itu, Huda meminta ada pihak yang harus bertanggung jawab terhadap informasi tersebut.
Kedua, Huda melihat penilaian credit scoring pinjol yang menggunakan data alternatif masih perlu diperkuat. Menurut Huda, harus ada data pembanding atau penunjang seperti data historis perbankan. Data ini bisa digunakan untuk melihat kemampuan bayar calon peminjam.
"Ini dapat dilihat sebenarnya dari tingkat gagal bayar yang semakin meningkat. Bahkan, ada pinjol resmi yang tingkat bayarnya sampai 77 persen. Artinya, dari sistem asesmennya harus ada perbaikan," kata Huda.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat meminta masyarakat untuk bijak dalam menggunakan layanan pinjaman pinjol. Terlebih, saat ini muncul sejumlah dampak negatif dari penggunaan layanan pinjol jika tidak bijak menggunakannya.
"OJK mengimbau konsumen dan masyarakat yang ingin menggunakan layanan fintech lending untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan membayar," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (21/9/2023).
Aman juga meminta masyarakat yang ingin menggunakan layanan pinjol untuk memahami syarat dan ketentuannya. Hal itu termasuk juga dengan bunga, denda, dan perincian biaya yang dikenakan.
"Jika konsumen merasa dirugikan dapat menyampaikan pengaduan ke kontak OJK 157 melalui ojk.go.id, telepon 157, dan Whatsapp 081157157157," ujar Aman.
Sebelumnya, OJK sudah memanggil platform AdaKami setelah viralnya dugaan pelanggaran debt collector-nya yang diduga melakukan pelanggaran penagihan. Hal tersebut memicu debitur yang kesulitan membayar melakukan bunuh diri.
Kasus tersebut viral melalui media sosial Twitter. Akun @rakyatvspinjol pada 17 September 2023 membagikan thread mengenai adanya pengguna pinjol AdaKami yang bunuh diri akibat penagihan yang tidak wajar. Akun tersebut membagikan tangkapan layar dari masyarakat yang mengadu melalui Instagram.
Akun tersebut menceritakan keluarganya bunuh diri akibat tidak mampu membayar pinjaman di AdaKami. Teror hingga berakhir kepada pemecatan pekerjaan membuat keluarganya terpuruk. Lalu, akun @rakyatvspinjol menceritakan, korban tersebut meminjam kepada AdaKami sebesar Rp 9,4 juta dan harus mengembalikan pinjaman hingga hampir Rp 19 juta.

Saat korban telat membayar, teror mulai diterima hingga berujung pemecatan dari tempat bekerja karena debt collector terus menghubungi kantor tempat korban bekerja. Tak hanya itu, order fiktif antar makanan kerap berdatangan setiap hari. Hingga akhirnya korban tersebut melakukan bunuh diri dengan adanya teror berkepanjangan tersebut.
Platform AdaKami bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah memenuhi panggilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Rabu (20/9/2023) untuk proses klarifikasi.
Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr mengatakan, sebagai perusahaan yang telah berizin dan diawasi oleh OJK, AdaKami memahami dan patuh terhadap aturan yang berlaku di Indonesia. Hal itu termasuk dalam mengusut tuntas kasus tersebut. Dia memastikan, saat ini proses investigasi belum berlangsung dengan baik karena keterbatasan informasi yang ada mengenai pengguna.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.