Tingkat kebahagiaan anak perempuan (ilustrasi) | Unsplash/Janko Ferlic

Gaya Hidup

Titik Nadir Kebahagiaan Perempuan

Satu dari empat perempuan berusia 15 - 64 tahun pernah mengalami kekerasan selama hidupnya.

Kebahagiaan di kalangan anak perempuan dan perempuan muda telah mencapai titik terendah sejak 2009. Hasil ini didapat dari jajak pendapat Girlguiding, yang menunjukkan bahwa sembilan dari 10 perempuan berusia tujuh hingga 21 tahun merasa khawatir atau cemas.

Dalam angka yang menurut ketua eksekutif gerakan Inggris tersebut, Angela Salt menunjukkan, anak perempuan dan perempuan muda merasa dikecewakan. Hanya 17 persen berusia tujuh hingga 21 tahun yang kini merasa sangat bahagia dibandingkan dengan 2009 yang mencapai 40 persen.

Penurunan kebahagiaan paling tajam terjadi pada anak perempuan usia tujuh hingga 10 tahun. Hanya 28 persen yang mengatakan mereka bahagia dibandingkan dengan lebih dari setengahnya pada 2009. Ada juga peningkatan kemarahan yang besar di kalangan anak perempuan berusia 11 hingga 21 tahun, karena ‘orang dewasa telah merusak lingkungan’ dan generasi mereka ‘harus menghadapinya’. “Sejujurnya, saya takut dunia kita akan hancur dan kita tidak bisa berbuat apa-apa,” kata seorang anak perempuan kepada para peneliti.

Namun, ada pula tanda-tanda harapan. Dalam riset tersebut, semakin banyak anak perempuan yang bersuara dan berkampanye mengenai isu-isu yang mereka pedulikan, aksi protes meningkat, dan semakin banyak anak perempuan yang merasa menjadi bagian dari komunitas.

Dalam survei terhadap 2.614 anak perempuan dan perempuan muda, banyak yang menggambarkan bagaimana perasaan negatif terhadap citra tubuh, masalah dunia daring, dan berkurangnya cita-cita mengikis kesejahteraan mereka. “Mereka terus-menerus menghadapi masalah yang tidak kunjung selesai dan berdampak negatif pada kehidupan mereka,” kata Salt dilansir dari The Guardian, Kamis (14/9/2023).

Anak-anak perempuan merasakan tekanan dan tantangan dari berbagai sudut. Mulai dari kekerasan daring hingga pelecehan penampilan dan seksual. Anak perempuan tidak hanya mengkhawatirkan masa depan mereka dan meningkatnya biaya hidup, tetapi juga mengalami tekanan yang tidak realistis dan perilaku negatif karena mereka perempuan.

Meskipun ada banyak kampanye untuk mengubah cara menggambarkan tubuh perempuan, dua pertiga dari anak-anak berusia 11 hingga 21 tahun terkadang merasa malu dengan penampilannya karena mereka tidak terlihat seperti perempuan di media sosial, angka ini naik dari setengahnya dibanding lima tahun lalu.

photo
Kebahagiaan di kalangan anak perempuan dan perempuan muda telah mencapai titik terendah sejak 2009. - (Unsplash/Mieke Campbell )

Dalam beberapa temuan, juga tampak tren mengkhawatirkan yang menunjukkan kemunduran dalam kesetaraan gender, jumlah anak perempuan dan perempuan muda yang berpikir bahwa mereka diberi kesempatan yang sama untuk melakukan hal-hal seperti laki-laki.

Hanya satu dari empat anak perempuan yang percaya bahwa komentar seksis ditangani dengan serius di sekolah, dan 44 persen anak usia 11 hingga 21 tahun mengatakan bahwa mereka pernah diteriaki atau disiul dalam perjalanan ke dan dari sekolah. “Sungguh menyedihkan mendengar bahwa kebahagiaan anak perempuan terus menurun selama 15 tahun terakhir,” kata Salt.

Penindasan daring, seperti menerima komentar jahat atau trolling, terhadap kelompok termuda, meningkat hampir dua kali lipat dalam tujuh tahun terakhir. Satu dari lima orang mengatakan orang-orang berkomentar tentang tubuh mereka secara daring, lebih dari dua kali lipat sejak 2016.

photo
Satu dari empat perempuan berusia 15 - 64 tahun pernah mengalami kekerasan selama hidupnya. - (Unsplash/Avi Richards)

Hampir seperlima anak perempuan berusia tujuh hingga 10 tahun melaporkan bahwa komentar diberikan kepada mereka tentang tubuh mereka secara daring (19 persen), yang meningkat lebih dari dua kali lipat dari delapan persen pada 2016.

Pada 2009, 72 persen dari anak-anak berusia tujuh hingga 21 tahun mengatakan mereka senang dengan penampilan mereka. Namun, angka tersebut merosot menjadi 59 persen pada 2023 dan sepertiga anak perempuan mengatakan mereka akan mempertimbangkan operasi plastik.

 

Dominasi di Lingkup Domestik

photo
KDRT Dalam Angka - (Republika)

 

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Eni Widiyanti, mengatakan kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di rumah tangga. "Laporan yang masuk ke Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak-Red), menunjukkan tempat kejadian kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di rumah tangga, yakni 73,1 persen," kata Eni Widiyanti dalam talkshow bertajuk "Dialog Lembaga Penyedia Layanan Mengenai Penghapusan KDRT", di Jakarta, Selasa.


Sementara itu, pelaku kekerasan sebagian besar adalah suami dengan persentase 56,3 persen. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami perempuan penyebabnya beragam, ada yang karena suaminya cemburu, suami mabuk, masalah pekerjaan, himpitan pekerjaan yang dialami suami atau istri, atau pemicu yang lain. "Kekerasan jenis apa pun dan berbentuk apa pun, berdampak signifikan terhadap kesehatan ataupun kesejahteraan perempuan yang menjadi korban," kata Eni. 


Data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 menunjukkan satu dari empat perempuan berusia 15 - 64 tahun pernah mengalami kekerasan selama hidupnya. Kemudian, satu dari sembilan perempuan atau 11,3 persen pernah mengalami kekerasan fisik.

Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh suami atau pasangan yang terbanyak dialami perempuan adalah pembatasan perilaku, jumlahnya 30,9 persen. "Jadi, (KDRT) masih sangat besar. Kondisi ini selaras dengan persepsi dan sikap perempuan yang disurvei ya tentunya, tapi mewakili populasi perempuan Indonesia, yang menyatakan bahwa setuju terhadap pernyataan istri yang baik memang harus patuh pada suami meskipun bertentangan dengan keinginan istri," kata Eni. 

 

 
Sungguh menyedihkan mendengar bahwa kebahagiaan anak perempuan terus menurun selama 15 tahun terakhir. 
 
ANGELA SALT, Ketua eksekutif Girlguiding. 
 
   

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Menakar Penyebab Perempuan Memilih Jalur Karier Sebagai Bintang Porno

Penggunaan media sosial yang lebih tinggi berkorelasi dengan narsisme.

SELENGKAPNYA

Maryam, Perempuan Istimewa Dalam Alquran

Maryam menjadi sebuah nama surah dalam Alquran. Itu menunjukkan betapa Islam memuliakan ibunda Nabi Isa AS tersebut.

SELENGKAPNYA

Komodifikasi Sensualitas Perempuan

Sensualitas dinilai memiliki daya tarik berbagai komoditas yang diperdagangkan.

SELENGKAPNYA