ILUSTRASI Kekayaan tidak mengubah sosok Abdurrahman bin Auf sebagai sahabat Nabi yang saleh. | DOK Needpix

Tuntunan

Kilau Dunia

Kehidupan kini hanya berjalan dari satu transaksi ke transaksi berikutnya.

Hati siapa yang tidak tertarik dengan godaan harta. Terlebih seseorang seharusnya mendapatkan bagian harta tertentu setelah ia berjuang keras. Berjuang hingga risiko antara hidup dan mati hanya dipisahkan benang tipis. Ketertarikan atas harta yang lantas tak sesuai dengan harapan tentu memunculkan gundah. Keresahan itu pula yang dialami oleh kaum Anshar saat Perang Hunain nan berat itu sudah usai. Kaum Muslimin mendapat kemenangan yang besar.

Seperti laiknya perang-perang lain, kaum Muslimin pun berhak mendapat harta rampasan perang (ghanimah). Namun, alangkah kecewanya kaum yang menerima Nabi SAW saat ia diusir dari kaumnya itu. Nabi SAW justru memberikan bagian harta ghanimah kepada orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam, semisal Abu Sufyan, 'Uyainah, Al Aqra', dan Suhail bin 'Amar.

photo
Ilustrasi pamer kekayaan - (www.freepik.com)

Maka jiwa-jiwa manusia biasa kaum Anshar menyeruak protes. Mengapa orang yang dulunya memusuhi Nabi SAW dan baru masuk Islam mendapat bagian? Sementara mereka yang menolong Nabi SAW dan kaum muhajirin, pulang dengan tangan hampa.

 
Manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung halamanmu membawa Rasulullah? Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar
 
 

Rasulullah seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad, lantas menemui dan menjawab kegundahan sahabat-sahabatnya dari Anshar itu. "Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar," ujar Nabi SAW dalam kalimatnya yang bersejarah, "Manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung halamanmu membawa Rasulullah? Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar."

Kita paham bagaimana akhir dari kisah ini. Siapakah yang lebih beruntung bisa membawa serta Rasulullah SAW bersama mereka dibandingkan sampah dunia bernama harta. Sesenggukan wajah-wajah Anshar itu terdengar saling bersahutan. Air mata penyesalan mereka basah mengaliri hingga janggut-janggut mereka.

photo
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Jumat (9/11). Bank Indonesia (BI) menyatakan posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia tercatat sebesar 115,2 miliar dolar AS pada akhir Oktober 2018. Jumlah itu meningkat dibandingkan posisi September lalu sebesar 114,8 miliar dolar AS. Prayogi/Republika. - (Republika/Prayogi)

Begitulah kita sejatinya diajarkan untuk bersikap terhadap harta. Memiliki keinginan untuk menguasai harta adalah sesuatu yang wajar. Namun pada hakikatnya, harta hanyalah sebuah sarana. Seperti hanya Rasulullah SAW memberikan harta kepada kaum Quraisy yang baru masuk Islam. Semua itu hanya sarana untuk mengikat hati mereka agar tetap bersama dakwah.

Sementara Rasulullah SAW paham, sejatinya kaum Anshar tak memerlukan itu semua. Bagi mereka yang mengutamakan kaum muhajirin di atas diri mereka sendiri, tentu harta bukanlah yang paling utama. Jika kaum Anshar menangis tersedu karena mereka "mendapat" Rasulullah SAW, kita justru tergugu jika harta kita berkurang.

Otak kita seakan di-setting hanya untuk mencari uang dan materi. Bukan dengan niat jihad mencari nafkah, tetapi demi memenuhi buas nafsu diri. Terkadang waktu yang kita miliki tak cukup 24 jam guna mencari pundi-pundi rupiah. Demi sebuah tas bermerek agar tak lagi dijauhi dalam kumpulan arisan-arisan masa kini.

Kehidupan kini hanya berjalan dari satu transaksi ke transaksi berikutnya. Dari satu lembur ke lembur yang sama keesokannya. Muara semuanya itu hanya kelelahan raga dan jiwa yang tak pernah tenang. Terlalu keras mengais emas terkadang turut melenakan kita pada hal-hal kecil yang sejatinya butuh perhatian.

Mengejar tender miliaran bagi kita masih terlalu penting dibandingkan mengajari anak-anak kita belajar huruf Hijaiyah agar mereka dapat membaca kitab sucinya. Kita lupa membantu mengejakan hukum-hukum tajwid agar kelak saat kita mati, si anak dengan lancar memimpin barisan shalat jenazah.

Padahal, bisa jadi bekal yang sangat ia perlukan bukanlah properti tak bergerak senilai puluhan miliar. Yang mereka butuhkan sejatinya adalah apa yang kaum Anshar butuhkan. Kehadiran sosok Rasulullah SAW. Mereka jauh lebih beruntung membawa pulang Nabi Muhammad SAW ke kota mereka. Lantas menyerap saripati hidup yang sebenarnya.

photo
ILUSTRASI Menghadapi kecemburuan istrinya, Rasulullah SAW adakalanya memilih diam. - (Dok pxhere )

Jika mengaku Muslim, tentu kita sadar betul jika kehidupan kita tak berakhir saat dokter mendiagnosis fisik kita mati. Kehidupan bakal berlanjut dalam episode sebenarnya yang jauh lebih panjang nan abadi. Rasulullah SAW yang kerap kita tulis sebagai idola dalam daftar riwayat hidup pun tak menyertakan bekal harta sebagai bekal kehidupan setelah kematian.

Hanya tiga hal yang bakal setia datang meski jasad kita dikubur dalam dalam tanah. Ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan anak saleh yang terus berdoa untuk orang tua. Harta yang dengan kerja paling keras kita lakukan justru akan dinikmati oleh mereka-mereka yang masih hidup. Satu dua dibumbui pertengkaran saudara demi merebutkan peninggalan warisan. Yang ada hanya nestapa jika harta yang menjadi peninggalan.

Semoga kita ini seperti orang-orang Anshar yang mendapat keistimewaan untuk "membawa pulang" Rasulullah SAW bersama mereka. Karena mereka sadar, meski ketertarikan pada kilau harta sangatlah normal, tak akan bisa menggantikan kilau cahaya hakiki dari Muhammad SAW.

Disadur dari Harian Republlika Edisi 6 November 2016

Pesta Seks Bukan Fetish, Melainkan Gangguan Mental

Pasangan harus saling mengingatkan risiko-risiko berbahaya dari aktivitas yang tidak biasa.

SELENGKAPNYA

Bulan Purnama Keputusan Majelis Syura PKS

Majelis Syura hari ini menggelar musyawarah untuk menentukan sikap dalam Pilpres 2024.

SELENGKAPNYA

Indonesia Krisis Penghulu

Setiap bulan, seorang penghulu menangani 24-32 peristiwa pernikahan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya