
Konsultasi Syariah
Subrogasi Menurut Fatwa DSN MUI
Subrogasi boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan berikut.
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya tentang subrogasi yang sesuai syariah seperti apa. Bagaimana skema dan ketentuannya menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI? Mohon penjelasan Ustaz. -- Suryadi, Bekasi
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Pertama, subrogasi adalah pergantian hak da’in lama (kreditur lama) oleh da’in baru (kreditur baru) karena piutang da’in lama dilunasi oleh da’in baru. Agar mudah memahami apa itu subrogasi, sesungguhnya ada beberapa ciri-ciri sebagai berikut.
(1) Ada pergantian kreditur sebagai pihak dalam transaksi, di mana kreditur lama diganti dengan kreditur baru. (2) Karena ada kreditur digantikan, selanjutnya dalam subrogasi, perjanjian lama tetap berlaku (tidak ditutup atau tidak dihentikan). (3) Kreditur mengalihkan (menjual) piutangnya di debitur kepada kreditur baru.
Kedua, sesungguhnya subrogasi boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan berikut.
(1) Pengalihan piutang menggunakan akad hawalatu al-haq. (2) Biaya subrogasi yang timbul menjadi beban kreditur lama dan kreditur baru sesuai kesepakatan.
(3) Piutang uang (al-da'in al-naqdi) hanya boleh dialihkan dengan barang (sil’ah) sebagai alat bayar (tsaman). (4) Ketika transaksi pengalihan piutang dilakukan, kreditur baru harus sudah memiliki sil’ah yang akan dijadikan tsaman, baik dibeli di bursa maupun di luar bursa, baik dibeli sendiri maupun melalui wakil.
(5) Pembayaran harga atas pengalihan piutang harus dilakukan secara tunai. (6) Piutang yang akan dialihkan harus jelas jumlah dan spesifikasinya. Piutang yang dialihkan tidak sedang dijadikan jaminan (al-rahn), tetapi boleh dijual setelah mendapat izin dari penerima jaminan.
(7) Barang (sil’ah) yang dijadikan sebagai alat pembayaran (tsaman) harus barang yang halal, jelas jenis serta nilainya sesuai kesepakatan.
(8) Subrogasi hanya boleh dilakukan atas piutang yang sah berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Fatwa DSN MUI No 104/DSN-MUI/X/2016 tentang Subrogasi Berdasarkan Prinsip Syariah).
(9) Dari sisi ada konpensasi atau tidak, maka (i) Subrogasi tanpa kompensasi. Maksudnya, subrogasi di mana si penjual tidak mendapatkan apa-apa (tanpa kompensasi atau tanpa muqabil). (ii) Subrogasi dengan kompensasi (dengan muqabil) - (at discount atau at par atau at premium). Jika mendapatkan kompensasi, maka subrogasi ini dinamakan cessi.
Saat dengan kompensasi, maka dari sisi objek yang dijual itu dibagi dua. (a) Saat aset syariah berbentuk da'in (ASBD), maksudnya aset berbentuk utang yang timbul dari jual beli (bai’), pinjaman (qardh), dan sewa (piutang ujrah). Maka subrogasi tidak dapat menggunakan uang, tetapi alat bayarnya harus menggunakan sil’ah (barang), seperti komoditas, sukuk, dan emas karena piutang tersebut dikategorikan sebagai hak tagih (uang) agar terhindar dari riba al-yad karena jual beli mata uang yang sama secara tidak tunai.
(b) Saat aset syariah berbentuk bukan da'in (ASBBD), maksudnya berbentuk aset yang timbul dari pembiayaan atau transaksi yang berdasarkan akad mudharabah, musyarakah, dan/atau akad-akad sejenis. Jika dilakukan penjualan, maka alat bayarnya dapat berupa uang karena yang dijual itu adalah aset atau barang.
Ketiga, dari sisi mekanisme, ada tiga bentuk subrogasi syariah. (1) Subrogasi tanpa kompensasi (‘iwadh). (2) Subrogasi dengan kompensasi (‘iwadh) dan tanpa wakalah pembelian barang. (3) Subrogasi dengan kompensasi (‘iwadh) dan wakalah pembelian barang.
Seperti apa mekanismenya, bisa dijelaskan dalam ilustrasi (sebagaimana dalam fatwa DSN MUI).
(a) Contoh subrogasi tanpa kompensasi (‘iwadh). Kreditur memiliki piutang kepada debitur. Kreditur mengajukan penawaran kepada pihak ketiga (calon kreditur baru) untuk mengalihkan piutangnya, dan pihak ketiga menyetujuinya.
Kreditur (lama) dan pihak ketiga (kreditur baru) melakukan akad subrogasi pengalihan piutang. Kemudian kreditur baru menerima pembayaran dari nasabah secara bertahap sesuai kesepakatan.
(b) Contoh subrogasi dengan kompensasi (‘iwadh) dan tanpa wakalah pembelian barang. Kreditur mengajukan pengalihan piutangnya kepada pihak ketiga. Pihak ketiga menyetujui penawaran tersebut setelah dilakukan analisis dari berbagai sisi.
Pihak ketiga membeli barang di bursa atau di luar bursa yang disetujui DSN MUI untuk mengalihkan piutang (melalui jual beli) milik kreditur. Kreditur dan pihak ketiga melakukan akad pengalihan piutang dan dilakukan:
(1) Kreditur menyerahkan dokumen piutang kepada pihak ketiga. (2) Pihak ketiga (kreditur baru) menyerahkan barang untuk membayar harga piutang kreditur (lama). (3) Kreditur baru dapat memberikan kuasa (akad wakalah) kepada kreditur lama untuk menerima pembayaran dan/atau pelunasan utang dari debitur untuk disampaikan kepada kreditur baru.
(c) Contoh subrogasi dengan kompensasi (‘iwadh) dan wakalah pembelian barang. Kreditur mengajukan pengalihan piutangnya kepada pihak ketiga. Pihak ketiga menyetujui penawaran tersebut setelah dilakukan analisis dari berbagai sisi.
Pihak ketiga memberi kuasa (akad wakalah) kepada kreditur untuk membeli barang yang akan dijadikan harga (tsaman). Kreditur dan pihak ketiga melakukan akad pengalihan piutang dan dilakukan:
(1) Kreditur menyerahkan dokumen piutang kepada pihak ketiga. (2) Pihak ketiga (kreditur baru) menyerahkan barang untuk membayar harga piutang kreditur lama. Kreditur baru dapat memberikan kuasa (akad wakalah) kepada kreditur lama untuk menerima pembayaran dan/atau pelunasan utang dari debitur untuk disampaikan kepada kreditur baru. (Fatwa DSN MUI No 104/DSN-MUI/X/2016 tentang Subrogasi Berdasarkan Prinsip Syariah).
Wallahu a’lam.
Saat Penuduh Zina tak Bisa Buktikan Kesaksiannya
Zina bisa menghancurkan sebuah rumah tangga
SELENGKAPNYALangkah Salman al-Farisi Menuju Islam
Salman al-Farisi melalui perjalanan yang cukup panjang dan berliku sebelum berjumpa dengan Nabi SAW, dan menyatakan Islam.
SELENGKAPNYAParade Sound System dalam Pandangan Islam
Bila suara orang yang membaca Alquran itu mengganggu orang yang shalat maka haram hukumnya.
SELENGKAPNYA