
Kisah
Dahsyatnya Kalimat Tauhid
Dua kisah ini menegaskan, betapa berat bobot kalimat tauhid, laa ilaaha illa Allah.
Dalam ajaran Islam, kalimat tauhid itu begitu mulia. Nabi Muhammad SAW melarang umatnya untuk menumpahkan darah siapapun yang mengucapkan "laa ilaaha illa Allah."
Pada zaman beliau, saat pertempuran terjadi seorang sahabat bernama Usamah bin Zaid menusuk hingga tewas seorang musuh. Lawannya sempat mengucapkan “Laa Ilaaha illa Allah” sebelum pedang Usamah menghampiri tubuhnya.
Ketika Nabi SAW mengetahui perkara ini, beliau bersabda, “Wahai Usamah, apakah engkau tetap membunuhnya setelah ia mengucapkan ‘laa ilaaha illa Allah’?”
“Wahai Rasulullah,” jawab Usamah, “orang itu mengucapkannya karena takut kepada senjata.”
“Mengapa engkau tidak membelah dadanya sehingga engkau mengetahui apakah hatinya mengucapkan ‘laa ilaaha illa Allah’ karena ikhlas ataukah karena selainnya?”
Terus menerus Rasulullah SAW mengulang pertanyaan retoris itu. Usamah pun tersungkur penuh penyesalan. Katanya kemudian kepada para sahabat, “Saya berharap, andai saja saya baru masuk Islam pada hari itu” (HR Bukhari-Muslim).
Terus menerus Rasulullah SAW mengulang pertanyaan retoris itu. Usamah pun tersungkur penuh penyesalan.
Kisah berikut ini juga menunjukkan fadilah “Laa ilaaha illa Allah.” Pada zaman dahulu, tersebutlah seorang raja yang lalim. Ia suka bertindak sewenang-wenang. Lebih dari itu, ia menyembah kepada banyak berhala serta menolak Islam.
Perlakuan kejamnya juga menimpa kaum Muslimin. Dari waktu ke waktu, perangainya tak berubah dan kian membahayakan sehingga umat Islam bangkit melawannya.
Setelah bertempur berhari-hari, pemimpin Muslim akhirnya dapat melumpuhkan si raja. Maka, penguasa zalim tersebut diikat, lalu dibawa ke lapangan luas untuk diadili. Para pemuka Muslimin saling berdiskusi di antara mereka.
“Kira-kira, hukuman apa yang pantas kita berikan kepada raja yang durhaka terhadap Tuhannya ini?" demikian satu sama lain saling meminta pendapat.
Akhirnya, musyawarah mencapai mufakat. Raja yang kini menjadi tawanan itu akan dihukum mati. Eksekusi dilakukan dengan cara mengikat kepalanya, lalu melemparkannya ke dalam bejana berisi api yang menyala-nyala. Rakyat yang lama dizalimi berkumpul ramai-ramai menyaksikan jalannya pelaksanaan hukuman.
Pada hari itu, para algojo bersiap-siap membawa si tawanan ke dekat bejana raksasa. Ketika panasnya api mulai menyengat tubuhnya, raja durhaka itu pun berteriak-teriak sembari memanggil nama seluruh berhala yang disembahnya selama ini. Dengan nada memelas, ia memohon kepada tuhan-tuhan itu akan keselamatan jiwanya.
“Wahai Lata, selamatkanlah aku! Wahai Habil, selamatkanlah aku! Wahai Uzza, bebaskanlah aku dari keadaan ini! Wahai Habil, bukankah aku telah mengusap-usap kepalamu setiap hari, melayanimu dengan baik selama bertahun-tahun!?” katanya.
Berulang-ulang ia mengadu kepada dewa-dewanya itu. Namun, tetap saja api memancarkan panasnya. Tubuhnya kian lemas tak berdaya. Lama kelamaan, ia sadar. Tuhan-tuhan yang selama ini dipujanya sama sekali tak memedulikannya. Lebih dari itu, mereka hanyalah patung, yang membisu, tak memberikan manfaat sedikitpun kepada dirinya.
Akhirnya, para algojo melemparkannya ke dalam bejana berisi kubangan api. Dalam momen itu, si raja segera meneriakkan kalimat, “Laa ilaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah!” Tiba-tiba, hujan deras turun dari langit sehingga api dalam bejana raksasa itu padam.
"... Laa ilaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah!” Tiba-tiba, hujan deras turun dari langit.
Berikutnya, angin kencang berembus sehingga memboyong bejana sekaligus si raja ke angkasa. Orang-orang menyaksikan pemandangan itu dengan takjub. Di atas sana, si terhukum tampak melayang-layang di udara.
Suaranya tetap saja menyeru, “Laa ilaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah!”
Bejana beserta isinya itu pun lenyap dari pandangan mata khalayak. Para ulama setempat menganggap, kejadian itu adalah berkah dari ucapan tauhid yang meluncur dari lisan si raja di detik-detik eksekusinya.
Berhari-hari kemudian, tersiar kabar bahwa angin telah membawa raja tersebut ke suatu daerah yang penduduknya sama sekali belum mengenal Allah. Menurut berita ini, orang-orang di sana segera mengerubungi benda yang jatuh dari langit itu. Setelah diperiksa, bejana itu ternyata membawa seseorang yang tampa terikat dan luka-luka.
“Siapakah kamu, apa yang telah terjadi padamu?” tanya seorang warga.
“Sesungguhnya, aku adalah seorang raja di negeri anu,” jawabnya.
Si raja lalu menuturkan seluruh kejadian yang dialaminya. Penduduk setempat menjadi tersadar. Mereka pun turut mengucapkan ikrar yang sama, “Asyhaduan Laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah.” Demikianlah, akhirnya seluruh mereka memeluk Islam berkat bimbingan raja tersebut.
Kisah yang dinukil dari Abu Bakr bin Abdullah al-Muzani itu mengandung hikmah tentang kemuliaan kalimat tauhid. Benarlah apa yang telah disampaikan Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illa Allah dan memanjangkan suaranya, niscaya akan dilebur untuknya empat ribu dosa besar.”

Sungguh besar bobot kalimat tauhid! Allah SWT berfirman kepada Nabi Musa, “Wahai Musa, seandainya langit yang tujuh serta seluruh penghuninya, selain Aku, dan ketujuh bumi diletakkan dalam satu sisi timbangan dan kalimat Laa ilaaha illa Allah diletakkan pada sisi lain timbangan, niscaya kalimat Laa ilaaha illa Allah lebih berat timbangannya” (HR Ibnu Hibban dan al-Hakim).
Hudzaifah bin al-Yaman, Penjaga Rahasia Nabi
Hudzaifah bin al-Yaman diberi tahu oleh Nabi Muhammad SAW tentang siapa saja di sekitar beliau yang tergolong munafik.
SELENGKAPNYAKeuntungan Pola Makan Vegan pada Kucing
Pola makan vegan memiliki potensi menarik untuk meningkatkan kesehatan kucing.
SELENGKAPNYA