Aktivis pro-LGBT mengibarkan bendera pelangi di Moskow, Rusia, pada 2013. | AP Photo/File

Gaya Hidup

Menggugat Klaim Keberadaan Gen LGBT

Kejadian homoseksualitas pada manusia dan hewan masih menjadi teka-teki biologis yang signifikan.

Pada abad yang lalu, ketika kondisi kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) jauh lebih buruk dibandingkan saat ini, terdapat anggapan luas bahwa perilaku homoseksual adalah sebuah pilihan. Seorang homoseksual dikatakan bisa mengubah cara hidupnya dan menjadi heteroseksual.

Dilansir the Guardian, Senin (18/9/2023), profesor emeritus genetika perilaku di Universitas Sydney, Benjamin Oldroyd, menerbitkan Beyond DNA–How Epigenetics is Transforming our Understanding of Evolution. Maka dari itu, ketika ada laporan yang mengatakan tentang ‘gen gay’, ini disambut baik oleh banyak orang progresif.

Keberadaan gen-gen itu seolah menunjukkan bahwa homoseksualitas bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah konsekuensi tak terelakkan dari perkembangan dan genetika.

Anehnya, laporan mengenai gen homoseksualitas manusia itu dan banyak perilaku manusia lainnya gagal untuk diteliti.

photo
Massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Bogor melakukan aksi damai penolakan terhadap keberadaan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Plaza Balaikota, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/7/2023). Mereka mendesak wali kota Bogor menerbitkan peraturan wali kota sebagai peraturan pelaksana atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual serta menolak berbagai kegiatan yang dilakukan komunitas LGBT. - (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Tidak ada yang namanya ‘gen gay’. Dalam arti, belum ada yang mengidentifikasi penanda genetik atau gen yang menyebabkan seseorang bisa menjadi LGBT dari gen manusia. Selain itu, karena homoseksualitas pada umumnya dianggap mengurangi hasil reproduksi seseorang, alel (varian gen) yang secara langsung menyebabkan homoseksualitas, kemungkinan besar tidak akan menyebar dalam suatu populasi.

Meskipun demikian, LGBT kini sudah tersebar luas, begitu pula di dunia hewan. Sebuah penelitian memperkirakan bahwa 3,2 persen populasi manusia di Australia mengidentifikasi dirinya sebagai gay atau lesbian, sebuah frekuensi yang umum terjadi di seluruh dunia.

Meluasnya kejadian homoseksualitas pada manusia dan hewan lainnya, ditambah dengan heritabilitas yang tinggi namun genetika yang tidak dapat diprediksi dan kurangnya penanda genetik, menjadi teka-teki biologis yang signifikan.

Deretan Hipotesis

photo
Parade kaum LGBT di London pada Juli 2022. - (James Manning/PA via AP)



Ada tiga hipotesis utama mengenai keberadaan umum homoseksualitas dalam populasi manusia. Pertama, berdasarkan seleksi kerabat, dua berdasarkan alel antagonis seksual, dan tiga berdasarkan pewarisan epigenetik.

Secara singkat, gagasan seleksi kerabat adalah bahwa yang mendorong perilaku homoseksual dapat menyebar dalam suatu populasi, ini jika seorang homoseksual memberikan kontribusi atau pengaruh yang signifikan terhadap reproduksi kerabat dekatnya. Meskipun gagasan ini masuk akal, ada yang beranggapan bahwa jika tidak memiliki gen, maka tidak akan bisa menjadi LGBT.

Gagasan alel antagonis adalah bahwa ada gen-gen tertentu yang diseleksi dalam arah yang berbeda, yaitu diseleksi secara positif pada laki-laki, tetapi diseleksi secara negatif pada perempuan, begitu pula sebaliknya.

Secara hipotetis, karena gen itu belum teridentifikasi, gen yang mendorong produksi testosteron akan memiliki keunggulan selektif pada laki-laki jika gen itu mendorong sifat-sifat, seperti perkembangan otot, pengambilan risiko, ketertarikan seksual terhadap lawan jenis, dan peningkatan daya tarik seksual pada perempuan.

Namun, jika gen yang sama diekspresikan dengan cara yang sama pada perempuan, hal ini mungkin merugikan karena alasan timbal balik. Artinya, seleksi dapat menarik pria dan wanita ke arah yang berbeda sehingga mempertahankan varian gen yang berbeda dalam suatu populasi.

Kondisi LGBT di Asia Tenggara - (Republika)

 

Terakhir, epigenetik adalah transfer informasi genetik antargenerasi, yang tidak dikodekan dalam DNA. Pada sebagian besar mamalia, perkembangan seksual jantan ditentukan oleh SrY, sebuah gen pada kromosom Y. SrY mengkode protein yang berinteraksi dengan gen lain untuk membalikkan perkembangan default gonad embrio dari ovarium penghasil estrogen menjadi testis penghasil testosteron.

Jadi, jika janin dimandikan dengan estrogen yang diproduksi oleh ovarium bawaannya, ia akan mengembangkan tubuh wanita. Namun, jika ia diberi testosteron dari testisnya yang baru bertumbuh, ia akan berkembang menjadi laki-laki. Tapi, itu hanyalah kisah tentang determinisme genetik.

Kecuali jika memiliki sindrom langka, seperti kekurangan enzim 5α-reduktase. Enzim ini mengubah testosteron menjadi hormon penentu pria yang lebih kuat. Anak-anak ini, yang memiliki kromosom laki-laki, dilahirkan dengan alat kelamin ganda dan sering kali dibesarkan sebagai perempuan. Mereka kemudian berubah menjadi fenotip laki-laki saat pubertas dengan pelepasan testosteron yang terkait.

Dengan demikian, sebagian besar tanda epigenetik spesifik jenis kelamin pada gen yang terlibat dalam sensitivitas testosteron dihilangkan dan dibentuk kembali dalam pola spesifik jenis kelamin yang dapat diandalkan jauh sebelum gonad berdiferensiasi menjadi testis atau ovarium.

Namun, tidak semua tanda epigenetik terhapus seluruhnya selama perkembangan embrio, dan oleh karena itu mungkin saja terdapat transfer transgenerasi pengaturan epigenetik untuk sensitivitas testosteron. Hal ini dapat memengaruhi fenotipe seksual, identitas seksual dan ketertarikan seksual.

photo
 



Ini merupakan gagasan yang berpotensi penting karena dapat menjelaskan kecenderungan yang kuat pada anak kembar untuk memiliki preferensi seksual yang serupa. Namun, kecenderungan ini tidak lebih kuat pada kembar identik dibandingkan pada kembar non-identik. Hal ini menunjukkan pewarisan epigenetik dari salah satu orang tua, tapi bukan pewarisan genetik.

Jika hal ini semata-mata disebabkan oleh faktor genetik, kita bisa menduga bahwa orang kembar identik mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memiliki preferensi seksual yang sama dibandingkan orang kembar yang tidak identik. Jadi, sejauh mana homoseksualitas manusia menjadi pertanyaannya, pewarisan epigenetik masih merupakan kemungkinan yang menggiurkan.

 

 
Ada tiga hipotesis utama mengenai keberadaan umum homoseksualitas dalam populasi manusia.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Buku-Buku LGBT Mulai Ditarik dari Sekolah di AS

Sekitar 300 buku berisi materi LGBT ditarik di Florida.

SELENGKAPNYA

Gender Dysporia Anak Akibat Propaganda LGBT

Orang tua perlu membimbing saat anak menginjak usia remaja, yakni 10-15 tahun.

SELENGKAPNYA

Kemenkominfo: Lagu Kartun Anak LGBT Sudah tak Bisa Diakses

Usman memastikan pihaknya akan melakukan pemantauan terhadap konten-konten di media sosial.

SELENGKAPNYA

Gerakan LGBT Dinilai Super Militan

Tak hanya itu, LGBT tampil dalam berbagai buku, animasi, film, video, kartun, dan panggung pertunjukan.

SELENGKAPNYA