Opini--Anis Cak Imin Sebuah Ikhtiar Mengurai Polarisasi | Daan Yahya/Republika

Opini

Anies-Cak Imin, Ikhtiar Mengurai Polarisasi

Selain menyelesaikan polarisasi, ada analisis penting terkait perjodohan Anies-Cak Imin.

MUKTI ALI QUSYAIRI, Dosen Pasca Sarjana Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU-MI)

Dalam sepuluh tahun terakhir, masyarakat Indonesia larut dalam polarisasi. Penyebabnya berawal dari perbedaan pilihan politik, lebih spesifik lagi pada pemilihan presiden antara Joko Widodo vis-a-vis Prabowo Subianto.

Pengelompokan sosial dari kata-kata bulliying dan sindiran pun muncul ke permukaan. Ada kelompok Cebong dan kelompok Kampret. Cebong disematkan kepada pengikut Jokowi oleh kelompok pengikut Prabowo. Lantaran Jokowi pernah viral memelihara cebong di kolam yang berada di lokasi Istana Bogor.

Sedangkan Kampret disematkan kepada pengikut Prabowo oleh kelompok pengikut Jokowi. Lantaran menurut pengikut Jokowi, para pengikut Prabowo otak dan pikirannya terbalik, sebagaimana kampret yang kepalanya selalu di bawah dan kakinya di atas ketika tidur atau bergelantungan di dahan pohon.

Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok yang diusung oleh partai-partai penguasa, PDIP dan lainnya, digolongkan ke kelompok Cebong. Anies Baswedan yang diusung oleh Gerindra dan PKS ketika kontestasi Gubernur DKI Jakarta dimasukkan ke dalam kelompok Kampret.

Puncak panggilan Cebong dan Kampret terjadi pada April 2019. Pengelompokan ini terjadi sebelum Prabowo bergabung dengan Jokowi.

Pengelompokan sosial ini rupanya masih berlanjut pasca Prabowo bergabung ke dalam jajaran Kabinet Presiden Jokowi. Hanya perubahan nama saja. Yang sebelumnya disebut Kampret diganti dengan panggilan Kadrun —singkatan dari kadal gurun-- dan yang sebelumnya disebut Cebong diganti dengan panggilan BuzzeRp. Anies Baswedan pun digolongkan ke kelompok Kadrun.

 
Muhaimin Iskandar —dipanggil Cak Imin— sudah pasti digolongkan ke kelompok Cebong. Sebab, Cak Imin sebagai politisi PKB yang sejak 2014 mendukung Jokowi sampai 2019 berhasil memasukkan KH Ma’ruf Amin, Rois Am PBNU dan politisi PKB, ke kursi wakil presiden mendampingi Jokowi.
 
 

Muhaimin Iskandar —dipanggil Cak Imin— sudah pasti digolongkan ke kelompok Cebong. Sebab, Cak Imin sebagai politisi PKB yang sejak 2014 mendukung Jokowi sampai 2019 berhasil memasukkan KH Ma’ruf Amin, Rois Am PBNU dan politisi PKB, ke kursi wakil presiden mendampingi Jokowi.

Polarisasi dalam bentuk baru kembali muncul pada 2023 seiring mulai memanasnya pencapresan 2024. Polarisasi antara kelompok yang mengeklaim dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Ba’alawi dengan kempok yang mengeklaim dirinya sebagai keturunan Nabi SAW dari jalur Walisongo. Polemiknya sampai saat ini belum mereda.

Secara kebetulan pula, Cak Imin sebagai keluarga besar kiai Jombang, Jawa Timur, yang konon nasabnya nyambung kepada Sunan Ampel, salah satu Walisongo di Jawa Timur. Sedangkan Anies Baswedan, keturunan Arab-Yaman, di mana Ba’alawi juga sama-sama Yaman.

Cukup logis ketika Surya Paloh menyatakan Nasdem dan PKB berkoalisi serta menjodohkan Anies Baswedan dan Cak Imin, disebut Anies-Muhaimin (AMIN) 2024, yang bertujuan menghilangkan polarisasi Cebong-Kampret, yang ada hanyalah koalisi kebinekaan.

Sebab, mau tak mau dan suka tak suka, Cak Imin direpresentasikan ke dalam kelompok Cebong dan Anies direpresentasikan kelompok Kampret atau Kadrun.

Pasca Prabowo masuk ke dalam Kabinet Jokowi, agaknya kelompok oposisi kehilangan tokoh ikonnya. Lalu kelompok oposisi berpindah dan menaruh harapan kepada Anies Baswedan sebagai ikon oposisi.

Mulai meninggalkan Prabowo. Membangun narasi bahwa Anies adalah tokoh antitesa Jokowi. Narasi perubahan dibangun. Kritik kepada pemerintah mulai dilancarkan. Sampai ‘gelap mata’ tak tahu mana kritik, mana caci maki, mana hoax, mana umpatan.

Sebagaimana dikatakan dalam pepatah Jawa, "Wal-wal keduwan, endi kodok endi kadal, kabeh diuntal" (Maka katak maka kadal semua dimakan). Suara untuk mendukung Anies digemakan sampai bising.

Sedangkan kelompok Cak Imin berada di barisan pemerintahan Jokowi. Memperjuangkan Undang-Undang Pesantren, konsolidasi dengan konstituennya yang mayoritas berbasis pesantren dan santri, menempatkan kader PKB ke beberapa kursi menteri, dan juga di DPR/MPR. Alias kempok yang ‘diserang’ oleh oposisi yang mengikonkan Anies.

Selain untuk menyelesaikan polarisasi, ada beberapa analisis penting yang berkaitan dengan perjodohan politik Anies-Cak Imin.

 
Cak Imin sebagai tokoh politisi yang selama 10 tahun membersamai Jokowi akan bisa ‘mengajak kembali’ Anies ke narasi besar Jokowi.
 
 

Pertama, mengembalikan Anies ke pangkuan narasi besar Jokowi. Mungkin jika Anies dijodohkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, misalkan, atau dengan tokoh PKS, maka ini artinya menjauhkan atau bahkan berhadapan secara ekstrem dengan narasi besar Jokowi.

Cak Imin sebagai tokoh politisi yang selama 10 tahun membersamai Jokowi akan bisa ‘mengajak kembali’ Anies ke narasi besar Jokowi. Dengan memasukkan Cak Imin, Surya Paloh sebagai kingmaker agaknya sedang mengirimkan pesan bahwa dirinya lebih memilih untuk merapat ke pihak Jokowi daripada pihak yang selama ini berseberangan dengan Jokowi.

Jika nanti Pilres 2024 digelar yang terdiri dari tiga calon: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, maka ketiganya sudah dipastikan sebagai calon presiden yang segaris dengan dasar-dasar yang telah diletakkan Jokowi untuk kemaslahatan bangsa dan negara.

Dasar-dasar yang diletakkan Jokowi untuk kemaslahatan dan kemajuan bangsa dan negara ke depan yang hendak dipastikan dilanjutkan, yaitu hilirisasi, tidak mengekspor bahan mentah dari dalam ke luar negeri, transfer of knowledge dari pihak perusahaan asing yang investasi di Indonesia, IKN (Ibu Kota Nusantara), infrastruktur, mempermudah investasi untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, dan mengurangi angka kemiskinan. Semua itu untuk mempersiapkan Indonesia menjadi negara maju.

Kedua, perhitungan elektoral. PKB sebagai partai yang mesinnya cukup aktif khususnya di Jawa Timur. Meski berdasarkan survai LSI Denny JA, suara Nahdliyyin tidak terkumpul di PKB, melainkan juga ada di PDIP, PPP, Gerindra, Golkar, dan partai lain.

Ketiga, narasi perubahan yang digaungkan oleh Anies agaknya akan termodivikasikan dengan sendirinya manakala Cak Imin menjadi bagian dari barisannya. Narasi perubahan yang sebelumnya bernada dan terkesan vis-a-vis dengan narasi melanjutkan apa yang selama ini dibangun Jokowi, dengan Cak Imin's factor akan berubah menjadi jargon melanjutkan apa yang dasar-dasar fondasinya sudah dibangun oleh Jokowi. Dasar-dasar yang bermaslahat dan mengambil kebaikan baru yang lebih maslahat.

Sebagai santri Nahdliyyin, Cak Imin akan mengambil prinsip al-muhafadzhah ‘ala qadim al-shalih wa al-akhdhu bi al-jadidi al-ashlah (mempertahankan yang lama yang maslahat dan mengambil yang baru yang lebih maslahat). Jargon ini sangat populer di kalangan kiai dan santri Nahdliyyin.

Prinsip tersebut bersifat sintesis antara narasi melanjutkan dengan narasi perubahan. Hal ini bisa kita lihat dari ungkapan Anies dan Cak Imin dalam wawancara pasca deklarasi.

Mereka berdua mengeluarkan pernyataan perbaikan, menginginkan hal yang lebih baik untuk Indonesia. Mereka sudah tidak lagi menggunakan kata ‘perubahan’.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Maraknya Kaum Luthy di Bumi Aceh

Dua tiga tahun ini kasus HIV-AIDS didominasi oleh lelaki seks lelaki.

SELENGKAPNYA

Menyemai Generasi Peneliti

Menyemai generasi peneliti bisa dilakukan dengan terus menciptakan kondisi akademik.

SELENGKAPNYA

Menakar Bangkitnya Militer Jepang

Jepang meninggalkan posisi pasifis yang diterapkan sejak akhir Perang Dunia II.

SELENGKAPNYA