Asma Nadia | Republika

Resonansi

Angka-Angka Versus Realitas

Survei elektabilitas kandidat memiliki kekuatan besar menggiring opini dan kebijakan.

Oleh ASMA NADIA

Sejatinya sebuah survei adalah produk akademik intelektual yang memberikan hasil netral untuk mengetahui fakta yang terjadi di lapangan dan layak dijadikan landasan untuk membuat keputusan.

Menjelang pemilihan presiden tahun mendatang, mulai banyak hasil survei dibentangkan. Namun uniknya hasil yang diumumkan satu lembaga bila dibandingkan lembaga lainnya berbeda, bahkan ada yang perbedaannya sangat jauh.

Sebut saja sebuah polling media online menyebutkan bahwa kandidat B memperoleh 22,37 persen, sedangkan kandidat C mendapat dukungan 20,77 persen, dan kandidat D akan dipilih 56,86 persen.

Berkebalikan dengan hasil polling di atas, sebuah survei yang dilakukan media lain, menunjukkan elektabilitas kandidat B sebanyak 24,9 persen, sementara kandidat C 24,6 persen, dan kandidat D hanya mendapat 12,7 persen.

Perhatikan perolehan kandidat D di sini yang hanya mendapat 12,7 persen, padahal dari survei melalui polling media online, D memimpin perolehan angka sampai dengan 56,86 persen.

 
Ada puluhan lembaga survei yang masing-masing mengeluarkan hasil berbeda. Ketimpangan angka yang cukup signifikan ini tentu menyisakan tanda tanya.
 
 

Ada puluhan lembaga survei yang masing-masing mengeluarkan hasil berbeda. Ketimpangan angka yang cukup signifikan ini tentu menyisakan tanda tanya.

Bagaimana mungkin hasilnya, tertera perbedaan mencolok? Bukankah jika sangat kontras maka salah satu pasti ada yang salah? Lalu survei mana yang salah dan mana yang benar?

Semua sudut pandang suatu survei sangat tergantung tempat survei dilakukan, latar dan detail responden, pertanyaan, dan berbagai hal lain.

Contoh sederhananya, jika kita melemparkan survei di mushala atau pesantren dengan sebuah pertanyaan: Siapa manusia termulia yang pernah lahir di dunia? Bisa dipastikan satu nama akan keluar, yaitu Muhammad SAW.

Jika survei serupa kita lakukan di negara Arab di Timur Tengah di mana Muslim adalah mayoritas, maka jawaban sama yang akan muncul.

Namun, bila pertanyaan dilontarkan di negara atau wilayah lain di Eropa yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam, maka sangat wajar bila nama yang lebih beragam akan muncul.

 
Penting sekali menemukan tempat yang representatif, responden yang mewakili keragaman, selain tak kalah penting, independensi sebuah lembaga penelitian.
 
 

Karena itu, penting sekali menemukan tempat yang representatif, responden yang mewakili keragaman, selain tak kalah penting, independensi sebuah lembaga penelitian.

Sebenarnya, dengan metodologi survei yang benar, walau hanya berdasarkan sampel yang diambil secara random, walau cuma hanya diwakili bagian kecil dari masyarakat, tetapi bila dilakukan dengan kompeten dan representatif, maka hasil survei sangat mungkin menggambarkan masyarakat keseluruhan.

Sayangnya, tanpa mengabaikan lembaga survei atau polling yang sehat dan bertanggung jawab --kekontrasan hasil ini seolah memberikan kesan adanya lembaga survei yang mewakili kepentingan tertentu.

Khususnya terkait perhelatan akbar yang menentukan nasib suatu bangsa dan negara ke depannya, maka survei elektabilitas para kandidat memiliki kekuatan besar untuk menggiring opini dan kebijakan. Mengingat hal ini, sangat bisa sebuah survei kemudian dimanfaatkan suatu pihak.

Demi menggiring suatu partai secara tidak langsung agar mencalonkan kandidat tertentu, maka hasil survei yang menguatkan data bahwa kandidat tersebut sangat disukai mayoritas rakyat, akan menggerakkan partai akhirnya mencalonkan sang kandidat walau sebelumnya punya pilihan lain.

 
Masyarakat harus lebih kritis melihat kualitas sebuah survei. Bahwa hasil survei bisa menjadi salah satu pertimbangan tetapi bukan dijadikan satu-satunya rujukan. Jangan terpaku pada satu survei.
 
 

Survei juga bisa dimanfaatkan untuk menggiring koalisi. Dengan pendekatan survei, sebuah partai bisa digiring untuk berkoalisi dengan partai yang lain.

Lalu bagaimana masyarakat harus bersikap? Masyarakat harus lebih kritis melihat kualitas sebuah survei. Bahwa hasil survei bisa menjadi salah satu pertimbangan, tetapi bukan dijadikan satu-satunya rujukan. Jangan terpaku pada satu survei. Bandingkan satu dengan lainnya sehingga kita bisa memiliki gambaran secara utuh.

Masyarakat pun harus cerdas mengevaluasi kredibilitas lembaga survei. Bandingkan survei setiap lembaga dengan fakta, hasil survei yang sangat jomplang boleh diwaspadai.

Selain mencermati survei, masyarakat juga harus membaca rekam jejak kandidat yang ada. Kita butuh pemimpin yang telah berbuat banyak --lebih baik lagi bila jejaknya dan kiprahnya bagi bangsa telah terlihat jauh sebelum sosoknya terlibat di dunia politik.

Ini sejatinya menjadi bukti yang lebih meyakinkan dibandingkan perolehan angka-angka -- meski mencolok-- dari sebuah lembaga survei.

Kesabaran Hindun Binti Amru

Suami, anak, dan saudaranya mati syahid dalam peperangan.

SELENGKAPNYA

Ibadah dan Kesempurnaan Akhlak

Ibadah yang kita lakukan seharusnya berdampak baik pada akhlak.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya