
Fatwa
Dosa Besar Bernama Pungli
Orang yang melakukan pungutan liar mirip dengan perampok jalanan yang lebih jahat daripada pencuri
Praktik pungutan liar alias pungli masih menjadi penyakit yang menjangkiti bangsa ini. Masih banyak oknum baik di institusi pelat merah maupun swasta yang masih mengutip uang di luar aturan maupun kesepakatan sebelumnya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pungli terjadi manakala seseorang memungut sesuatu (uang dan sebagainya) kepada orang lain (lembaga, perusahaan, dan sebagainya) tanpa menurut peraturan yang lazim. Jadi, praktik pungli juga bisa dilakukan oleh swasta dan pegawai pemerintah. Pungli bisa dilakukan dari polisi lalu lintas yang meminta uang kepada pengendara, wartawan yang memeras pejabat dengan berita, hingga hakim dengan "menjual" perkara kepada para pihak yang beracara.

Praktik pungutan liar merupakan salah satu cara mendapatkan uang yang melanggar hukum positif di Indonesia. Pasal 368 KUHP melarang pungli yang dilakukan oleh swasta, sementara pasal 423 KUHP merupakan hukum yang melarang pegawai negara untuk melakukan pungli. Praktik ini juga masuk dalam delik korupsi yang tertera dalam Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2001.
Jauh sebelum dilarang hukum positif, pungli seyogianya melanggar perintah Allah SWT untuk mencari harta dengan cara yang halal dan menjauhi jalan yang batil. Meski agama memerintahkan setiap Muslim untuk mencari nafkah, ada persyaratan untuk meraih nafkah itu sehingga masuk dalam status halal dan thayyibah. "Dan janganlah (sebagian) kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS al-Baqarah: 188).

Imam Adz Dzahabi ternyata memasukkan pungutan liar dalam kitabnya berjudul Al Kabair yang membicarakan dosa-dosa besar. Dalam Pungutan Liar Termasuk Dosa Besar, Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan, di antara dalil yang beliau bawakan untuk menunjukkan bahwa pungutan liar termasuk dalam Al Kabair yaitu firman Allah SWT, "Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih" (QS asy-Syura: 42).
Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedihQS ASY-SYURA:42
Sang imam pun menukil sebuah hadis tentang seorang perempuan yang melakukan zina yang kemudian menyucikan dirinya dengan menyerahkan dirinya untuk dirajam. Perempuan itu telah bertaubat dengan taubat yang andai dilakukan oleh pemungut liar, niscaya akan diampuni baginya." (HR. Muslim no. 1695)
Lewat dua dalil itu, Imam Adz Dzahabi mengatakan, orang yang melakukan pungutan liar mirip dengan perampok jalanan yang lebih jahat daripada pencuri. Orang yang menzalimi orang lain dan berulang kali memungut upeti, maka dia itu lebih zalim dan lebih jahat daripada orang yang adil dalam mengambil pungutan dan penuh kasih sayang pada rakyatnya. Orang yang mengambil pungutan liar, pencatat, dan pemungutnya, semuanya bersekutu dalam dosa. Mereka sama-sama pemakan harta haram.
Imam Nawawi juga menyatakan bahwa pungutan liar adalah sejelek-jeleknya dosa. Pungutan semacam ini hanyalah menyusahkan dan menzalimi orang lain. Pengambilan pungutan atau upeti seperti ini terus berulang dan itu hanyalah pengambilan harta dengan jalan yang tidak benar, penyalurannya pun tidaklah tepat.

Meski tak memberi fatwa spesifik tentang pungli, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan risywah yang dipadankan dengan korupsi. Fatwa yang dikeluarkan pada 29 Juli 2000 ini menjelaskan, risywah adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberi disebut rasyi, sementara penerima disebut dengan ra'isy (Ibnu Katsir, an Nihayah fi Gharib al-Hadits wal al Atsar, II).
MUI pun menjelaskan, suap, uang pelicin, money politic, dan lain sebagainya dapat dikategorikan risywah apabila tujuannya meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan perbuatan yang hak. Karena itu, MUI memfatwakan hukum risywah adalah haram.
Bahaya rakus terhadap kekayaan menjadikan manusia ingin segera memperolehnya sebelum waktunyaSYEKH YUSUF QARADHAWI
Masih maraknya praktik pungli seharusnya menjadi introspeksi bagi setiap Muslim dalam menjaga halalnya cara dalam mencari nafkah. Syekh Yusuf Qaradhawi mengungkapkan, bahaya rakus terhadap kekayaan menjadikan manusia ingin segera memperolehnya sebelum waktunya. Sementara, hukum Allah yang kodrati dan syar'i menetapkan bahwa orang yang tergesa-gesa hendak mendapatkan sesuatu sebelum waktunya terkena hukuman dengan terhalang memperolehnya (sebelum waktunya itu).
Tidak jarang, keinginan tersebut justru menjadikan orang bersangkutan nekad melakukan perbuatan melanggar hukum baik hukum syara maupun negara. Di antara yang harus ditunaikan untuk memperoleh harta menurut syara adalah mencarinya dengan jalan yang halal, menginfakkannya sesuai dengan kewajiban, dan tidak bakhil saat datang nasabnya untuk berzakat juga sedekah.
Qaradawhi menjelaskan, memelihara dalam mendapatkan harta sesuai syarak merupakan sesuatu yang sangat sulit bagi jiwa. Karena itu, sang syekh pun mengutip kata-kata hikmah: "Sedikit yang mencukupimu lebih baik daripada banyak yang melalaikanmu". Wallahu a'lam.
Golkar Pimpin Klasemen Bacaleg DPRD Eks Napi Korupsi
Parpol dinilai gagal lakukan kaderisasi.
SELENGKAPNYAErick Thohir Ajak Generasi Muda Berani Melawan Korupsi
Kementerian BUMN sadar tidak bisa melakukan bersih-bersih sendirian.
SELENGKAPNYAMantan Dirut Transjakarta Tersangka Korupsi Bansos
KPK mengumumkan enam tersangka kasus korupsi bansos.
SELENGKAPNYA