Pekerja membersihkan ukiran kayu burung garuda hasil kerajinan industri rumah tangga di Banda Aceh, Aceh, Ahad (20/5) | Irwansyah Putra/Antara

Kabar Utama

Islam Kuatkan Pancasila

Harmonisasi agama sejatinya ada dalam konstitusi yang berlaku di Indonesia.

 

 

Dalam sejarahnya, nilai-nilai Islam amat erat merasuk dalam rumusan Pancasila. Ideologi negara ini pun tak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta Prof Syukron Kamil mengungkapkan, Pancasila merupakan bentuk kompromi dari para pendiri bangsa. Mereka hendak meletakkan berbagai ideologi yang berkembang untuk bisa berdampingan dan tidak berhadapan. Di dalam Pancasila, ada sosialisme, liberalisme atau humanisme, dan agama.

Menurut Syukron, dalam sejarahnya, agama merupakan faktor paling awal yang memengaruhi manusia daripada akal. Atas dasar itu, agama lewat sila Ketuhanan Yang Maha Esa diletakkan sebagai sila pertama. Umat Islam ketika itu bisa mengakomodasi sila tersebut setelah berkorban dengan menghapus tujuh kata dari Piagam Jakarta, “… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Pengorbanan itu demi mengakomodasi aspirasi dari Indonesia timur yang didengarkan meski mereka minoritas.

Meski demikian, dia menjelaskan, penghapusan tujuh kata itu tak membuat nilai-nilai Islam menjauhi lima sila dari Pancasila. Islam hadir bukan sebatas di sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Menurut dia, Islam mengajarkan demokrasi juga keadilan sosial. Islam juga mengajarkan tentang kemanusiaan. “Persatuan Indonesia itu kita diajarkan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah,” ungkap dia.

Untuk nilai permusyawaratan, berbagai catatan hadis menjelaskan, Rasulullah kerap memutuskan persoalan kemasyarakatan lewat musyawarah. “Contohnya dalam Perang Uhud. Itu kan pengambilan suara terbanyak. Kalau kasus Aisyah itu, yang mendapat tuduhan selingkuh, maka Nabi sempat melakukan musyawarah,” tambah dia kepada Republika di Jakarta, belum lama ini.

Adanya sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, Syukron menjelaskan, membuat ideologi lain yang tecermin dalam empat sila lain juga tidak ortodoks. Dia memisalkan, jika humanisme dilakukan secara radikal maka yang muncul adalah ateisme. Sementara itu, ketika sosialisme dipraktikkan secara mendasar maka akan muncul komunisme. "Ini pun sekarang muncul pada banyak negara sekuler," ujar dia.

Sejarawan Islam, Tiar Anwar Bachtiar, menjelaskan, nilai-nilai ajaran Islam sejatinya sangat melekat dalam poin-poin Pancasila. Tak hanya itu, ia mengingatkan kepada semua pihak untuk kembali menengok sejarah panjang yang mengiringi perjalanan lahir dan terciptanya Pancasila sebagai perekat bangsa.

Menurut dia, kehadiran Pancasila merupakan sebuah kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut berasal dari sejumlah elemen masyarakat yang beragama, yang memeluk kepercayaan dan percaya kepada nilai-nilai ketuhanan. “Pancasila itu lahir atas dasar kesepakatan, kesepakatan ini berasal bukan hanya dari kaum nasionalis, tapi juga para ulama dan kiai-kiai yang punya ilmu sangat tinggi,” kata Tiar saat dihubungi Republika, Selasa (18/2).

Untuk itu dia menjelaskan, tak ada sedikit pun unsur yang bisa dibentur-benturkan antara agama dan Pancasila. Jika menelisik sejarah, kata dia, Pancasila dengan agama kerap dibenturkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai bagian dari alat propaganda mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan PKI tersebut untuk menghancurkan partai-partai Islam kala itu yang cukup mendapat suara di kalangan masyarakat.

Dia menegaskan, akal bulus PKI yang tercatat dalam sejarah melakukan pembenturan antara agama dan Pancasila ini pun nyatanya tak berhasil. Sebab, dia memastikan, tak ada satu pun poin dalam Pancasila yang bertentangan dengan agama mana pun di Indonesia.

Dalam Islam, misalnya, poin-poin Pancasila mulai dari sila pertama hingga kelima merupakan bagian dari ajaran-ajaran Islam. “Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, hingga keadilan sosial itu adalah ajaran Islam. Jadi, Pancasila itu sangat Islam sekali,” ungkap dia.

Apabila seseorang menjalankan Pancasila, sejatinya ia tengah menjalankan bagian-bagian dari ajaran Islam. Apalagi, kata Tiar, apabila seseorang menjalankan ajaran Islam secara kafah maka hal itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi sisi Pancasilaisme dalam diri orang tersebut. “Kalau seseorang menjalankan Islam secara kafah, sudah pasti dia Pancasilais,” ujarnya.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menerangkan, harmonisasi agama sejatinya ada dalam konstitusi yang berlaku di Indonesia. Norma konstitusi, menurut dia, menempatkan Allah dalam satu kepercayaan yang utuh. Hal itu kemudian dijadikan sila pertama Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”.“Maka, agama itu posisinya sangat penting dan menjadi yang pertama dalam konstitusi kita,” ujarnya.

Meski demikian, prinsip ketuhanan memiliki perbedaan makna bagi agama-agama yang ada di Indonesia. Prinsip ini kemudian menjadi penyebab adanya sila-sila yang lain. Lebih lanjut dia menjelaskan, konstitusi yang berlaku di Indonesia pun menjamin kebabasan warga negara untuk beragama maupun beribadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 disebutkan, tujuan pendidikan nasional yang dijalankan Indonesia adalah untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, serta terwujudnya akhlak mulia bagi segenap warga negara yang terdidik. Jika ditelisik dari sisi mana pun, tegas dia, tak ada alasan yang dapat membenarkan argumen bahwa agama dapat membunuh Pancasila. Justru sebaliknya, nilai-nilai agama justru menguatkan Pancasila. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat