
Kitab
Beragama dengan Gembira
Buku karya Syekh Mahmud al-Mishri ini menghimpun kisah-kisah inspiratif untuk Muslimin, terutama mengenai pentingnya hidup berimbang.
Syekh Mahmud al-Mishri merupakan seorang dai dan penulis internasional. Sosok yang akrab disapa Abu 'Amr itu berasal dari Kairo, Mesir. Ia telah menulis tidak kurang dari 86 karya yang membahas perihal sejarah Nabi Muhammad SAW, fikih, dan nasihat-nasihat islami.
Salah satu buku buah penanya ialah Sa'ah Wa Sa'ah Nawadir wa Ajaib. Edisi bahasa Indonesianya dikerjakan oleh seorang mubaligh kondang, Ustaz Abdul Somad (UAS), dengan judul Semua Ada Saatnya dan diterbitkan Pustaka al-Kautsar.
Pada bagian pengantar kitabnya ini, Syekh al-Mishri menjelaskan, seorang Muslim hendaknya beragama dengan hati gembira. Bukan terutama karena kesukacitaan, melainkan ketenteraman batin. Sebab, Mukmin sejati yakin bahwa segala sesuatu berasal dari dan bergantung pada Allah. Kemudian, selalu berprasangka baik kepada-Nya.
Kehidupan selalu dinamis. Kadang lapang, kadang menghadapi hambatan. Dalam Alquran surah an-Najm ayat 43, Allah berfirman bahwa Dialah Yang menjadikan manusia tertawa dan menangis. Karena itu, adalah wajar bagi seorang Mukmin untuk tertawa dan menikmati hal-hal duniawi selama masih dalam koridor yang digariskan syariat.
Beberapa sahabat Nabi SAW pernah menyangka, ketinggian spiritual baru akan diperoleh kalau mereka menjauhkan diri dari semua kenikmatan duniawi. Dalam arti, tidak ada tawa; tidak ada canda. Setiap hari, setiap jam, dan setiap menit, mesti dihabiskan dengan beribadah penuh keseriusan kepada-Nya.
Padahal, bukan itu yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “ Satu waktu dan satu waktu.” Maknanya, Nabi SAW mengajarkan umatnya agar seimbang dalam mengalokasikan waktu sesuai pada tempatnya.
Islam tidak mengarahkan manusia agar menjadi petapa atau rahib. Mengutamakan akhirat tidak berarti mencampakkan dunia kini-di sini. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi” (QS al-Qashash: 77).
Dengan semangat mengajak pada keseimbangan, Syekh al-Mishri menyusun karyanya ini. Sa'ah Wa Sa'ah Nawadir wa Ajaib terdiri atas empat bagian. Pada bab pertama, penulis menyajikan beberapa tema menarik tentang syariat Islam. Setidaknya, ada 21 tema yang disajikan. Di antaranya adalah pandangan agama ini terhadap canda dan gurauan, baik yang diharamkan maupun yang dibolehkan.
Dalam beberapa hadis shahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bercanda dan bergurau.
Syekh al-Mishri menjelaskan, dalam beberapa hadis shahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bercanda dan bergurau. Itulah keteladanan yang beliau tunjukkan. Ada berbagai bentuk senda gurau Rasulullah SAW.
Sementara itu, ada pula gurauan yang diharamkan. Menurut Syekh al-Mishri, jika gurauan diletakkan bukan pada tempatnya, maka pasti akan menyebabkan permusuhan. Jika manusia terus menerus melakukan itu secara berlebihan, pasti akan menimbulkan dampak yang berbahaya, baik bagi individu yang bersangkutan maupun masyarakat sekitarnya.
Seperti apakah canda yang terlarang itu? Menukil pernyataan Ibnu Hajar, “Gurauan yang dilarang adalah yang jika di dalamnya terdapat sikap berlebihan, atau dilakukan secara terus menerus. Karena itu dapat melalaikan seseorang dari zikir, mengingat Allah, dan memikirkan perkara-perkara penting dalam agama. Bahkan, itu (canda yang berlebihan) sering kali menyebabkan keras hati, menyakiti orang lain, dengki, tidak disegani, dan tidak berwibawa.”
Pada bab pertama ini, penulis juga menyajikan gambaran canda yang dilakukan para ahli fikih dan ahli hadis. Pada akhirnya, pembahasan mengerucut pada etika dan batasan bercanda. Tidak hanya itu, penyusun buku ini juga menceritakan beberapa peristiwa unik yang terjadi antara Rasulullah SAW dan sahabat, serta menjelaskan beberapa momen yang di dalamnya sang al-Musthafa tertawa.
Bab kedua buku Sa'ah Wa Sa'ah Nawadir wa Ajaib berisi beberapa petikan dan kutipan. Di sana, ada pula sejumlah kisah yang banyak tersebar. Diawali dengan pembahasan tentang tobat dan ditutup dengan cerita orang-orang saleh yang rindu akan surga Allah Ta’ala.
Pada bagian ini, penulis antara lain menuturkan lebih dari 100 kisah pendek yang penuh hikmah. Di antaranya adalah, cerita tentang tobatnya seorang perempuan; kisah seekor ular dan orang yang mabuk; serta nasib anjing dan seorang hamba sahaya yang dermawan.
Pada bab ketiga, penulis menceritakan kisah singkat dan peristiwa yang bertemakan mukjizat. Salah satunya adalah peristiwa terbelahnya bulan karena doa Nabi SAW. Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Sesungguhnya penduduk Makkah meminta kepada Rasulullah SAW agar diperlihatkan tanda-tanda. Maka Rasulullah SAW memperlihatkan terbelahnya bulan kepada mereka sebanyak dua kali.”
Pada bab ini, penulis menyuguhkan 29 kisah pendek yang didasarkan pada hadis dan keterangan kitab-kitab yang ditulis para ulama salaf. Di antaranya adalah cerita tentang air yang mengalir di antara jemari Rasulullah SAW; unta yang bersimpuh sujud kepada Nabi SAW; dan kekuatan fisik beliau.

Dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Qatadah, disebutkan bahwa “Anas bin Malik menceritakan kepada kami, ia berkata, ‘Rasulullah SAW menggauli istri-istrinya dalam satu waktu dari satu malam dan siang. Mereka berjumlah sebelas orang.’ Saya berkata kepada Anas, ‘Apakah Rasulullah mampu?’ Ia menjawab, ‘Diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah diberi kekuatan (yang setara) 30 orang laki-laki.’”
Adapun pada bab terakhir, Syekh al-Mishri menceritakan 45 kisah unik dan ajaib. Di antaranya adalah kisah tentang kesetiaan seekor kuda; monyet-monyet yang menegakkan hukum; burung yang berbakti kepada induknya; dan seekor ikan yang menyelamatkan manusia.
Dalam penutupnya, Syekh al-Mishri berharap, buku ini bisa bermanfaat bagi umat Islam di setiap waktu dan tempat. Ia juga mengajak kepada kaum Muslimin untuk memiliki semangat bergembira dalam naungan agama Islam yang mulia.
Secara umum, buku ini mengajak pembaca untuk merenungi makna kehidupan lewat berbagai kisah-kisah inspiratif yang menambah keimanan. Gaya tutur dan bahasa yang dipakai al-Mishri begitu komunikatif. Terlebih lagi, buku setebal 364 halaman ini adalah hasil terjemahan yang dilakukan UAS, salah seorang dai kekinian yang lama belajar di Mesir, Maroko, dan Sudan. Alhasil, kualitas alih-bahasanya sangat mengalir dan mudah dipahami pembaca awam sekalipun.
Latihan Bela Diri Praktis Calon Pekerja Migran
Kegiatan ini digelar Disnakertrans Provnsi Jabar bekerja sama dengan KJI dan WSDK Bandung.
SELENGKAPNYASaffron, Khasiatnya Setara dengan Harganya
Terlepas dari kegunaan kulinernya, saffron juga telah digunakan untuk tujuan pengobatan selama ribuan tahun.
SELENGKAPNYABawaslu Isyaratkan Ada Pelanggaran Kampanye Ganjar
Ajakan memilih Ganjar disampaikan lewat video yang diunggah di akun Twitter resmi PDIP.
SELENGKAPNYA