Hikmah
Bahaya Istidraj
Tak semua kenikmatan adalah rahmat, tetapi bisa jadi merupakan istidraj.
Oleh AHMAD FATONI
Banyak orang yang diberi kenikmatan oleh Allah SWT bukan karena kasih sayang-Nya, melainkan sebagai “jebakan”. Mereka terlihat sejahtera di mata manusia, tapi sebenarnya sedang dijebak dengan berbagai kesenangan duniawi yang akan menjadi azab di akhirat.
Rasulullah SAW menyatakan, “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR Ahmad).
Dengan begitu, kesenangan yang dirasakan seseorang di dunia tidak bisa dijadikan alat ukur tingkat kesalehan. Lihat saja, misalnya, orang-orang yang melakukan praktik riba atau korupsi, tapi mereka mendapatkan kekayaan yang berlimpah.
Kesenangan yang dirasakan seseorang di dunia tidak bisa dijadikan alat ukur tingkat kesalehan.
Ada pula orang-orang yang suka menzalimi orang lain, tapi mereka tetap mendapatkan pengaruh dan kehormatan yang tinggi. Kendati mereka memiliki harta berlimpah dan merasakan kemewahan, senyatanya mereka sedang dipermainkan oleh Allah SWT agar terus terlena dalam kemungkaran.
Sikap waspada dan hati-hati bagi siapa pun menjadi penting. Sebab, tidak semua kenikmatan adalah rahmat, tetapi bisa jadi merupakan istidraj.
Ketika Allah SWT memberikan banyak kenikmatan dunia kepada ahli maksiat, itu salah satu ciri dari istidraj. Semakin seseorang bermaksiat, semakin ditambah kenikmatannya.
Demikian cara Allah SWT membiarkan seseorang mendapatkan kenikmatan semu di dunia sebagai bentuk hukuman terhadap mereka yang telah menyimpang.
Cara termudah untuk mengenali apakah kenikmatan yang didapat adalah rahmat dari Allah atau istidraj adalah dengan menggunakan barometer ketakwaan. Jika seseorang taat dalam beribadah, kenikmatan yang diterimanya bagian dari rahmat Allah SWT. Jika orang tersebut lalai dalam beribadah, maka kenikmatan yang dimilikinya itu merupakan istidraj.
Ketika Allah SWT memberikan banyak kenikmatan dunia kepada ahli maksiat, itu salah satu ciri dari istidraj. Semakin seseorang bermaksiat, semakin ditambah kenikmatannya.
Pertanyaannya, apakah kenikmatan itu membuat seseorang bertambah dekat kepada Allah SWT atau justru membuatnya semakin jauh dari-Nya?
Karena itu, kita tak perlu silau dengan kesuksesan seseorang, sementara dia masih bergelimang dosa. Itulah ciri orang yang sedang tertimpa istidraj.
Hal ini dipertegas suatu riwayat dari Ali Ali bin Abi Thalib, “Hai anak Adam, ingat dan waspadalah bila kau lihat Tuhanmu terus menerus melimpahkan nikmat atas dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan maksiat kepada-Nya”. (Mutiara Nahjul Balaghah).
Selain itu, orang-orang yang sedang mendapatkan ujian istidraj biasanya tampak jarang sakit. Padahal, hikmah dari sakit salah satunya sebagai penghapus dosa.
Mengutip pernyataan Imam Syafi’i, “Setiap orang pasti pernah mengalami sakit dalam hidupnya, jika engkau tidak pernah sakit maka tengoklah ke belakang mungkin ada yang salah dengan dirimu.”
Akhirnya betapa banyak pelaku kemaksiatan dengan segala kenikmatan yang dimilikinya menjadi sombong, lupa diri, dan tak peduli dengan bahaya istidraj. Istidraj telah menyebabkan seseorang semakin tertipu oleh kenikmatan sesaat.
Dia tidak menyadari bahwa dengan kenikmatan itu kelak akan memperberat siksaan di akhirat.
Nyai Sholichah Munawwaroh, Ketangguhan Ibu Gusdur
Nyai Sholichah juga tak alergi memperjuangkan umat di parlemen.
SELENGKAPNYAPuncak Peradaban Islam di Kordoba
Di bawah pemerintahan Abdurrahman III, Kordoba kian maju sebagai mercusuar peradaban berwatak kosmopolitan.
SELENGKAPNYABudi Baik Turki Utsmani untuk Korban Reconquista
Bukan hanya umat Islam Andalusia, kaum Yahudi yang menjadi korban Reconquista pun ditolong oleh Turki Utsmaniyah.
SELENGKAPNYA