
Resonansi
BRICS Mendobrak Tatanan Ekonomi Barat
Banyak negara yang menganggap BRICS sebagai perahu penyelamat.
Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI
Inilah organisasi internasional yang namanya diambil dari huruf depan negara-negara pendiri — merangkap anggota —, yaitu Brasil, Rusia, India, dan Cina. Jadilah namanya BRIC.
Pada 2009, aliansi empat negara, dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, ini menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama di Yekaterinburg, Rusia, guna membentuk blok ekonomi baru (bipolar) buat mendobrak tatanan ekonomi dunia yang didominasi negara-negara Barat pimpinan Amerika Serikat (AS).
Setahun kemudian, South Africa atau Afrika Selatan bergabung jadi anggota kelima dalam blok ekonomi baru ini. Nama aliansi negara-negara berkembang ini pun berubah jadi BRICS.
Kini ada 20 atau 22 negara yang ingin bergabung, tapi baru enam negara yang secara resmi akan menjadi anggota baru BRICS pada 1 Januari 2024. Mereka adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Iran, Ethiopia, Mesir, dan Argentina.
Belum diketahui apakah nama aliansi ini akan kembali berubah ketika bergabung anggota-anggota baru. Atau cukup dengan BRICS Plus, mengikuti organisasi negara-negara penghasil minyak terkemuka sebelumnya, OPEC Plus.
Belum diketahui apakah nama aliansi ini akan kembali berubah ketika bergabung anggota-anggota baru. Atau cukup dengan BRICS Plus, mengikuti organisasi negara-negara penghasil minyak terkemuka sebelumnya, OPEC Plus.
Yang jelas BRICS saat ini mencakup 40 persen populasi dunia dan menyumbang sekitar 26 persen perekonomian global. Bandingkan dengan blok negara-negara maju G-7 (Group of Seven), yang hanya mewakili 10 persen jumlah penduduk dunia, tapi mendominasi perekonomian global.
Lalu bayangkan jika Arab Saudi, UEA, Iran, dan Aljazair --dengan kekuatan minyak dan geopolitiknya-- serta Malaysia, Indonesia, dan Mesir --yang memiliki bonus demografi dan populasi ratusan juta jiwa-- bergabung, maka kita berada di depan aliansi ekonomi dunia yang sangat besar.
Tidak mengherankan bila Barat kemudian mengikuti jalannya KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 22-24 Agustus 2023 lalu, dengan rasa waswas.
Apakah blok ekonomi baru kini benar-benar akan mengancam tatanan ekonomi dunia yang selama ini didominasi Barat? Apakah mata uang terpadu akhirnya akan menggeser dominasi dolar AS?
Apakah blok ekonomi baru kini benar-benar akan mengancam tatanan ekonomi dunia yang selama ini didominasi Barat? Apakah mata uang terpadu akhirnya akan menggeser dominasi dolar AS?
Apalagi KTT itu dihadiri langsung oleh para pemimpin BRICS. Mereka adalah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa sebagai tuan rumah. Sedangkan Presiden Rusia Vladimir Putin hadir secara virtual. Puluhan pemimpin negara lain juga hadir sebagai pengamat alias calon anggota BRICS.
Menurut kolomnis di media al Sharq al Awsat, Jamal Kishki, kehadiran BRICS merupakan respons dari hegemoni Barat pimpinan AS terhadap tatanan dunia, termasuk di bidang ekonomi. Hegemoni itu bermula dari runtuhnya Tembok Berlin pada 1989.
Bersamaan dengan itu, runtuh pula aliansi negara-negara sosialis. Dunia pun gonjang-ganjing. Perang Dingin berakhir. Kubu liberal Barat pimpinan AS telah mengempaskan kubu Timur sosialis pimpinan Uni Soviet yang kini telah bubar.
Peristiwa besar itu lalu memunculkan tatanan dunia baru satu kutub (unipolar). Barat pun mempercayai ilmuwan politik, ekonom politik, dan penulis AS, Francis Fukuyama. Ia pernah menulis buku terkenal The End of History and the Last Man.
Intinya, penyebaran demokrasi liberal dan kapitalisme pasar bebas Barat --beserta gaya hidupnya-- ke seluruh dunia, dapat menandakan titik akhir evolusi sosial-budaya umat manusia dan menjadi bentuk terakhir dari pemerintahan manusia. Sebuah dunia yang tidak akan diganggu oleh ide-ide lain, seperti sosialisme, nasionalisme, agama, dan ideologi-ideologi lain.
Fukuyama pun menginspirasi bagi terciptanya tatanan dunia baru itu. Pemikiran dan teorinya tampak cemerlang dan glamor pada waktu itu. Ramalannya menjadi kenyataan pada tahap awal pembentukan tatanan dunia unipolar.
AS pun seolah jadi sheriff, mendominasi perekonomian, perpolitikan, dan keamanan dunia. Juga memegang kendali dalam pengambilan keputusan internasional. Pun tidak mengabaikan perluasan pengaruh politik dan militernya.
Untuk lebih memperkuat hegemoni tatanan dunia, AS pun melangkah lebih jauh. Antara lain ‘menyelesaikan’ masalah dengan musuh lamanya atau sekutu mereka. Irak era Saddam Husein pun diempaskan. Lalu membetot negara-negara Pakta Warsawa ke dalam aliansi Organisasi Pertahanan Atlantik Utara atau NATO.
Di bidang ekonomi, AS ‘memaksa’ dunia untuk menerima berbagai perjanjian guna memperkuat dominasinya terhadap perekonomian global, seperti Perjanjian GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Perdagangan Lintas Pasifik, dan seterusnya.
Di bidang keamanan dan politik, AS memimpin perang global melawan terorisme setelah peristiwa 11 September 2011, dan mendorong demokratisasi di berbagai belahan dunia, hingga muncul apa yang disebut Arab Spring.
Ada berbagai badai yang mengancam pelayaran menuju tatanan dunia satu kutub. Rusia kembali berhasil jadi negara kuat, Cina muncul sebagai kekuatan baru ekonomi.
Namun, angin ternyata tidak bertiup seperti yang diinginkan kapal unipolar. Ada berbagai badai yang mengancam pelayaran menuju tatanan dunia satu kutub. Rusia kembali berhasil jadi negara kuat, Cina muncul sebagai kekuatan baru ekonomi.
Begitu halnya dengan India, Brasil, dan Afrika Selatan. Singkat kata, lima negara BRICS telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi dunia. Tiga di antaranya adalah negara nuklir, dan dua negara merupakan anggota tetap di Dewan Keamanan PBB.
Mereka adalah negara-negara besar yang ‘mengeluh’ karena dipinggirkan, diperlakukan sebagai negara sekunder. Mereka terbelenggu oleh sanksi dan blokade ekonomi oleh Barat, terutama Cina. Juga Rusia setelah perang di Ukraina.
Kelima negara lalu membentuk sebuah blok baru, mendobrak tatanan dunia satu kutub yang dipimpin AS. Mereka membuktikan bahwa teori Francis Fukuyama hanyalah omong kosong. Dan, yang tidak disangka, terutama oleh Barat, banyak negara yang justru ingin bergabung dengan blok baru ekonomi ini.
Blok baru ekonomi yang muncul akibat perubahan politik global, dampak dari berbagai krisis dunia. Antara lain pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina, serta krisis ekonomi global yang diakibatkannya, yang merupakan krisis terbesar sejak Depresi Besar yang melanda dunia para 1930-an.
Ada yang berpandangan, BRICS merupakan versi baru dari ‘Gerakan Non-Blok’, yang lahir dari Konferensi Bandung pada 1955, setelah negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaan dan ingin menjauhkan diri dari konflik Perang Dingin. Akan tetapi, setelah pengalaman sulit selama lebih dari 60 tahun, tuntutan dan aspirasi tersebut telah berubah.
Afrika, misalnya, tetap mempunyai persoalan dengan Prancis, negara yang telah menjajahnya puluhan tahun dan tetap terus menguasai ekonomi di benua itu hingga kini. Karena itu, tidak mengherankan bila negara-negara di Afrika silih berganti mengusir keberadaan Prancis, termasuk menutup stasiun televisinya. Selama enam dekade kemerdekaan, banyak negara Afrika yang tetap mengalami ketidakadilan, pemiskinan, dan peperangan.
BRICS menawarkan tatanan dunia multipolar yang, dipandang banyak pihak, selaras dengan kebutuhan masyarakat dunia. Tatanan dunia baru yang tak mendikte, tidak mengaitkan dengan demokrasi liberal, ekonomi liberal, ideologi kanan atau kiri, dan seterusnya.
Itulah sebabnya kini banyak negara yang menyambut baik kehadiran BRICS. Mereka menganggap BRICS sebagai perahu penyelamat. Bukan hanya lantaran sikap dan kelakuan buruk Barat yang sudah mencapai batasnya, tapi sistem baru BRICS yang menghilangkan ketidakadilan di masa lalu. Sebagai ganti dari lembaga moneter Barat yang terkenal kejam -- seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Paris Club -- lahirlah Bank Pembangunan Baru dan Dana Cadangan BRICS.
Bagi negara-negara anggota menjadi mungkin meminjam dana tanpa syarat. Tanpa harus dikaitkan dengan demokrasi dan kebebasan. Juga tidak perlu ada intervensi dari luar yang melanggar kedaulatan negara.
Pun tidak ada keharusan reformasi terhadap urusan dalam negeri dari masing-masing negara. Yang lainnya, pinjaman tersebut diberikan dan dibayar kembali dalam mata uang lokal.
BRICS juga memberi penguatan mata uang lokal dan nasional dalam perdagangan antarnegara anggota. Pun ia membuka ruang yang lebih luas untuk pasar ekonomi, dengan memberi mereka hak istimewa untuk bertukar barang dan jasa di antara mereka sendiri. Keberhasilan kutub baru ekonomi ini, mungkin bisa dibuktikan dengan jumlah perdagangan selama satu dekade terakhir, yang meningkat 300 persen.
Jadi kita kini dihadapkan dengan tatanan dunia baru. BRICS menawarkan tatanan dunia multipolar yang, dipandang banyak pihak, selaras dengan kebutuhan masyarakat dunia. Tatanan dunia baru yang tak mendikte, tidak mengaitkan dengan demokrasi liberal, ekonomi liberal, ideologi kanan atau kiri, dan seterusnya.
Sang Politisi Teladan dari Tanah Betawi
Mohammad Husni Thamrin berjuang menyuarakan kepentingan rakyat dan kebangsaan Indonesia pada era kolonial.
SELENGKAPNYAAngka-Angka Versus Realitas
Survei elektabilitas kandidat memiliki kekuatan besar menggiring opini dan kebijakan.
SELENGKAPNYA