Anak di fase usia remaja (ilustrasi) | Unsplash/Aedrian

Gaya Hidup

Agar Sukses Mendampingi Fase Remaja pada Anak

Saat anak memasuki usia remaja, mereka harus berhadapan dengan banyak emosi yang beragam.

Beberapa waktu lalu warganet Instagram sempat dihebohkan oleh video viral yang memperlihatkan perempuan ditabrak kekasihnya di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan. Video tersebut diunggah oleh akun @gibranabd.

Polres Metro Jakarta Selatan telah menerima laporan dari seorang perempuan berinisial A (22 tahun) yang ditabrak oleh kekasihnya berinisial AMP. Diduga, AMP cemburu sehingga menabrak kekasihnya menggunakan sepeda motor.

Kasus seperti ini tidak sekali-dua kali terjadi. Masih banyak kasus kekerasan lain yang dialami oleh pasangan muda-mudi. Untuk mencegah agar kasus tersebut tidak terjadi, para orang tua bisa mulai mencegahnya sejak anak memasuki usia remaja.

Psikolog klinis & Co-Founder Ohana Space Veronica Adesla menjelaskan, saat memasuki usia remaja, hal yang perlu ditekankan adalah mengenai relasi sehat. Ini mencakup pertemanan dengan sesama jenis maupun lawan jenis.

“Usia remaja masuk dalam usia saat pertemanan menjadi penting. Mereka mulai masuk masa puber. Saat kecil hingga SD, keluarga memang menjadi lebih utama. Namun, saat masuk remaja karena didorong puber, muncul dorongan untuk diterima di lingkungan, bisa diterima di pertemanan, dan ketertarikan lawan jenis,” kata Veronica kepada Republika, Rabu (7/6/2023).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ohana Space (@ohana.space)

Pertumbuhan ini juga diiringi dengan matangnya organ reproduksi. Oleh karena itu, para orang tua diminta untuk mengedukasi anak agar mereka paham mengenai pertemanan relasi yang sehat.

Orang tua, kata Veronica, bisa memberikan pendidikan seks. Selain sekolah, di rumah juga perlu ada perbincangan yang baik yang memperkenalkan pendidikan seks kepada anak.

“Kita juga perlu menekankan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban terhadap orang lain dalam perihal relasi sehat. Misalnya, hak kita untuk menolak bila orang lain hendak menyentuh bagian tubuh kita tanpa persetujuan. Kita berhak menolak karena itu tubuh kita yang perlu dijaga,” ujarnya.

Setelah hak, ada kewajiban yang perlu dilakukan sang anak. Anak perlu paham ada batasan dalam hubungan pertemanan untuk saling menghargai, menghormati, tidak melakukan hal-hal yang bersifat kekerasan dan pemaksaan terhadap satu sama lain.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Veronica Adesla M.Psi Psikolog (@veronica.adesla)

Selain itu, orang tua juga perlu tahu dan memahami anak remaja akan berhadapan dengan emosi yang beragam. Menurut Veronica, anak perlu pendampingan yang besar dalam hal pengelolaan emosi.

Salah satunya, dengan bagaimana orang tua di rumah bisa membantu anak untuk mengenali emosinya sendiri. Termasuk juga, ketika anak marah. Orang tua perlu bisa membaca, gelagat anak yang kerap sensitif, hingga intonasi yang mudah naik. Ketika hal tersebut terjadi, Veronica mengingatkan, anak perlu didekati dan diajak bicara bersama.

Pupuk Rasa Percaya

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Parenting Indonesia (@parentingindonesia)

Masa remaja merupakan masa saat orang tua perlu menaruh perhatian lebih untuk anak. Bukan hanya itu, orang tua perlu menjadi teman bagi anaknya agar mereka bisa melewati fase remaja.

Menurut Veronica, saat anak memasuki usia remaja, mereka harus berhadapan dengan banyak emosi yang beragam. Inilah alasan mengapa menimbulkan gejolak-gejolak pada masa remaja, seperti perlawanan hingga rentan kesehatan mental.

“Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa. Dan remaja merupakan masa transisi yang super berat,” kata Veronica.

Karena itu, penting bagi orang tua untuk mendamping anak dalam pengelolaan emosi. Orang tua pun perlu membantu anak untuk mengenali emosi mereka. Misal, ketia marah, terlihat gelagatnya yang sensi atau intonasi suaranya yang mudah naik.

Untuk mendampinginya, orang tua harus bisa menjadi teman untuk mendapatkan kepercayaan dari anak. “Kalau sudah mendapat kepercayaan, anak akan merasa nyaman saat bicara sama kita. Anak akan percaya sama kita jika kita tidak menggurui atau bertindak otoriter. Ini berguna dalam mendampingi anak melewati fase ini sambil memberikan edukasi yang tepat,” ujarnya.

Setelah itu, orang tua juga perlu membantu anak untuk memahami penyebab munculnya emosi yang dirasakan dan cara yang tepat untuk menghadapinya. Ada hal yang bisa dikontrol dan tidak bisa dikontrol yang perlu diajarkan pada anak.

Veronica menganjurkan agar orang tua menerapkan seni berkomunikasi dengan anak dengan cara yang asyik. Sebab, anak remaja sangat senang jika pendapat mereka didengar dan dianggap. Ini akan membawa anak agar terbuka dan bisa diajak berdiskusi.

Anak, dia melanjutkan, lebih tahu apa yang mereka rasakan. Karena itu, orang tua sudah seharusnya banyak tanya. "Kita kayak pengen tahu, dengarkan, lalu dari situ kita bisa mengarahkan. Kalau anak tidak mau diajak terbuka, kita cari cara bagaimana agar anak nyaman," ujar Veronica.

 

 
Anak remaja sangat senang jika pendapat mereka didengar dan dianggap.
VERONICA ADESLA, Psikolog Klinis & Co-Founder Ohana Space.
 
 

Sang Penggerak Perguruan Tinggi Islam

Bersama sejumlah tokoh, Prof Anton Timur Djaelani mendirikan PII.

SELENGKAPNYA

Siapa Saja yang Diperkenankan Menjadi Wali Anak Perempuan?

Walinya adalah orang yang terdekat dengan si perempuan yang berasal dari pihak laki-laki.

SELENGKAPNYA

Sosok Asisten Rumah Tangga di Kediaman Rasulullah

Safinah menginginkan tetap menjadi asisten rumah tangga yang bekerja untuk keluarga Nabi SAW.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya