Wanita karier (Ilustrasi) | Pixabay

Fikih Muslimah

Saat Muslimah Menjadi Sekretaris Pribadi

Tak jarang pula kekhawatiran jalinan kasih antara sekretaris dan atasannya benar-benar terjadi

Salah satu pekerjaan yang kerap menjadi gunjingan di masyarakat adalah sekretaris pribadi. Perempuan yang menekuni pekerjaan ini sering tak luput dari sasaran tembak cemoohan di kalangan istri, tetangga, atau mungkin teman sekantor. Agak riskan memang.

Intensitas dan frekuensi kedekatan sekretaris dengan atasannya itu, di satu sisi merupakan bagian dari tuntunan kerja, tetapi pada saat bersamaan memancing prasangka-prasangka tak sedap di luar sana. Bahkan, tak jarang pula kekhawatiran jalinan kasih antara sekretaris dan atasannya benar-benar terjadi. Beberapa kasus bahkan saling terikat dalam hubungan gelap yang terlarang.

photo
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkup Pemprov DKI Jakarta berjalan memasuki ruang dinasnya saat hari pertama masuk kerja usai libur lebaran di Balai Kota, Jakarta, Senin (17/5/2021). PNS kembali berdinas pada hari pertama usai libur dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. - (M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO)

Karena itulah, Syekh Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi dalam bukunya yang berjudul Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah mengatakan, memang secara umum perempuan diperkenankan bekerja dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Ini seperti yang terjadi dalam kisah kedua anak perempuan Nabi Syu’aib AS. Tetapi, bisa saja akibat satu dan lain hal dispensasi tersebut berubah.

Dalam kasus sekretaris pribadi tersebut, kata tokoh kelahiran Daqahlia, 16 April 1911 M, itu, sangat rentan terkontaminasi dengan larangan-larangan, seperti berkhalawat (berduaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Jika tidak bisa menghindari hal itu, haram hukumnya menjadi sekretaris pribadi. Sebuah riwayat Bukhari Muslim menyebutkan, hendaknya menjauhi berkhalwat dengan perempuan nonmahram.

Pandangan serupa juga pernah disampaikan oleh almarhum Syekh Yusuf al-Qaradhawi. Ulama Mesir yang pernah menjadi Ketua Persatuan Ulama Sedunia itu menyarankan agar Muslimah tidak memilih profesi sekretaris pribadi. Pekerjaan ini sangat riskan. Tetapi, ini bukan berarti bahwa Muslimah dilarang bekerja.

 
Pekerjaan ini sangat riskan. Tetapi, ini bukan berarti bahwa Muslimah dilarang bekerja.
 
 

Justru sebaliknya, mereka memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk bekerja dengan syarat-syarat tertentu, seperti jenis profesinya haruslah halal, tetap menjaga etika sebagai Muslimah, dan tentunya kesibukannya di luar rumah tersebut tidak mengalihkannya dari tanggung jawab utama, yakni mengatur urusan rumah tangga. Entah mendidik anak atau mengurus suami, misalnya.

Muslimah (Ilustrasi) - (PIXABAY)

  ​

Syekh as-Sya’rawi menambahkan, bila memang tak ada lagi jenis pekerjaan selain menjabat sebagai sekretaris, sementara ia mesti menghidupi anggota keluarganya seorang diri, alumnus Universitas Al-Azhar Mesir tersebut mewanti-wanti tidak gampang terjerumus dan berhati-hati. Muslimah itu sebisa mungkin menutup celah maksiat..

Dengan demikian, ada beberapa ketentuan yang mesti diperhatikan bila tetap mesti menjadi sekretaris, antara lain, menghindari khalwat, menjaga tata cara berpakaian, tidak berlebihan memakai wewangian, dan hendaknya tidak melalaikan kewajibannya terhadap tugas internal keluarga.

Hak Pendidikan Anak-Anak Palestina juga Dirampas

Separuh anak-anak Gaza terancam tak bisa sekolah.

SELENGKAPNYA

Masjid Diserang Bom Molotov di Siprus Yunani

Serangan itu terjadi setelah pada Jumat, imigran Suriah membentangkan karpet di jalanan untuk shalat Jumat.

SELENGKAPNYA

Waspada Fitnah Kaum Khawarij

Mereka lebih rajin mengerjakan shalat daripada para sahabat.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya