
Ekonomi
Singapura Impor Listrik Rendah Karbon dari RI
Penyediaan listrik untuk Singapura akan dipasok oleh sejumlah perusahaan swasta.
JAKARTA — Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangani kerja sama energi rendah karbon. Salah satu poin kerja sama tersebut terkait perjanjian jual beli listrik lintas negara. Singapura akan mengimpor listrik sebesar gigawatt dari Indonesia.
Perjanjian nota kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif resmi dan Wakil Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (8/9/2023).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, perjanjian tersebut meliputi sejumlah hal. Utamanya untuk interkoneksi perdagangan listrik lintas batas antara Indonesia dan Singapura, sebagaimana disetujui oleh Pemerintah Indonesia dan Singapura.
"MoU ini akan berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang untuk periode lima tahun berikutnya," kata Dadan di Jakarta.

Selain itu, perjanjian tersebut juga mencakup pertukaran informasi tentang kebijakan dan persetujuan peraturan dan kerangka kerja untuk memungkinkan proyek perdagangan listrik lintas batas komersial.
Kemudian, memfasilitasi pengembangan proyek perdagangan tenaga listrik lintas batas, termasuk kredit karbon sesuai dengan peraturan perundang-undangan masing-masing.
Dadan menambahkan, kerja sama terkait energi ini sekaligus melengkapi MoU sebelumnya yang telah diteken antara Kementerian ESDM RI dengan Ministry of Trade and Industry (MTI) Singapura pada 21 Januari 2022. Area kerja sama tersebut mencakup pengembangan teknologi energi rendah karbon, seperti solar PV, hidrogen, dan teknologi CCS/CCUS, kemudian pengembangan jaringan listrik regional, interkoneksi lintas-batas, perdagangan energi, fasilitasi pembiayaan proyek energi, serta pengembangan sumber daya manusia terkait.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P Hutajulu mengatakan, eksekusi dari nota kesepahaman terkait interkoneksi listrik tersebut masih menunggu permintaan dari Singapura, untuk kemudian dikonsolidasikan dengan PT PLN (Persero).
"Jadi, nanti PLN di depan nanti untuk pengelolaan transmisinya, supaya tidak ruwet jadi harus terkonsolidasi," ujarnya.
Keputusan Singapura untuk mengimpor listrik dari RI telah disampaikan terlebih dahulu oleh Wakil Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng saat menghadiri Indonesia Sustainibility Forum (ISF) di Jakarta, Jumat. Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan bahwa Singapura telah menyetujui untuk mengimpor listrik bersih rendah karbon dari Indonesia sebesar dua gigawatt.
Penyediaan listrik tersebut akan dipasok oleh sejumlah perusahaan swasta yang saat ini tengah mengembangkan listrik ramah lingkungan.
“Dengan gembira saya umumkan bahwa Energy Market Authority Singapura telah memberikan persetujuan bersyarat untuk impor listrik rendah karbon sebesar dua Gigawatt dari Indonesia ke Singapura,” kata Tan See Leng.
Tan menyampaikan, Singapura telah menargetkan impor empat gigawatt listrik rendah karbon pada 2035. Dengan adanya komitmen tersebut, 50 persen kebutuhan impor itu akan disuplai langsung dari Indonesia.
Kerja sama itu, dia melanjutkan, akan menjadi kerangka kerja yang kuat untuk memfasilitasi proyek-proyek komersial dalam pengembangan energi karbon sekaligus perdagangan listrik lintas batas dan interkoneksi kedua negara.
“Ini merupakan bukti kemitraan jangka panjang dan komprehensif serta ambisi bersama untuk menemukan peluang yang memungkinkan masyarakat kita untuk sejahtera bersama,” katanya menambahkan.

Adapun sebelum perjanjian kedua negara, dalam forum ISF telah diteken perjanjian antarperusahaan yang akan menjalin kerja sama perdagangan listrik. Dari pihak Indonesia, yakni konsorsium Pacific Medco Solar Energy, PT Adaro Clean Energy Indonesia, serta PT Energi Baru TBS.
Adapun, dari pihak Singapura, yakni Seraphim Solar System, LONGi Solar Technology, IDN Solar, Sungrow, serta PT Huawei Tech Investment.
“Secara kolektif, perusahaan-perusahaan tersebut diusulkan untuk memasang sekitar 11 gigawatt kapasitas solar PV dan 21 gigawatt penyimpanan energi baterai di Indonesia,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menekankan kerja sama perdagangan listrik tidak sebatas jual beli antara kedua negara. Namun, sekaligus akan menumbuhkan industri listrik bersih di Indonesia, salah satunya pabrik solar PV untuk energi listrik berbasis surya.
Deputi Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mengatakan, kerja sama ini akan menciptakan peluang bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama sebagai hub global industri solar PV sebagai penghasil listrik tenaga surya.
“Ini akan menciptakan industri solar PV di Indonesia, sekaligus kapasitas penyimpanan baterai di Indonesia dan hal ini akan menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat,” kata Rachmat.
Rachmat bercerita, kerja sama perdagangan listrik kedua negara itu merupakan tindak lanjut dari penandatanganan MoU antara Pemerintah Indonesia dan Singapura pada Maret 2023.
Rachmat menyampaikan, nantinya bila interkoneksi listrik kedua negara telah terealisasi, tak menutup kemungkinan listrik yang dihasilkan juga bisa dimanfaatkan negara tetangga lain.
“Ini menciptakan rantai nilai energi hijau tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga hingga kekawasan, termasuk Singapura,” kata Rachmat.