|

Newswrap

Media Sosial untuk Pacu Karier

22karier5 xxsi

pp-

Media Sosial untuk Pacu Karier

Bisakah?

Farah Noersativa, Santi Sopia

Taich: Kreativitas dan orisinalitas seseorang dalam berkarya bisa tampak dari akun mereka.

Saat awal muncul, media sosial boleh jadi berfungsi untuk menghubungkan keluarga, kerabat, hingga teman yang terpisah jarak. Mereka yang selama ini tak pernah berkomunikasi justru rajin //ngobrol// berkat kehadiran media sosial.

Belakangan, fungsi media sosial (medsos) mulai bergeser. Tidak hanya merekatkan hubungan keluarga dan pertemanan yang menjauh, media sosial kini mampu pula digunakan untuk mendongkrak karier hingga bisnis.

Annisa Putri misalnya. Mahasiswa berusia 20 tahun ini menggunakan media sosial untuk menunjang bisnisnya.

"Bisnis makin lancar. Salah satunya lewat cara membuat akun khusus di //Instagram//,?? ujarnya penuh semangat.

Ada pula Aurora Danisha yang bertutur tentang pengalamannya melalui proses wawancara yang cukup unik. "Ternyata, orang yang mewawancarai saya sempat melihat-lihat //Instagram// saya dulu sebelum wawancara dimulai. Jadi, dia sudah tahu profil saya dan itu sempat juga ditanyakan saat //interview/ berlangsung,?? kata dia.

Cerita Ririn Ningsih (28 tahun) sedikit berbeda. Warga Kota Bekasi ini mulai memasuki dunia kerja sejak 2014. Saat awal bekerja, dia masuk ke sebuah bank syariah. Setelah itu, ia kemudian pindah ke perusahaan swasta sebagai staf keuangan.

Semula dia merasa media sosial tidak terlalu berpengaruh terhadap karier sebagai karyawan swasta. Menurut dia, perusahaan biasanya mementingkan //curriculum vitae// dan pengalaman calon karyawan.

"Kalau dulu belum terlalu /booming/, jadi paling buat eksis, tapi ternyata media sosial berpengaruh juga terhadap karier. Dari mulai dosen saya yang lihat karakter mahasiswanya dari media sosial dan (sekarang) di //kerjaan// juga," kata Ririn.

Kendati begitu, Ririn berpendapat, menjaga citra di media sosial tetap penting. Sementara itu, untuk sarana-sarana teknologi, seperti //email//, komunitas digital, hingga situs lowongan pekerjaan memang cukup membantu.

"Sebenarnya tergantung bidang juga //sih//. Ada yang memang bidangnya terkait medsos maka medsosnya jadi penting. Tapi, kalau buat aku, saat ini medsos biasa saja, aku jarang malah unggah, //update// ini itu," jelasnya.

Ia mencontohkan, ada temannya yang sangat bergantung pada media sosial. Seperti halnya untuk promosi desain yang dibuat ataupun mempromosikan program perusahaan.

Bagi ibu satu anak itu, media sosial tentu bak dua sisi mata uang. Di satu sisi platform digital itu tentu bisa memberikan banyak manfaat positif. Di sisi lainnya, bisa berdampak buruk, apalagi jika tidak bijak menggunakannya. Ririn bisa mendapat beragam informasi dari media sosial. Ia bisa menambah wawasan dan ilmu untuk kehidupan ataupun kariernya.

Media sosial juga dianggap memiliki pengaruh dalam karier Andrew (30). Memang dalam pekerjaan, menurut dia, tentu kinerja dan berkas pelamar yang menjadi penentu dalam prospek karier. Akan tetapi, saat ini media sosial juga banyak dijadikan pertimbangan oleh perusahaan.

Andrew mulai diangkat beberapa bulan lalu dari staf biasa menjadi pelaksana tugas kepala layanan di perusahaan tempat dia bekerja di Jakarta. Sebelum diangkat dan menerima jabatan ini, Andrew juga sudah diminta memantau media sosial timnya.

"Jadi, tim saya banyak //cewek//, misalnya, ya saya //follow// di //Instagram//, itu semata-mata buat mengamati, //gimana sih// sebenarnya mereka, karakter mereka, begitu. Kalaupun tim banyaknya cowok ya //following// (yang diikuti/red)," ujarnya.

Menurut Andrew, seiring perkembangan media sosial yang sangat pesat, tentunya membawa dua dampak, baik positif maupun negatif. Sejauh ini, efek yang ia rasa positif saja, terkecuali bagi orang yang menurut dia gampang terprovokasi, terjebak //hoaks//, dan semacamnya.

Intinya, bermedia sosial dengan bijak tentu dapat menunjang karier. Media sosial patut digunakan seefektif mungkin. Hati-hati dalam mencerna seluruh informasi yang ada, lebih baik digunakan untuk yang penting-penting saja. ''Menurut saya, media sosial digunakan untuk hiburan, //nggak// penting, mending //enggak// usah saja, masih banyak hal berguna lain yang bisa dilakukan," ungkap lulusan salah satu universitas di Jakarta itu.

Sarana pencitraan

Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo menilai, media sosial saat ini sudah menjadi bagian kehidupan seseorang untuk banyak tujuan. ?Baik digunakan untuk konsumsi hiburan, //update// berita, sosialisasi dan juga sebagai bagian identitas dari diri penggunanya. Jadi, termasuk dalam perjalanan kariernya,? tutur Vera kepada //Republika//.

Sebagai psikolog, dia tak memungkiri, berbagai perusahaan saat ini juga mencari banyak kandidat dan karyawan dengan pertimbangan penilaian berdasarkan media sosial para kandidat. Menurutnya, media sosial cukup efektif sebagai salah satu cara untuk menemukan kandidat yang baik untuk perusahaan.

Masih adanya kecenderungan seseorang untuk menuliskan apa pun dari perasaan dan pikirannya di media sosial, bisa menjadi penilaian perekrutan kandidat oleh perusahaan. Ini lantaran kecenderungan untuk menuliskan sesuatu itu, kata Vera, bisa menunjukkan jati diri seseorang.

?Di sisi lainnya, dari media sosial, kita bisa mempelajari cara berpikir seseorang, bagaimana //lifestyle//-nya, dan lain-lain. Di media sosial, kita juga bisa melihat kreativitas dan orisinalitas seseorang dalam berkarya,? kata Vera.

Namun, media sosial tak bisa menjadi satu-satunya pertimbangan dalam penilaian terhadap seseorang untuk direkrut dalam sebuah perusahaan. Vera mengatakan, menilai dan mempertimbangkan seseorang hanya menggunakan media sosial pun tak hanya memberikan kemudahan, tapi juga memberikan kerugian.

Sebab, bisa saja apa yang ditampilkan seseorang pada media sosialnya tidak sesuai dengan aslinya. Media sosial bisa menjadi sarana pencitraan bagi seseorang.

Oleh karena itu, Vera mengatakan, dalam melakukan perekrutan terhadap kandidat, biasanya para perekrut termasuk psikolog memerlukan riset media sosial yang menyeluruh dan tidak terpaku kepada satu akun yang diberikan calon karyawan.

?Karena itu, pula masih tetap diperlukan prosedur lain yang mendukung penilaian, seperti wawancara langsung dan tes tertulis,? tutur Vera.

Sedangkan, bagi psikolog Kasandra Putranto, media sosial merupakan sebuah gambaran diri. Oleh karena itu, sebagai orang yang ingin berkarier, tentu media sosial harus dioptimalkan dengan presentasi kualitas diri yang positif.

"Saat ini banyak perusahaan yang melakukan perekrutan menggunakan informasi akun medsos seseorang. Karena, dari akun tersebut akan tampak ciri khas kepribadiannya,? jelas Kasandra kepada //Republika//.

Namun, Kasandra juga mengatakan, perusahaan, dalam hal ini adalah tim SDM dan psikolog, akan bisa jeli melihat sesuatu unggahan baik yang asli sesuai dengan kenyataan maupun palsu. Terlebih, jika foto-foto yang diunggah dilakukan edit sehingga membuat tampilan foto menjadi sangat berbeda dengan penampilan aslinya.

Dia menekankan, penilaian dan pertimbangan calon karyawan dalam sebuah rekrutmen merupakan langkah yang cukup efektif bagi tim SDM dan psikolog. ?Beberapa bisa tidak diterima karena ternyata ditemukan karakter buruk di media sosial,? jelas Kasandra.

N ed: endah hapsari

Boks 1

Unggah Hal Positif

Bagi Anda yang berniat untuk memulai karier, psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo dan Kasandra Putranto memberikan saran untuk mengoptimalkan media sosial (medsos) demi menunjang karier. Berikut di antaranya:

-Unggah hal-hal positif

Pastikan selalu mengunggah konten positif yang berhubungan dengan keprofesionalan diri dan //attitude// yang baik.

--Presentasi diri

Optimalisasi medsos bisa dilakukan dengan menampilkan presentasi diri sesuai dengan bidang kerjanya. Misalnya, seseorang dengan latar belakang hukum, dianjurkan untuk mengunggah juga mengenai hukum. Lalu, misalnya, seorang psikolog bisa mengunggah tentang kesehatan mental dan kegiatan-kegiatannya. Lalu, seorang dokter, juga lebih baik menginformasikan mengenai kesehatan, dan lain sebagainya.

-Selektif memilih akun yang diikuti

Selain itu, lebih baik tak ikut berkomentar ke dalam isu-isu sensitif yang sedang marak di media sosial.

-Hati-hati saat mengunggah

Ketika ingin mengunggah sebuah konten, para talenta disarankan untuk menimbang konten tersebut. Apakah konten yang disampaikan itu sudah benar atau malah //hoaks//.

Pertimbangan berikutnya adalah apakah unggahan yang akan diunggah tersebut berguna bagi pembaca atau tidak. Lalu, apakah unggahan tersebut akan menyakiti atau menyinggung orang lain atau tidak. Tak kalah penting adalah apakah unggahan tersebut termasuk plagiat atau bukan.

--Jejak digital

Perlu diingat pula, apa pun yang diunggah, ditelusuri, baca, dan komen, atau apa pun akan meninggalkan jejak digital. Boleh dibilang, jejak digital itu sangat ?kejam'. Oleh karena itu, dalam pemanfaatan sosial media untuk menunjang karier, sebaiknya kita tidak perlu mengunggah hal-hal negatif. Hal itu termasuk keluhan-keluhan mengenai sesuatu hal.

Sebab, dari konten-konten yang diunggah oleh seseorang, seorang psikolog dapat melihat karakter seseorang tersebut. ?Dari bahasanya akan terlihat karakternya seperti apa. Kalau isinya mengeluh terus, berarti dia adalah seorang //complainer//,? ujar psikolog Kasandra Putranto.

--Jangan berbagi informasi pribadi

Jika berbagi informasi mengenai keluarga dalam batas tertentu, misalnya, ini masih bisa dianggap sebagai hal positif yang bisa diunggah di media sosial. Hal itu pun bisa diartikan bahwa seseorang tersebut adalah sosok yang sayang dengan keluarganya. Namun, tidak disarankan mengunggah konten lebih personal di medsos.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat