ILUSTRASI Seorang khalifah dari Dinasti Abbasiyah pernah pura-pura menyalib anak pencuri semangka. | DOK PEXELS

Kisah

Kisah Khalifah ‘Menyalib’ Bocah Pencuri Semangka

Al-Mu'tadhid Billah dikenang sebagai khalifah yang tegas dan mementingkan rakyat.

Al-Mu'tadhid Billah (892-902 M) dilahirkan pada 242 H. Ibunya bernama Shawab. Dia dilantik sebagai khalifah ke-16 pada Rajab 279 H setelah pemerintahan pamannya, Al-Mu'tamid.

Al-Mu'tadhid dikenal sebagai khalifah yang pemberani, berwibawa berpenampilan menyeramkan, dan kaya ide. Jika marah kepada seorang komandan perang, maka ia akan memerintahkan agar orang itu segera dimasukkan ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah. Dia juga dikenal sebagai politikus ulung.

Al-Mu'tadhid adalah sosok yang gagah perkasa, keras pendirian dan dikenal sebagai laki-laki sejati. Dia banyak terlibat dalam peperangan. Keutamaan sikapnya dikenal banyak orang. Pada saat yang sama, ia dikenal sebagai seorang lelaki berwibawa yang menjalankan semua urusan dengan sangat baik.

Kelompok-kelompok perusuh sangat takut melakukan aksi mereka sehingga pada masa pemerintahan al-Mu'tadhid berbagai gejolak bisa diredam. Eranya dikenal aman dan baik. Dialah yang membebaskan cukai, menebarkan keadilan dan menindak siapa saja yang berlaku zalim terhadap rakyat.

 
Pada masa pemerintahan al-Mu'tadhid berbagai gejolak bisa diredam.
   

Al-Mu'tadhid juga disebut "As-Saffah II" karena berhasil membangun kembali Dinas Bani Abbasiyah dengan baik setelah sebelumnya mengalami kehancuran dan kemunduran. Bahkan, hampir saja dinasti ini hancur. Pada saat terbunuhnya Al-Mutawakkil, dinasti ini mengalami guncangan yang sangat keras.

Di awal tahun pemerintahannya, Al-Mu'tadhid melarang tegas semua pedagang buku menjual buku-buku filsafat dan yang serupa dengannya. Dia juga melarang para tukang tebak dan tukang ramal yang pandai menipu untuk duduk-duduk di pinggir jalan.

Pada 282 H, Al-Mu'tadhid mengharamkan pesta Nairuz, yaitu pesta api dan penuangan air ke ubun-ubun manusia, dan menghapuskan semua perkara berbau Majusi. Al-Mu'tadhid meninggal pada 289 H.

Joesoef Sou'yb dalam karyanya Sejarah Daulah Abbasiyah II menyebut masa pemerintahannya dengan, "Sairat Hazmin wa bathsyin ma'a hilmin, (sejarah ketabahan dan keperkasaan berpadukan kedermawanan)."

‘Menyalib’ pencuri semangka

Salah satu kisah yang mahsyur mengenai Khalifah al-Mu'tadhid Billah ialah keputusannya untuk menghukum anak-anak yang mencuri semangka. Namun, hukuman itu ternyata merupakan strategi khusus darinya.

Pada suatu hari, sang khalifah mempersilakan rakyat untuk berkumpul dan mengajukan kritik kepadanya. Bila memang bersalah, ia akan meminta maaf dan membetulkan kebijakan-kebijakannya.

Orang-orang tidak mengajukan keberatan. Hingga muncul seorang warga yang mengacungkan tangannya. “Tuan,” kata lelaki itu, “sebenarnya sudah lama ada ganjalan dalam hati yang ingin saya ajukan.”

photo
ILUSTRASI Kota Baghdad, pusat Kekhalifahan Abbasiyah, pada abad pertengahan. - (DOK WIKIPEDIA)

“Siapa namamu?” tanya al-Mu'tadhid.

“Orang-orang memanggilku Ibnu Hamdun,” jawabnya.

“Apa gerangan yang ingin kau sampaikan?”

“Beberapa waktu lalu, Tuan berkunjung ke wilayah kami. Kemudian, terdengar kabar bahwa beberapa anak kecil tertangkap tangan mencuri buah semangka di sebuah ladang. Tuan lalu menyuruh para prajurit untuk menangkap dan menahan mereka. Keesokan harinya, Tuan menjatuhkan hukuman salib untuk mereka. Padahal, menurut kami, hukuman seberat itu tidak pantas untuk kejahatan demikian—apalagi pelakunya adalah anak-anak.”

Dengan sabar, Khalifah menjelaskan duduk persoalan kasus itu.

 
Jadi, engkau mengira bahwa yang disalib itu adalah anak-anak? Bila benar demikian, bagaimana aku mempertanggungjawabkan perbuatanku kelak kepada Allah?
   

“Sungguh, aku hanya ingin membasmi para penyamun yang memang pantas dihukum mati. Jadi, sebagai taktik, anak-anak itu pura-pura disalib. Terlebih dahulu, aku menyuruh para prajurit untuk menempatkan mereka di sebuah rumah. Di sana, mereka diminta mengenakan kain-kain yang direkatkan sedemikian rupa, sehingga menyangga tubuh mereka di tiang salib,” jelas al-Mu'tadhid.

“Maka ketika para penyamun melihat pemandangan anak-anak pencuri semangka disalib, mereka pasti berpikir, ‘Kalau karena mencuri semangka saja anak-anak sampai dihukum salib, bagaimana dengan kami yang selama ini melakukan kejahatan-kejahatan jauh lebih besar?’ Benar saja, beberapa hari sesudah penyaliban itu, banyak dari kalangan perusuh itu yang menyerahkan diri,” terang sang khalifah lagi.

Ketika Mimpi Dibalas Mimpi

Dengan dalih disuruh perintah lewat mimpi, Abu Nawas menyuruh para muridnya hancurkan rumah kadi.

SELENGKAPNYA

Masjid Hijau demi Bumi yang Lestari

Sudah banyak masjid yang menyadari pentingnya gerakan ramah lingkungan

SELENGKAPNYA

Menghapus Stigma 'Si Tangan Panas' dalam Urusan Berkebun

Kunci dari berkebun hanyalah belajar dan mencari tahu.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya