Penaklukan Makkah | Republika

Hikmah

Keluhuran Akhlak Rasul di Penaklukan Makkah

Semoga Allah SWT selalu membimbing kita berakhlak luhur.

Oleh AUNUR ROFIQ

Makkah merupakan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW dan tempat diterimanya wahyu pertama kali. Makkah adalah tempat awal perjuangan untuk menyelamatkan umat manusia dari kesesatan.

Setelah memperoleh wahyu kurang lebih selama 13 tahun, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya, dikejar, dianiaya, disiksa, diboikot, dan akhirnya berhijrah ke Yatsrib. Di kota inilah Rasulullah SAW mendirikan negara kota dengan konstitusi Piagam Madinah.

Kaum Quraisy belum menghentikan dan terus memusuhi umat Islam. Terjadi beberapa kali penyerbuan kaum Quraisy ke Kota Madinah, yang menimbulkan korban paman Nabi SAW, yaitu Hamzah.

Setelah stabilitas negara kota sudah tercapai, maka kaum Muslimin berniat melaksanakan ibadah umrah sekitar tahun ke-6 H atau 628 M. Perjalanan ini berakhir dengan perjanjian Hudaibiyah, yang merupakan tonggak awal untuk meruntuhkan benteng Makkah kaum Quraisy.

 
Selang dua tahun, Rasulullah SAW bersama para pengikutnya memasuki Kota Makkah tanpa perlawanan, sehingga penaklukkan Makkah tanpa pertumpahan darah sama sekali. Kejadian itu pada tahun 8 H atau pada Januari 630 M.
 
 

Selang dua tahun, Rasulullah SAW bersama para pengikutnya memasuki Kota Makkah tanpa perlawanan, sehingga penaklukkan Makkah tanpa pertumpahan darah sama sekali. Kejadian itu pada tahun 8 H atau pada Januari 630 M.

Kemenangan ini merupakan keunggulan siasat yang dijalankan. Secara diam-diam, kaum Muslimin memasuki sekitar Kota Makkah dan mendirikan kemah-kemah, sehingga mengepung kota tersebut. Seluruh isi kota kebingungan karena sama sekali tidak mengira telah dikelilingi kaum Muslimin. Mereka dihadapkan pilihan memperbolehkan kaum Muslimin memasuki kota atau melarangnya.

Hal ini sejalan dengan siasat Nabi SAW agar tidak ada pertumpahan darah di Tanah Suci. Nabi SAW datang tidak untuk membalas dendam, tapi karena kecintaannya kepada rumah suci Allah SWT yang menjadi pokok perjuangannya.

Bukankah Nabi SAW pernah berkata, "Hai Makkah, kau lebih kucintai dari tempat manapun juga, tetapi pendudukmu tidak mengizinkan aku tinggal padamu."

Pemimpin kaum Quraisy Abu Sufyan mondar-mandir kebingungan dan ketakutan, meskipun Rasulullah SAW telah memberikan amanat pada pengikutnya jika menemui mereka untuk tidak membunuhnya.

 
Nabi SAW datang tidak untuk membalas dendam, tapi karena kecintaannya kepada rumah suci Allah SWT yang menjadi pokok perjuangannya.
 
 

Akhirnya ketemulah Abu Sufyan dengan Abbas untuk diajak berkeliling dengan melihat situasi. Abu Sufyan menyadari bahwa begitu disiplin dan kuatnya pasukan Muslim sehingga dia mengambil sikap menyerah pada Rasulullah SAW.

Nabi SAW bertanya kepada Abu Sufyan, "Apakah engkau belum sadar juga, hai Abu Sufyan, bahwa tak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah.”

Abu Sufyan menjawab, "Demi ibu bapakku, tak ada orang yang lebih mulia dan baik hati daripadamu. Aku yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa jika ada sesuatu Zat yang patut disembah, maka ia adalah Tuhan yang engkau sebutkan.”

Abu Sufyan masih bimbang mengakui Muhammad sebagai Nabi dan Rasulullah. Namun demikian secara perlahan dia mulai tertarik kepada pribadi Nabi SAW (karakter), yang selama ini dia anggap sebagai musuh yang amat kejam.

Dia aman di tengah-tengah pasukan Muslim yang disiplin dan sempat menyaksikan shalat Subuh berjamaah dengan beribu-ribu umat Islam di bawah pimpinan seorang imam (Nabi Muhammad SAW). Mereka rukuk dan sujud dalam satu komando.

Abu Sufyan sangat takjub ketika Rasulullah SAW berkata, "Hari ini adalah hari penuh rahmat bagi kaum Quraisy, hari yang berbahagia, karena Ka’bah akan dihormati kembali oleh Allah.”

Padahal sebelumnya dia mendengar bahwa beberapa sahabat akan memenggal kepalanya dan hari ini dinyatakan sebagai hari pembalasan. Semua itu terhapus dengan keluhuran akhlak Rasulullah SAW dalam memperlakukan masyarakat taklukannya.

Kemudian berbarislah regu Anshar dan regu Muhajirin di bawah pimpinan Umar bin Khattab sebanyak 2.000 orang mengelilingi Rasulullah SAW dengan mengenakan pakaian perang. Abbas membisikkan pada Abu Sufyan bahwa orang-orang itu adalah pengawal pribadi Nabi Muhammad SAW.

 
Maka bergeraklah rombongan umat Islam menuju Ka’bah dengan diiringi takbir dan mengagungkan nama Allah SWT.
 
 

Maka bergeraklah rombongan umat Islam menuju Ka’bah dengan diiringi takbir dan mengagungkan nama Allah SWT. Di depan rombongan berjalanlah dengan gagah, yaitu Bilal yang mengumumkan dengan suara keras bahwa setiap orang yang masuk ke rumah Abu Sufyan, yang berlindung dalam Masjidil Haram, yang meletakkan senjatanya, yang menutup pintu rumah dan tinggal di dalamnya, dan yang berlindung dalam panji-panji Islam, semua akan dijamin keselamatannya.

Abu Sufyan merasa mendapat kehormatan sebagai orang Quraisy yang masih dihormati. Dia diajak Abbas ke tempat yang tinggi agar bisa melihat gerakan nyata pasukan Islam yang megah dan perkasa, rapi dan penuh ketaatan.

Dia berbisik kepada Abbas, "Wahai Abbas, sudah selayaknya saudara sepupumu menjadi raja yang berkuasa di dunia ini.”

Abbas segera menjawab, "Engkau keliru hai Abu Sufyan! Muhammad bukan seorang raja. Ia adalah seorang Nabi dan Rasulullah SAW.”

 
Keluhuran akhlak akan menghasilkan simpati, seperti terjadi pada Abu Sufyan pemimpin kaum Quraisy yang selau memusuhi umat Islam.
 
 

Keluhuran akhlak akan menghasilkan simpati, seperti terjadi pada Abu Sufyan pemimpin kaum Quraisy yang selau memusuhi umat Islam. Dia memperoleh kehormatan dengan diperlakukan baik dan dihormati di tengah pasukan Muslim.

Dengan perlakuan yang baik dan melihat sendiri keluhuran budi pekerti Rasulullah SAW, ia memeluk Islam atas kesadarannya. Keluhuran akhlak ini sangatlah penting.

Seorang pemimpin Muslim hendaknya menjadikan keluhuran akhlak sebagai syarat utama yang dimiliki. Dengan memiliki akhlak yang baik, tentu seseorang tidak akan berani berbuat kerusakan.

Akhlak yang baik akan menjadi benteng, akan menjadi perisai atau pelindung dalam setiap langkah kehidupan, sehingga manusia tidak akan berbuat dosa. Hasilnya, pembangunan di semua bidang akan stabil.

Di dalam Alquran disebutkan bahwa akhlak mulia sebagai amalan yang diungkapkan dengan kalimat, jika kita berbuat baik dan berperilaku baik, maka balasan yang didapatkan pun akan baik.

Sebagaimana firman-Nya dalam surah ar-Rahman ayat 60, "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”

Jika kita berbuat baik, terlebih menampakkan akhlak yang baik kepada sesama manusia, maka kita akan mendapatkan kebaikan juga dari Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu membimbing hamba-hamba-Nya untuk berperilaku dan berakhlak luhur.

Sejarah Pemberontakan PKI 1948

Banyak ulama dan santri yang gugur dalam peristiwa pemberontakan kaum komunis ini.

SELENGKAPNYA

Hakikat Ta’awwudz

Meskipun manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan di atas makhluk- Nya, tetapi tetap membutuhkan perlindungan

SELENGKAPNYA

Berhias untuk Suami

Hak suami terhadap istri adalah hendaknya istri selalu berusaha melakukan sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya