
Teraju
Bung Karno Idola Che
Ajaran Bung Karno menginspirasi tokoh-tokoh revolusi Kuba.
Oleh SELAMAT GINTING
Ajaran Bung Karno menginspirasi tokoh-tokoh revolusi Kuba, seperti Fidel Castro dan Che Guevara. Semangat antikolonialisme dan antiimperialisme yang diajarkan Bung Karno menjadi panutan para pemimpin revolusioner Kuba.
Presiden Sukarno menjadi salah seorang penggagas Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 silam. Konferensi tersebut sekaligus mengangkat Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan dalam percaturan Internasional. Indonesia menunjukkan kemandirian saat dunia terbelah dalam perang dingin antara Blok Timur dan Barat. Blok komunis dan blok kapital Soviet serta blok Amerika Serikat.
Sukarno tidak peduli dengan kedua blok tersebut. Ia bersama sejumlah pemimpin Asia dan Afrika membangun kekuatan tersendiri, kelak disebut sebagai Non-Blok. Di situlah Indonesia secara konsisten memperjuangkan kemerdekaan bagi negara-negara di Asia dan Afrika serta menolak penjajahan.
Namun, bukan hanya negara kawasan Asia dan Afrika yang memiliki pandangan serupa. Di belahan Amerika Latin, tepatnya di Kuba, terdapat tokoh revolusioner, seperti dua saudara Castro dan Che Guevara.
Mereka yang baru saja menumbangkan rezim diktator Batista merasa terpanggil untuk menjalin persahabatan dan bertemu pemimpin negara-negara penanda tangan Dasasila Bandung, terutama Indonesia.
Ajaran Bung Karno menginspirasi tokoh-tokoh revolusi Kuba, seperti Fidel Castro dan Che Guevara.Semangat antikolonialisme dan antiimperialisme yang diajarkan Bung Karno menjadi panutan para pemimpin revolusioner Kuba.
Sebagai pemimpin baru Kuba, Fidel Castro memerintahkan Che Guevara memimpin delegasi dan terbang menuju berbagai negara, seperti Uni Emirat Arab, Jepang, Thailand, hingga akhirnya ke Indonesia. Selama rentang Juli hingga Agustus 1959, Che berada di Indonesia dan bertemu Presiden Sukarno. Termasuk mengunjungi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.
Che memiliki nama lengkap Ernesto Guevara Lynch de La Serna. Lahir di Rosario, Argentina, 14 Juni 1928, seperti tertulis dalam akta kelahirannya. Namun, sebenarnya ia lahir pada 14 Mei 1928. Dikenal sebagai seorang dokter spesialis kulit sekaligus pejuang revolusi Marxis Argentina. Juga seorang pemimpin gerilya Kuba.
Berasal dari keluarga berdarah campuran Irlandia, Basque, dan Spanyol. Ia menjadi tokoh kontroversial. Keganasannya, penampilannya yang romantis, gayanya yang menarik, sikapnya yang tak kenal kompromi, juga penolakan atas penghormatan berlebihan.
Tak ayal, Che menjadi idola para pejuang revolusi dan bahkan kaum muda generasi tahun 1960-1970. Kematiannya pada 9 Oktober 1967 menjadi legenda bagi para pengagumnya di berbagai belahan dunia sebagai ikon pejuang revolusioner.
Antiimperialisme
Pada Juni 1959, kedua tokoh revolusioner antikolonialisme itu, Sukarno dan Che Guevara, bertemu muka di Istana Merdeka. Keduanya berdiskusi panjang lebar soal revolusi di masing-masing negara.
"Bagi saya, Che, sebuah perubahan sejarah itu tidak boleh setengah-setengah, ia harus menjebol, ia harus memorakporandakan. Dari situasi porak poranda itu kita bangun yang baru, bangunan masyarakat yang modern, terhormat, dan memanusiakan manusia," kata Bung Karno seusai makan malam.
Kemudian, Che memberi sekotak cerutu Kuba kepada Bung Karno. Bapak Bangsa Indonesia itu pun mengajak Che mengobrol di teras Istana Negara. Sambil menghirup cerutu, Bung Karno berkata: "Kamu lihat Che, bangunan ini adalah bangunan Belanda, kota-kota kami adalah contoh kota kolonial terbaik pada zamannya. Di timur Jakarta ada kota bernama Bandung, indahnya luar biasa. Lalu, ada juga kota bernama Surabaya, yang menjadi pelabuhan paling timur milik jaringan dagang Hindia Belanda sebelum Australia didirikan Inggris."
Mereka, kata Sukarno, para kaum penjajah itu, sudah membangun permodalan dari abad demi abad, mereka sudah membangun benteng-benteng kesejahteraannya. Bangsa-bangsa terjajah hanya menjadi kuli dari kemauan penjajah. Karena itu, satu-satunya jalan untuk membebaskan bangsa dari kekuliannya, dari perbudakannya adalah menjadi "bangsa tuan" di negeri sendiri.
"Menjadi demikian terhormatnya sehingga Indonesia bisa menggali kekayaan, bisa membangun budaya, bisa menguasai diri sendiri. Lalu dengan rasa terhormat itu, ekonomi, kebudayaan, dan pandangan-pandangan politik kami menjadi arus besar bagi sumbangan peradaban dunia."
Kemudian, Che melemparkan pertanyaan. "Jadi, apa yang Tuan Sukarno lakukan untuk itu?"
Sukarno menjawab: "Bagiku Che, revolusi itu sebuah keharusan untuk membuka pintu sejarah baru. Saat ini, sejarah yang berlangsung sudah berbeda dengan sejarah di abad-abad lampau. Pergerakan eksploitasi bukan lagi pada pendudukan-pendudukan koloni, tapi pada pergerakan arus modal."
Arus modal inilah, kata Bung Karno, yang kemudian menjadi alat penindas antara pemilik modal dan bukan pemilik modal. Negara-negara baru jelas tidak punya modal, belum ada waktu akumulasi modal, mereka baru memulai.
"Tapi setidak-tidaknya, Che, yang kami pelajari bahwa untuk berjuang dalam situasi apa pun, maka kuncinya cuma satu: persatuan … persatuan … persatuan. Kami menang karena bersatu. Andai seluruh negara-negara baru bersatu, maka penindasan modal itu menjadi medan pertarungan yang seimbang. Untuk itulah, aku inginkan Indonesia menjadi lokomotif atas persatuan dari negara-negara baru, negara-negara yang baru saja melepaskan diri dari belenggu penjajahnya."
Selanjutnya, kata Bung Karno, setelah persatuan, modal itu dialihkan pada kesejahteraan umum. Pada bangunan-bangunan yang berguna untuk rakyat, membangun sekolah-sekolah. Dengan kekayaan yang ada, bisa membangun jutaan unit sekolah untuk anak-anak, itulah awal dari revolusi Indonesia.
Mendengar wejangan Bung Karno itu, Che pun terkesima. "Tuan Sukarno, sudikah Tuan datang memenuhi undangan pemimpin kami, Fidel Castro?" kata Che dengan tersenyum. Sukarno menjawab sembari tersenyum pula: "Saya bersedia anak muda."
Melawat ke Kuba
Pada Oktober 1960, setelah membacakan pidato "To Build The World a New" yang menggegerkan di depan Sidang Umum PBB, Bung Karno melawat ke Kuba. Fidel Castro dan Che serta rakyat Kuba menyambut hangat kedatangan Bung Karno. Sepanjang jalan dari bandar udara hingga istana kepresidenan, rakyat Kuba berdiri sambil membentangkan poster bertuliskan "Viva President Soekarno".
Di depan Castro, Che, dan tokoh-tokoh revolusi Kuba lainnya, Bung Karno memaparkan konsepnya soal Marhaenisme, menjelaskan kemandirian dalam bidang ekonomi. Juga, tentang bagaimana rakyat bisa menjadi tuan di negerinya sendiri tanpa didikte imperialisme.
Sukarno menjelaskan gagasannya yang termaktub dalam pidatonya di PBB. Ada lima kritik utama yang diberikan kepada PBB. Poin utama dari kritik tersebut adalah tentang tempat atau markas PBB yang dianggapnya tidak netral, jadi harus pindah ke Asia, Afrika, atau Jenewa.
Kedua, PBB lahir dalam keadaan dunia yang baru terbebas dari perang. Jadi, banyak piagam PBB yang harus diubah sesuai dengan realitas perkembangan global. Ketiga, keanggotaan di Dewan Keamanan PBB harus menyesuaikan diri dengan perkembangan pasca-1945, jadi tidak hanya dimonopoli oleh negara-negara besar.
Puncaknya adalah keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB pada 1965 akibat abainya PBB terhadap berbagai konflik yang diakibatkan oleh pertentangan antarnegara. Pertentangan itu diprovokasi oleh imperialisme, seperti restu PBB terhadap penyatuan Kalimantan Utara dengan Malaya yang disponsori oleh Inggris dan AS.
Sebelumnya, Bung Karno bersama negara-negara, seperti RRT, Vietnam, dan Republik Rakyat Demokratik Korea Utara membidani Conference of New Emergencing Force (Conefo).
Kelak, empat tahun setelah Bung Karno berpidato di PBB, pada 1964, giliran Che Guevara berpidato dalam Sidang Majelis Umum PBB. Isi pidatonya juga berisi kritik keras terhadap imperialisme, terutama kepada Amerika Serikat.
"Mereka yang membunuh anaknya sendiri dan membeda-bedakan orang dari warna kulit, membiarkan pembunuh warga kulit hitam, bahkan melindungi mereka dan malah menghukum orang kulit hitam karena menuntut kebebasan, bagaimana mungkin mereka itu bisa disebut penjaga perdamaian?"
Namun, kedekatan Bung Karno dengan pemimpin negara komunis, seperti Kuba, menimbulkan berbagai spekulasi. Salah satunya spekulasi ketidaksukaan Amerika Serikat terhadap Bung Karno.
Disadur dari Harian Republika Edisi Kamis, 6 Oktober 2016.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Patung Soekarno Dinilai Berpotensi Jadi Berhala
Patung Soekarno setinggi 100 meter akan dibangun di area perkebunan Walini, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat.
SELENGKAPNYASukarno dan Patung-Patungnya
Sukarno sang pecinta patung, kini banyak didirikan patungnya.
SELENGKAPNYAG30S dan Kandasnya Ambisi Bom Nuklir Sukarno
Indonesia sempat mengejar kemampuan membuat bom atom pada 1960-an.
SELENGKAPNYA