
Internasional
Arab Saudi Bertekad Lanjutkan Program Nuklir Sipil
Program nuklir Saudi menggandeng Amerika.
RIYADH – Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan menegaskan tekad negaranya mengembangkan program nuklir sipil. Dia menyebut, Riyadh sudah memilih Amerika Serikat (AS) sebagai mitra dalam proses pengembangan proyek itu.
“Ada pihak lain yang menawar, dan jelas, kami ingin membangun program (nuklir sipil) kami dengan teknologi terbaik di dunia, dan itu akan membutuhkan kesepakatan tertentu,” kata Pangeran Faisal dalam konferensi pers bersama Menlu AS Antony Blinken di Riyadh, Kamis (8/6/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Menurut Pangeran Faisal, saat ini masih terjadi perbedaan pendapat antara AS dan negaranya soal proyek tersebut. “Jadi kami berupaya menemukan mekanisme agar kami dapat bekerja sama dalam teknologi nuklir sipil. Tapi tahukah Anda, kami berniat melanjutkan program itu,” ucapnya.
Sebelumnya seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS sempat menyampaikan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden berkomitmen mendukung transisi energi bersih Arab Saudi. Hal itu termasuk membantu Saudi dalam mengembangkan program energi nuklir damai.

Sikap Amerika terhadap rencana nuklir Saudi ini bertolak belakang dengan kebijakan kepada Iran. AS sejak lama memberikan sanksi pada Iran karena negara itu mengembangkan program nuklir yang diklaim untuk keperluan-keperluan sipil. Negara-negara Barat mencurigai, pengayaan uranium di Iran untuk mengembangkan senjata nuklir.
Menteri Energi Israel, Israel Katz sebelumnya juga menentang gagasan Arab Saudi mengembangkan program nuklir sipil. Hal itu sempat dilaporkan menjadi syarat Saudi jika Israel ingin melakukan normalisasi diplomatik dengannya.
"Secara alami, Israel tidak mendorong hal-hal seperti itu. Saya tidak berpikir Israel harus menyetujui hal-hal seperti itu," kata Katz kepada Ynet TV ketika ditanya tentang prospek program nuklir sipil Saudi sebagai bagian dari kemungkinan hubungan bilateral, Senin (5/6/2023).
Pada Maret lalu, the New York Times melaporkan, salah satu syarat yang diajukan Saudi untuk bersedia membuka hubungan resmi dengan Israel adalah dengan membiarkannya mengembangan program nuklir sipil. Amerika Serikat (AS) disebut berperan sebagai mediator antara Riyadh dan Tel Aviv. Baik pejabat AS maupun Saudi belum mengonfirmasi laporan the New York Times.
Menunjuk preseden seperti Irak dan Libya, Israel telah lama khawatir bahwa negara tetangganya yang berpotensi menjadi musuh dapat menggunakan energi nuklir sipil dan proyek lain yang dikembangkan di bawah Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) 1970 sebagai kedok untuk pembuatan bom rahasia.
Israel tak tergabung dalam NPT dan mengklaim tak memiliki senjata nuklir. Namun telah beredar luas suatu kepercayaan bahwa Israel memiliki persenjataan atom.
Pekan lalu Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan, dia optimistis negaranya dapat memperluas hubungan dengan lebih banyak negara Arab dan Muslim.Cohen mengungkapkan, kawasan Arab telah berubah dramatis sejak Israel menandatangani Abraham Accords pada 2020, yakni kesepakatan pemulihan hubungan dengan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko. Sebelum kesepakatan tersebut eksis, Israel sudah memiliki relasi diplomatik dengan Mesir dan Yordania.
“Saya sangat optimistis bahwa kami akan dapat memperluas hubungan kami dengan lebih banyak negara Arab dan Muslim,” kata Cohen di sela-sela kunjungannya ke Wina, Austria, Kamis (1/6/2023), dikutip laman The National.
Sebelumnya Eli Cohen sempat menyinggung tentang potensi normalisasi diplomatik antara negaranya dan Arab Saudi. Menurutnya, normalisasi relasi dengan Riyadh hanya masalah waktu.
“Ini bukan soal jika, tapi kapan. Kami dan Arab Saudi memiliki kepentingan yang sama,” kata Cohen, dikutip laman Middle East Monitor, 22 Mei 2023 lalu.

Menurut Cohen, Israel dan Saudi sama-sama menganggap Iran sebagai musuh nyata. Soal rekonsiliasi yang dicapai Teheran dan Riyadh pada Maret lalu, Cohen memandang kesepakatan itu tak lebih dari “fasad”.
“Arab Saudi akan melakukan apa saja untuk menghentikan (Iran) mendapatkan senjata nuklir. Kesepakatan (rekonsiliasi) itu adalah cara Saudi mengirim pesan kepada Amerika untuk lebih terlibat," kata Cohen.
Pada April lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, pemerintahannya menginginkan normalisasi diplomatik dengan Saudi. Menurut Netanyahu normalisasi dengan Riyadh akan menjadi lompatan besar dalam mengakhiri konflik Arab-Israel.
“Kami menginginkan normalisasi dan perdamaian dengan Arab Saudi. Kami melihat itu mungkin sebagai lompatan besar untuk mengakhiri konflik Arab-Israel,” kata Netanyahu dalam pertemuannya dengan Senator Amerika Serikat (AS) Lindsey Graham di Yerusalem, 17 April 2023 lalu.
Kunjungan Blinken
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bertemu Putra Mahkota Saudi Mohammed bin (MBS) pada dini hari Rabu (7/6/2023). Menurut pejabat Washington, keduanya membahas berbagai masalah bilateral dalam percakapan terbuka dan jujur.

Blinken dan penguasa de facto Saudi bertemu selama satu jam empat puluh menit. Menurut pejabat AS, pembicaraan itu mencakup banyak topik termasuk Israel, konflik di Yaman, kerusuhan di Sudan, juga sebagai hak asasi manusia.
"Ada tingkat konvergensi yang baik pada inisiatif potensial di mana kami memiliki minat yang sama, sementara juga mengakui di mana kami memiliki perbedaan," kata pejabat AS itu.
Sebagian besar diskusi diperkirakan akan didominasi oleh kemungkinan normalisasi hubungan antara Saudi dan Israel. Meskipun para pejabat telah mengecilkan kemungkinan kemajuan langsung atau besar dalam masalah ini.
"Mereka membahas potensi normalisasi hubungan dengan Israel dan setuju untuk melanjutkan dialog mengenai masalah tersebut," kata pejabat AS itu tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Diplomat tinggi AS itu tiba di Arab Saudi pada Selasa (6/6/2023) malam. Kunjungan yang itu dilakukan di tengah hubungan yang tegang karena perselisihan yang semakin dalam tentang segala hal mulai dari kebijakan Iran hingga masalah keamanan regional, harga minyak, dan hak asasi manusia.
Beberapa jam sebelum berangkat Saudi, Blinken mengatakan pada pidatonya di Washington, AS memiliki kepentingan keamanan nasional yang nyata dalam mengadvokasi normalisasi hubungan Saudi-Israel.
Namun dia memperingatkan tentang kerangka waktunya. "Kami tidak memiliki ilusi bahwa ini dapat dilakukan dengan cepat atau mudah," kata Blinken.
MBS dan Blinken juga membahas Yaman dan cara potensial untuk menyelesaikan masalah yang tersisa. Sementara Blinken berterima kasih kepada putra mahkota atas peran Riyad dalam mendorong gencatan senjata di Khartoum dan membantu mengevakuasi warga Washington.
Blinken juga mengangkat masalah hak asasi manusia, baik pada tingkat yang luas maupun yang berkaitan dengan kasus tertentu. Meski meurut pejabat AS, dia tidak menyinggung kasus tertentu.
Masjid Hijau demi Bumi yang Lestari
Sudah banyak masjid yang menyadari pentingnya gerakan ramah lingkungan
SELENGKAPNYAHadapi Perubahan Iklim Lewat Eco Masjid
Masjid berupaya untuk mencontohkan apa yang dibicarakan.
SELENGKAPNYABanjir di Kherson, Ketakutan di Belgorod
Perang Rusia-Ukraina kian menyusahkan warga sipil.
SELENGKAPNYA