Seorang mahasiswa melintas di depan sejumlah tempat ibadah di Universitas Pancasila, Jakarta, Jumat (24/12/2021). Universitas Pancasila membangun enam sarana rumah ibadah yaitu Masjid At-Taqwa, Gereja Katolik Santo Petrus, Graha Layanan Kristen, Vihara Dh | ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.

Kabar Utama

Aturan Rumah Ibadah akan Direvisi, PGI Justru Akui Jumlah Gereja Terus Tumbuh

Jumlah rumah ibadah umat mana pun pasti akan bertumbuh mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk.

Oleh RATNA AJENG TEJOMUKTI, IMAS DAMAYANTI

JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengeluhkan masih adanya penolakan terhadap rumah ibadah di Indonesia. Aksi tersebut dinilai menjadi bukti masih tingginya praktik intoleransi di negeri ini.

Salah satunya yakni pembubaran peribadatan umat Kristiani Gereja Mawar Sharon di Binjai, Sumatra Utara, yang terjadi pada 19 Mei 2023. Menurut dia, hal tersebut menunjukkan seolah-olah mayoritas boleh berlaku sewenang-wenang terhadap pihak yang kecil.

photo
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023). Dalam Rapat tersebut Komisi VIII DPR RI bersama Menteri Agama RI menyepakati Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau biaya yang dibayar langsung oleh jemaah haji rata-rata per jemaah sebesar Rp49.812.700.26 pada tahun 1444 H/2023 M. - (Republika/Prayogi.)

Untuk itu, dalam rapat kerja dengan komisi VIII DPR RI, Senin (5/6/2023) lalu, Menag mengaku sedang mengajukan peraturan presiden untuk pendirian rumah ibadah. Salah satu dari isi perpres tersebut adalah menghapuskan rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai syarat pendirian rumah ibadah.

Berkaca dari banyaknya konflik pendirian rumah ibadah, menag mengakui, makin banyak stakeholder yang memberikan rekomendasi izin pendirian rumah ibadah maka semakin sulit pembangunan terlaksana. Menag menanggapi hasil survei yang dilakukan Setara Institute di lima kota, hasilnya intoleransi dan anti-Pancasila masih terasa.

Di dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2006, persyaratan pendirian rumah ibadah diatur dalam pasal 14. Ada empat persyaratan khusus untuk mendirikan rumah ibadah. Pertama, daftar nama dan kartu tanda penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3).

Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa. Berikutnya, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Terakhir, rekomendasi tertulis dari FKUB kabupaten/kota. Sementara itu, dalam pasal 8 disebutkan jika FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota. Pembentukan FKUB dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

 

Petikan pidato Presiden Joko Widodo soal kebebasan beribadah di Rakornas di Sentul, Bogor, pada 17 Januari 2023. - (Dok Setpres)  ​

Mantan ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Albertus Patty mendukung usulan menag untuk mempermudah pendirian rumah ibadah. "Rekomendasi hanya dari Kemenag, tidak perlu dari FKUB. Meski demikian, sebelum mengeluarkan rekomendasi, sebaiknya mempertimbangkan juga tata ruang, relasi-relasi antarumat yang ada," ujar dia kepada Republika, Kamis (8/6/2023).

Di tengah keanekaragaman agama di Indonesia, dia menyarankan umat beragama untuk mempertimbangkan dan menempuh jalan musyawarah terkait dengan peribadahan. Pendeta Albertus sangat menyesalkan kasus intoleransi yang terjadi.

"Kita tidak seagama, tetapi kita saudara sebangsa. Saya tidak percaya penggerebekan rumah ibadah motifnya agama karena saya yakin tidak ada agama apa pun yang mengajarkan umat untuk melakukan kekerasan dan penindasan terhadap sesama manusia," ujar dia.

Meski kasus penggerebekan rumah ibadah mendapatkan sorotan, jumlah rumah ibadah di Indonesia terbilang tinggi. Dilansir dari satudata.kemenag.go.id, jumlah masjid pada 2021 mencapai 285.631. Gereja Kristen berada di peringkat kedua dengan jumlah sebanyak 72.233, diikuti masing-masing oleh gereja Katolik 13.749, pura 9.465, wihara 4.199, dan kelenteng 562.

Menariknya, laju pertumbuhan gereja Kristen naik signifikan bila dibandingkan dengan masjid. Tidak hanya di populasi mayoritas Kristen, pertumbuhan tersebut juga terjadi di kantong mayoritas Muslim. Hal tersebut tampak pada data populasi rumah ibadah 2019 hingga 2021.

Perbandingan pertumbuhan jumlah masjid dan gereja - (Republika) 

Sebagai contoh, Provinsi Riau memiliki 1.404 gereja Kristen. Pada 2021, jumlahnya melonjak menjadi 3.012 gereja. Di DKI Jakarta, jumlah gereja yang pada 2019 mencapai 780 pada 2021 naik sebanyak 1.291. Begitu juga di Jawa Barat, di mana jumlah gereja juga tumbuh dari 783 menjadi 2.295.

Kenaikan tersebut berbeda jika dibandingkan dengan jumlah masjid di daerah dengan jumlah umat Kristen dan Muslim sebanding atau di daerah minoritas Muslim. Masih dari sumber yang sama, jumlah masjid di daerah, seperti Sumatra Utara pada 2019, mencapai 11.398, sedangkan pada 2021 justru menurun menjadi 10.532. Di Nusa Tenggara Timur (NTT), jumlahnya bertambah sedikit dari 889 menjadi 901. Untuk wilayah Papua, jumlah masjid justru berkurang dari 619 menjadi 395.

Menanggapi data tersebut, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gumar Gultom mengakui adanya pertumbuhan jumlah gereja tersebut. Menurut dia, pertumbuhan gereja di manapun merupakan konsekuensi logis dari pergeseran demografi, dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Hal tersebut ditambah  dengan ragam denominasi dan sinode gereja yang begitu banyak.

photo
Sejumlah warga Muslim melaksanakan shalat Idul Fitri di halaman Gereja Yusus Kayutangan, Kota Malang, Sabtu (22/4/2023). - (Rep-Wilda Fizriyani)

"Dan jangan lupa, kekristenan itu memiliki "ecclesiastic membership", dimana setiap warga gereja terdaftar di salah satu warga gereja di sinode atau denominasi tertentu. Oleh keragaman ini, plus ecclesiastic membership itu, maka jumlah gereja lokal akan sangat banyak walau warganya sedikit. Pertumbuhan gereja lokal tidak berarti pertambahan umat atau warga gereja,"ujar dia lewat pesan tertulis kepada Republika, Kamis (8/6/2023). 

Pendeta Gultom memisalkan, dalam satu pemukiman yang mayoritas muslim, bisa terjadi di sana hanya ada satu mesjid, tetapi hanya ada empat atau lima gereja. Hal tersebut terjadi karena masing-masing warga gereja memiliki keanggotaan di sinode berbeda. Karena itu, jemaat memiliki kebutuhan untuk mendirikan gereja mereka masing-masing yang beragam. 

Menurut data BPS dan Kemenag yang ditelusuri Republika, klaim Pendeta Gultom bahwa pertumbuhan gereja tak selalu korelatif dengan pertumbuhan populasi umat Kristiani benar adanya. Pertumbuhan jumlah gereja di sejumlah daerah memang jauh lebih pesat ketimbang pertumbuhan populasi Kristen.

Pendeta Albertus Patty juga menegaskan, jumlah gereja atau pertumbuhan rumah ibadah umat mana pun pasti akan bertumbuh mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk karena kelahiran dan mobilisasi perpindahan penduduk.

"Orang pindah kota atau pindah rumah tinggal karena pekerjaan, kuliah, dan sebagainya itu semua wajar saja. Tempat yang tadinya dihuni oleh umat satu agama saja, cepat atau lambat akan dihuni oleh masyarakat yang beragam karena proses-proses di atas, "tutur dia.

Tempat yang tadinya dihuni oleh umat satu agama saja, cepat atau lambat akan dihuni oleh masyarakat yang beragam karena proses-proses di atas
PENDETA ALBERTUS PATTY Mantan Ketua PGI
 

Pendeta Albertus meminta pemerintah dan masyarakat serta pemimpin agama harus menyiapkan umat agar mampu merespons situasi baru yang lebih beragam dengan bijaksana. Keanekaragaman adalah kekayaan terbesar bangsa ini. Menurut dia, hal tersebut menjadi modal sosial yang membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni menilai rendahnya tingkat pertumbuhan masjid di wilayah minoritas Muslim perlu dibuktikan dengan penelitian lebih jauh. "Saya (DMI, Red) belum meneliti, ya, terkait hal itu. Bila seperti itu, baiknya berdasarkan penelitian," kata Imam saat dihubungi Republika, Rabu (7/6/2023).

Secara umum, kata dia, memang terdapat tren naiknya populasi umat beragama yang difasilitasi dengan kenaikan populasi rumah ibadah agama lain. Meski demikian, Imam berdalih asumsi tersebut belum bisa dibuktikan. 

Itu harus dibuktikan apakah tempat-tempat ibadah itu berdekatan dengan, misalnya, kawasan-kawasan pembangunan yang berkaitan dengan industri yang membutuhkan tenaga kerja asing
IMAM ADDARUQUTHNI Sekjen DMI
 

Imam mengatakan, banyak kemungkinan variabel yang membuat melambatnya pertumbuhan masjid. "Tetapi dalam konteks yang berkaitan dengan kemungkinan masuknya migrasi-migrasi baru dari negara-negara lain ke Indonesia yang membutuhkan atau dianggap harus diberikan fasilitas ibadah--bisa dimungkinkan. Jadi, populasi tenaga kerja Cina, misalnya, cukup banyak. Dan itu harus dibuktikan apakah tempat-tempat ibadah itu berdekatan dengan, misalnya, kawasan-kawasan pembangunan yang berkaitan dengan industri yang membutuhkan tenaga kerja asing," kata dia.

photo
Masjid Syekh Zaid Abu Dhabi di UEA. Kompleks ini diinisiasi Syekh Zaid bin Sultan al-Nahyan (wafat 2004). - (DOK WIKIPEDIA)

Untuk itu, dia menekankan pentingnya melihat variabel-variabel kemungkinan peningkatan rumah ibadah agama lain. Dia melihat bahwa dapat dimungkinkan adanya ketentuan-ketentuan Peraturan Bersama Dua Menteri jika pendirian rumah ibadah umat Islam di daerah dengan populasi Muslim merupakan minoritas memang kesulitan.

"Apalagi kalau daerah Bali, itu sulit banget. Di Aceh, ada juga kasus masjid yang terbakar karena konflik sektarian. Itu faktor lain juga. Tapi, untuk secara umum, basisnya harus dimulai dari penelitian dulu," kata dia.

Daging Kurban Untuk Konsumsi Panitia

Daging yang dimasak untuk konsumsi itu bukan fee untuk para penyembelih hewan kurban.

SELENGKAPNYA

Naik Haji dari Eropa

Naik haji dari manapun tampaknya selalu merupakan pengalaman yang berkesan.

SELENGKAPNYA

Kemunafikan Sosial

Kemunafikan sosial dilakukan secara kolektif, sistemis, dan sistematis yang berdampak lebih besar dan luas.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya