
Kisah
Bagaimana Ibadah Rasulullah SAW Sebelum Kenabian?
Rasulullah SAW tetap beribadah, yakni menyembah hanya kepada Allah SWT, sebelum kenabian beliau.
Sebaik-baik insan ialah Nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum diangkat menjadi utusan Allah, beliau telah menunjukkan keteladanan yang luar biasa di tengah masyarakat. Orang-orang pun menjulukinya "al-Amin", yakni 'sosok yang dapat dipercaya.'
Kebaikan tidak hanya ditunjukkan beliau kepada sesama manusia, tetapi juga dalam hubungan vertikal, yakni relasi antara hamba Allah dan Rabbnya. Nabi SAW hanya menyembah kepada Allah. Sebelum menerima risalah pun, beliau membenci perbuatan syirik dan selalu jauh dari kesyirikan.
Rasulullah Muhammad SAW berasal dari keturunan yang terbaik bahkan bila silsilahnya dirunut hingga sang manusia pertama, Adam AS. Hal itu ditegaskan dalam surah asy-Syu'ara ayat 219. “Wataqallubaka fii assaajidiin.” Artinya, “Dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.”
Tafsiran Ibnu Abbas atas ayat tersebut ialah, Allah melihat perubahan gerak kejadian Nabi Muhammad SAW di tulang sulbi deretan manusia sejak Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, hingga orang tua beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Ungkapan as-saajidiin dalam ayat tersebut menegaskan, Rasulullah SAW berasal dari keturunan orang-orang yang bersujud kepada Allah, bukan golongan kafir.
Maka dari itu, wajarlah Muhammad SAW sejak kecil membenci berhala. Tak sekalipun beliau menaruh simpati pada cara ibadah kaum musyrik, apalagi mengikuti mereka. Suatu kali, seseorang pernah menyuruhnya untuk ikut ke tempat pemujaan berhala.
Kontan saja, Muhammad kecil menolaknya. Kisah ketegasan beliau saat masih seusia anak-anak dan remaja disampaikan Ibnul Jauzi dalam kitabnya, Al-Wafa. Menurut riwayat dari Ibnu Abbas, suatu ketika Ummu Aiman bercerita sebagai berikut.
Orang-orang Quraisy mengagungkan suatu patung bernama Bawwanah. Berhala itu amat dipuja-puja mereka. Pemujanya sering menggunduli satu sisi kepala. Tak hanya itu, orang-orang musyrik itu juga kerap bermalam di dekat makhluk tak bernyawa tersebut sampai malam.
Ritual itu memang biasanya terjadi “hanya” sekali dalam setahun. Salah satu peserta ritual tersebut adalah Abu Thalib. Muhammad SAW kecil pernah diajak pamannya itu untuk menghadiri acara tahunan itu. Tentu saja, tawaran itu ditolaknya.
Ummu Aiman mengenang, begitu mengetahui penolakan Muhammad, yang kala itu masih anak-anak, Abu Thalib sempat kesal. Kemudian, bibi-bibi berkata kepada Muhammad, “Kami mengkhawatirkan perbuatanmu itu menjauhi tuhan kami ini. Apa yang kau inginkan, wahai Muhammad? Engkau tidak menghadiri upacara mereka ini dan tidak meramaikan acara mereka.”
Namun, Muhammad SAW lantas pergi menjauh. Beberapa waktu kemudian, ia ingin kembali pulang, tetapi masih menyimpan kegelisahan dan rasa takut. Bibi-bibinya kemudian bertanya, “Apakah yang terjadi padamu?”
“Aku takut menjadi gila,” jawab Muhammad.
“Allah tidak akan mengujimu dengan setan karena pada dirimu terdapat sifat-sifat baik. LaIu, apa yang engkau lihat?”
“Setiap aku mendekati berhala, tampaklah olehku seorang laki-laki yang putih dan tinggi berteriak kepadaku, ‘Hati-hati, wahai Muhammad, jangan kau sentuh (berhala-berhala) itu!’” jelas Muhammad.
Demikianlah, tutur Ummu Aiman, tak sekalipun Muhammad SAW mendekati—apalagi menghadiri—ritual pemujaan berhala-berhala bahkan sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul Allah.

Jalan tauhid
Maka, timbul pertanyaan. Apakah ibadah Muhammad SAW sebelum dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai utusan-Nya? Terkait ini, Ali bin Uqail menegaskan, “Rasulullah SAW sebelum diutus dan diberikan wahyu (oleh Allah) telah memeluk ajaran syariat Ibrahim yang masih murni.”
Adapun Abu Al-Wafa berkata, “Pendapat yang mengatakan bahwa beliau beribadah dengan syariat nabi sebelumnya masih diperdebatkan. Dengan syariat siapakah itu? Sebagian ulama mengatakan, khusus dengan syariat Nabi Ibrahim AS. Ini adalah pendapat asy-Syafi'i. Sebagian lagi berpendapat , beliau beribadah dengan syariat Nabi Musa kecuali pada apa yang telah di-nasakh pada syariat kita.”
Sementara itu, Imam Ahmad berpendapat dengan merujuk pada keterangan dari surah al-An’am ayat 90. Ayat itu berarti, “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah, ‘Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Alquran).’ Alquran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat.”
Maknanya, Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi nabi beribadah dengan segala ajaran yang murni dari syariat nabi-nabi Allah sebelumnya selama itu belum di-nasakh (diatur atau dibatalkan dalam syariat terkini).
Dalam konteks historis, Ibnu Qutaibah memberikan penjelasan. Dia mengatakan, masyarakat Arab pada masa itu masih menganut sisa-sisa ajaran Nabi Ismail AS. Misalnya, ritual haji, khitan, jatuhnya perceraian antara suami-istri dengan tiga kali talak, bolehnya rujuk bagi suami pada talak satu dan dua, mengganti hukuman jiwa dengan 100 ekor unta, mandi jinabat, atau mahram dengan sebab kerabat dan pernikahan.
Muhammad SAW sendiri, lanjut dia, melakukan seperti apa-apa yang mereka lakukan, yaitu tentu saja beriman kepada Allah Yang Maha Esa serta melaksanakan ritual-ritual yang dicontohkan Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Sebut saja, syariat haji, khitan, mandi jinabat dan sebagainya.
Ibnu Qutaibah dalam hal ini memaknai firman Allah, surah asy-Syura ayat 52, artinya, “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Alquran) dengan perintah Kami. Sebelumnya, kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (Alquran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan ia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
Menurut Ibnu Qutaibah, yang dimaksud oleh ayat ini adalah syariat Islam.

Wahyu yang pertama
Surah al-'Alaq ayat 1-3 merupakan ayat Alquran pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW. Surah itu disebut juga sebagai ayat Iqra karena mengandung perintah untuk membaca ('Bacalah dengan [menyebut] nama Tuhanmu Yang menciptakan').
Akan tetapi, ayat tersebut ternyata bukanlah wahyu yang pertama kali sampai kepada Muhammad SAW. Seperti diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, Aisyah RA menuturkan, wahyu yang pertama kali diturunkan kepada beliau adalah mimpi yang baik (al-ru'ya al-shalihah) ketika beliau tidur.
Selain itu, sang al-Amin juga diberikan oleh Allah kecenderungan untuk melakukan perenungan atau menyendiri (tahannuts), termasuk saat di dalam Gua Hira. Demikianlah keadaan beliau sampai akhirnya Malaikat Jibril datang dengan membawa tiga ayat yang merupakan awal surah al-'Alaq itu.
Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir memberikan definisi yang lebih perinci. Seorang nabi, ia menjelaskan, adalah pria yang diberikan wahyu oleh Allah SWT melalui mimpi atau ilham. Sementara itu, seorang rasul adalah pria yang diberikan wahyu oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril.
Maka dari itu, ia menyimpulkan, Muhammad SAW ketika menerima surah al-'Alaq di Gua Hira itu sudah berstatus sebagai seorang nabi. Sejak turunnya ayat Iqra` itu, beliau otomatis berstatus sebagai rasul.
Pendapat tersebut diperkuat Imam al-Baihaqi. Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi seorang nabi pada Rabiul Awal berdasarkan wahyu yang diperolehnya melalui mimpi. Enam bulan kemudian, beliau menerima wahyu dalam keadaan terjaga di Gua Hira.
Imam Ibn Hajar al-'Asqalani menuturkan, wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa mimpi-mimpi berfungsi sebagai persiapan mental bagi beliau dalam menerima wahyu-wahyu berikutnya, yakni yang melalui Malaikat Jibril yang datang kepadanya dalam keadaan terjaga.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Persiapan Tenda Jamaah Haji Indonesia di Mina
Bagi jamaah haji penyandang disabilitas sudah ada akses dan toilet khusus.
SELENGKAPNYAPortugal Kalahkan Islandia di Grup J Kualifikasi Piala Eropa 2024
Ronaldo menerima plakat dari Guiness Book of World Records untuk penampilan internasionalnya yang ke-200 untuk timnas Portugal.
SELENGKAPNYABerdakwah Melawan Penjajah
KH Zainal Mustafa memimpin perlawanan kaum santri Singaparna terhadap penjajahan Jepang.
SELENGKAPNYA