Keluarga duka mengarak jenazah saat prosesi penguburuan pada upacara pemakaman adat Toraja atau Rambu Solo di Sadan Balusu, Toraja Utara, Sulawasi Selatan, Sabtu (2/9/2023). | Antara/Sakti Karuru

Safari

Agungnya Kematian di Tana Toraja

Sebelum dimakamkan, jenazah masih disimpan di tongkonan, diperlakukan laiknya manusia hidup.

Jenazah Mama Panglaboh sudah setahun terbaring di tongkonan utama keluarganya. Sejak wafat tahun 2013 pada usia 90 tahun, perempuan yang paling dituakan di keluarga bangsawan Suku Toraja ini belum dimakamkan.

Cucu mendiang, Ata Panglaboh, mengatakan, tak lama lagi jenazah neneknya akan segera dimakamkan. "Bulan depan (Desember) jasad nenek akan dikeluarkan dari tongkonan, langsung pesta Rambuk Solo," ujar dia.

Pesta Rambuk Solo yang Ata maksud adalah sebuah upacara adat menghantarkan jiwa dari sanak keluarga yang mati ke khayangan. Dia mengatakan, dalam hidup ini, masyarakat Toraja meyakini bahwa sebetulnya orang yang telah wafat belum sepenuhnya mati.

Untuk itu, sebelum dimakamkan, jasad masih disimpan di tongkonan untuk diperlakukan laiknya manusia hidup. Baru setelah seluruh persiapan Rambuk Solo rampung, jenazah akan dimakamkan. Itu pun setelah melewati sejumlah prosesi yang dilangsungkan berhari-hari lamanya. "Tanggal 10 Desember kami gelar pesta untuk persembahan terakhir kami buat nenek," ujar Ata.

photo
Wisatawan asing melihat kuburan batu di objek wisata Loko Mata di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Selasa (16/8/2022). Objek wisata berupa batu besar berisi kuburan keluarga warga setempat tersebut menjadi wisata budaya yang ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. - (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Ata mengatakan, ragam persiapan guna memberikan persembahan penghantar neneknya ke alam baka terus dilengkapi. Sejumlah tongkonan dan tempat menyimpan jasad selama pesta Rambuk Solo yang disebut Lakian tengah dibangun megah di pelataran halaman kompleks permukiman keluarga Ponglabah.

Tak hanya itu, lebih dari 24 kerbau hitam siap untuk dipotong dalam rangkaian acara tersebut. Kerbau yang dalam bahasa Toraja disebut tedong adalah simbol kemakmuran. Siapa yang sanggup memotong kerbau minimal 24 ekor dalam satu pesta kematian, maka laik menyandang status terhormat di Suku Toraja.

"Juga ada kerbau belang, harga satunya bisa setengah miliar, keluarga sudah siapkan sekarang disimpan di kandang," ujar wanita 39 tahun ini.

Di lokasi berdirinya tongkonan-tongkonan keluarga Ponglabah, tampak pembangunan sedang gencar dilakukan. Tak hanya tongkonan, Alang pun ikut dibangun massal oleh keluarga asal Kecamatan Sa'dan, Toraja Utara, Sulawesi Selatan ini. Sekitar ada lima sampai enam bangunan berbahan kayu sedang sibuk para pekerja bangun.

photo
Warga menaiki tangga saat melakukan persiapan ritual Manene di kuburan batu Lokomata, Rimbing Allo, Toraja Utara, Sulawasi Selatan, Sabtu (2/9/2023). Ritual Manene adalah pembersihan dan pembungkusan ulang jenasah yang dimakamkan di liang lahat. - (Antara/Sakti Karuru)

Rencananya, keluarga Panglaboh akan mengadakan pesta tujuh hari suntuk sebelum melepas sang nenek dimakamkan di sebuah gua tak jauh dari kediaman mereka. Entah berapa alokasi dana yang disiapkan oleh keluarga ini untuk bisa mempersiapkan itu semua. Ata yang disinggung soal ini pun sungkan membeberkan informasi berapa jumlah uang yang sudah dihabiskan keluarganya.

"Wah kalau itu urusan keluarga saja ya, hehe," kata dia.

Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulsel Joni Lisungan menjelaskan, biaya untuk mengadakan pesta seperti ini dikumpulkan dari setiap sanak keluarga yang masih terikat marga. Sukarela tanpa dikenakan patokan, berapa pun akan diterima oleh anggota keluarga inti mendiang.

Namun, meski mendapat bantuan sukarela, masyarakat suku Toraja memiliki sebuah buku catatan khusus yang mencatat setiap penerimaan bantuan. "Kami akan dengan sangat hafal, si A kasih apa si B kasih apa, itu kami catat," kata putra daerah Tana Toraja ini.

Joni juga memastikan bahwa nilai kedatangan seseorang dalam sebuah pesta kematian akan sangat berharga bagi keluarga mendiang. Dia berujar, norma dan budaya Toraja menolerir bila ada sejumlah pihak yang dikenal tak datang dalam pesta bahagia seperti perkawinan.

photo
Sejumlah keluarga yang berduka dan warga mengarak jenazah untuk disimpan di lakian (tempat menyemayamkan jenazah sementara) saat prosesi Mapasonglo di Gandangbatu Sillanan, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Selasa (4/10/2022). Mapasonglo atau prosesi arak-arakan jenazah keliling kampung tersebut merupakan rangkaian upacara kematian atau Rambu Solo yang hanya bisa diadakan oleh masayarakat bangsawan Toraja. - ( ANTARA FOTO/Sakti Karuru)

Tapi, tidak untuk pesta kematian. Seluruh sanak keluarga harus berkumpul dan mereka yang mengenal keluarga mending wajib datang agar tak dianggap tidak menghargai.

Menurut Joni, pandangan ini terbentuk karena persiapan sebuah pesta kematian bukan perkara mudah. Sebuah keluarga bisa menunggu puluhan tahun hingga dana terkumpul untuk melaksanakan pesta. Belum lagi penentuan tanggal pemakaman yang disiapkan matang-matang agar semua sanak keluarga bisa berkumpul, semua disiapkan terinci. "Sehingga, kalau ada yang tidak datang, kami bisa tersinggung," kata Joni. 

Menyusuri Gua Londa

Duarrr, suara ledakan rendah dan kilatan cahaya putih mengagetkan kami yang saat itu tengah menyusuri gua gelap di Desa Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Sontak, segelintir dari kami yang saat itu berjumlah 10 orang berteriak kaget.

Suara itu berasal dari meledaknya lampu kilat kamera SLR yang dipegang oleh salah seorang dari kami. Gua ini bukan sembarang gua.

photo
Pekerja menyelesaikan pembuatan liang di kuburan batu Loko Mata di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Selasa (16/8/2022). Pekerja setempat mengaku biaya pembuatan liang pada kuburan batu tersebut berkisar Rp 90 juta-Rp 190 juta per liang tergantung ukuran volume dengan masa pengerjaan enam bulan hingga satu tahun. - (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Terowongan gelap nan hening yang berisi peti-peti mati dengan jenazah di dalamnya ini membuat suara apa pun mampu ditangkap telinga dengan peka. Sontak, kami pun terdiam sesaat setelah ledakan terdengar. Beberapa lainnya menggerutu meminta agar peserta tersebut meletakkan kameranya di dalam tas.

"Permisi dulu ih, mungkin tadi enggak, jadi seperti itu," ujar peserta lainnya.

Ya, rasanya berjalan-jalan di pemakaman umum siang hari yang jauh dari keramaian saja sudah tegang. Tapi di sini, tempat bernama Londa, adalah gua pemakaman adat suku Toraja. Kami menyusuri gelapnya gua sepanjang 40 meter hanya dengan bantuan lampu petromak yang disediakan oleh warga setempat di mulut gua.

Lando terletak sekitar 7 kilometer dari Kecamatan Rantepao. Menurut warga setempat yang memandu kami, Vales, gua ini adalah bagian dari bukit pemakaman milik keluarga bangsawan Toraja, bermarga Tolengke.

Tidak ada bukti tertulis yang memastikan kapan bukti setinggi 80 meter dengan gua di dalamnya ini pertama kali digunakan sebagai pemakaman. "Yang di dalam gua ini rakyat biasa, yang di dinding bukit nah itu baru bangsawan keluarga Tolengke," kata Vales sembari menjaga api petromaknya tak padam.

photo
Seorang wisatawan mengambil gambar kuburan kaum bangsawan Toraja yang dikuburkan di tebing, Suaya, Sanggala, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/10/2022). - (ANTARA FOTO/Sakti Karuru)

Sesaat setelah ledakan itu, nyali kami tak lantas ciut. Terus merangsek masuk untuk mengetahui seperti apa suku Toraja memakamkan keluarganya. Ternyata rute untuk terus ke dalam semakin berat dan kian sempit, hanya cukup untuk dua orang saja melintas sejajar.

Kadang kami harus melompat menghindari lubang terjal, lalu tiba-tiba merunduk karena jalan berubah menjadi lubang berdiameter sekira satu meter. Pemandangan tak nyaman mulai terlihat saat mendekati pangkal gua. Tengkorak dan tulang belulang manusia berserakan, di mana-mana.

 Menurut Vales, itu adalah kerangka para jenazah yang peti matinya sudah hancur lebur. Usia mereka yang sudah tak 'berpeti' ini bisa mencapai ratusan tahun.

Tumpukan peti-peti mati memenuhi dinding gua. Ada yang digantung, ada yang tergeletak, semua jujur saja, bergeletakan tak keruan. Uniknya, banyak sekali botol minuman ringan bahkan bir yang juga tergeletak di samping jenazah dan tulang belulang kuning itu. Tak ketinggalan, batangan rokok utuh juga berserakan di lokasi. Bahkan, lembaran dan kepingan koin uang pun saya lihat di sekitar tengkorak.

"Ini sesajen, persembahan buat mereka di alam sana," ujar pemuda legam ini.

photo
Warga menaiki tangga saat melakukan persiapan ritual Manene di kuburan batu Lokomata, Rimbing Allo, Toraja Utara, Sulawasi Selatan, Sabtu (2/9/2023). Ritual Manene adalah pembersihan dan pembungkusan ulang jenasah yang dimakamkan di liang lahat. - (Antara/Sakti Karuru)

Kisah cinta duka

Sampai di ujung gua, ternyata masih ada celah yang bisa dilalui. Vales berujar rute ini tembus hingga ke mulut gua seberang. Tapi, kami tak mencobanya, karena memang tak mungkin melewati jalur sempit tersebut tanpa keahlian.

Sesaat saat kami akan memutar arah, Vales menunjuk dua pasang tengkorak yang terbaring berdampingan. Dikisahkannya, dua bekas kepala manusia itu dulunya adalah sepasang kekasih yang tak direstui hubungannya.

Dua sejoli ini lalu ditemukan tewas pada 1972 tak jauh dari tongkonan keluarga mereka. Menurut cerita, keduanya gantung diri karena tak ingin dipisahkan. "Mereka masih sepupu, jadi dilarang untuk melanjutkan hubungan," kisah dia.

Kami yang mendengar cerita ini terenyuh. Tak seorang pun  berani mengambil gambar dari dua sejoli tersebut.

Boneka orang mati

Di luar gua, terdapat peti-peti mati yang  konon sudah berusia ratusan tahun. Bentuknya mirip tongkonan. Tepat di sisi kiri mulut gua Lando, terpajang beberapa tiruan fisik dari orang-orang yang sudah dimakamkan di bukit ini.

photo
Sejumlah kerabat mengangkat jenazah keluarga untuk dibersihkan saat ritual Manene di Pangala, Kecamatan Rindingallo, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Jumat (27/8/2021). Ritual Manene menjadi salah satu upacara sakral yang berlangsung secara turun temurun di kalangan masyarakat Toraja sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur mereka yang telah wafat. - (ANTARA FOTO / Sevianto Pakiding)

Mereka yang dibuatkan tiruannya adalah orang-orang terpandang semasa hidupnya. Dibuat dari kayu pohon nangka, rupa dan fisik dari boneka itu benar-benar mirip manusia, lengkap dengan pakaiannya.

"Itu tau-tau namanya, bentuk penghargaan dari keluarga untuk sesepuh yang sangat dihormati," ujar Vales.

Di bukit inipun terdapat lubang-lubang di dindingnya. Lubang-lubang tersebut tampak ditempatkan peti-peti mati juga. Masyarakat suku Toraja percaya, semakin tinggi derajat seseorang maka harus kian tinggi pula tempat perisitirahatan jasadnya.

Terlihat di puncak bukit sebuah peti mati terbaring dengan perlindungan atap seng di atasnya. Lantas timbulah pertanyaan, seperti apa cara memindahkan peti-peti mati ini dari bawah ke dinding-dinding bukit?

Vales menjelaskan, ketika upacara Rambuk Solo mencapai puncaknya, peti berisi jenazah itu diikatkan dengan tali melingkar. Beberapa anggota keluarga lalu memanjat hanya dengan sebatang bambu yang sudah terpasang kuat di dinding bukit. Setelah mereka sampai di titik tempat jasad dimakamkan, peti yang sudah terikat tali itu lalu ditarik perlahan hingga sampai ke tangan mereka.

photo
Sejumlah keluarga yang berduka dan warga mengarak jenazah untuk disimpan di lakian (tempat menyemayamkan jenazah sementara) saat prosesi Mapasonglo di Gandangbatu Sillanan, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Selasa (4/10/2022). Mapasonglo atau prosesi arak-arakan jenazah keliling kampung tersebut merupakan rangkaian upacara kematian atau Rambu Solo yang hanya bisa diadakan oleh masayarakat bangsawan Toraja. - (ANTARA FOTO/Sakti Karuru)

"Peti lalu disimpan rapi, setelah selesai, mereka turun. Semua dilakukan oleh sanak keluarga," ujarnya. 

Jenazah Bangsawan Rutin Ganti Pakaian

Tiga tahun sekali, jenazah-jenazah yang ada di dinding-dinding bukit itu diturunkan untuk menjalani ritual rutin di bulan Agustus. Jasad-jasad yang sudah diawetkan ini mendapatkan baju baru setelah tiga tahun lusuh terkena hujan tertimpa sinar surya.

Ritual ini disebut Ma'nene. Umumnya dilakukan oleh suku Toraja pedalaman. Prinsip dari ritual ini ialah untuk tetap menghormati leluhur dengan merawat jasadnya meskipun telah mati.

photo
Kerabat memasukkan kembali jenazah keluarganya ke dalam peti saat ritual Manene di Lembang Ampang Batu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Senin (15/8/2022). Ritual yang digelar secara turun temurun oleh masyarakat Toraja tersebut untuk mengganti dan membersihkan jenazah keluarga sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang terhadap leluhur mereka. - (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

"Sebagian percaya bahwa arwah yang jasadnya dirawat akan membantu nasib mereka yang masih hidup," kata Vales.

Ritual Ma'nene erat kaitannya dengan hasil panen. Oleh karena itulah, diadakan setiap Agustus setelah panen raya selesai. Para jasad leluhur diberi baju baru sebagai bentuk terima kasih karena telah ikut membantu hasil panen yang baik dan melimpah. 

Disadur dari Harian Republika edisi 23 November 2014 dengan reportase oleh Gilang Akbar Prambadi.

Brankas Sejarah Bernama Pacitan

Di desa kecil ini, Sudirman yang terkenal dengan kejeniusan taktik perangnya pernah menghabiskan waktu.

SELENGKAPNYA

Bertamu ke 'Rumah' Purba di Pacitan

Gua di Pacitan terbukti tempat yang nyaman bagi manusia purbakala.

SELENGKAPNYA

Pacitan Kota Purba ‘Metropolitan’

Manusia purbakala Pacitan mampu melewati ragam masa kehidupan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya