
Internasional
Saudi Kembali Sambut ‘Musuh’ Amerika Serikat
Presiden Venezuela Nicolas Maduro berkunjung ke Saudi.
JEDDAH -- Saudi kian terang-terangan dalam upayanya melepaskan diri dari pengaruh Amerika Serikat. Sejumlah ‘musuh’ Amerika Serikat justru disambut dengan tangan terbuka di kerajaan tersebut.
Pada Ahad (5/6/2023), Saudi menyambut kedatangan Presiden Venezuela Nicolas Maduro dalam sebuah kunjungan resmi. Presiden Venezuela Nicolas Maduro tiba pada Ahad malam di Kota Jeddah di Laut Merah, di mana ia disambut oleh para pejabat Saudi, menurut Kantor Berita Arab Saudi (SPA), dilansir Senin (5/6/2023).
Kantor berita tersebut tidak memberikan alasan kunjungan tersebut atau menguraikan jadwal pertemuan selanjutnya. Tetapi, Arab Saudi saat ini menjadi tuan rumah sebuah konferensi internasional untuk memerangi ekstremisme pada akhir pekan ini di ibu kota Riyadh. Pertemuan ini akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Maduro terpilih kembali pada 2018 setelah para hakim melarang lawan-lawan politik utamanya untuk berkompetisi. Ia dituduh telah menjerumuskan negara itu ke dalam krisis politik dan ekonomi yang parah. Sebagian besar partai oposisi menolak untuk mengakui hasil pemilu.

Pihak oposisi Venezuela menentang pemerintahan Maduro dengan membentuk pemerintahan sementara. Namun, gerakan untuk perubahan itu gagal selama dua tahun terakhir. Sementara itu, Washington terus mendukung oposisi Venezuela.
Washington juga telah menjatuhkan sanksi berat pada pemerintahan otokratis Maduro, dengan harapan hal itu akan memicu perubahan. Namun, pemerintah Maduro bertahan dan melawan sanksi-sanksi tersebut dengan dukungan dari Rusia, Turki, dan Iran.
Arab Saudi telah menjadi sekutu dekat AS selama beberapa dekade. Namun, hubungan mereka menegang dalam beberapa tahun terakhir, terlebih selepas Washington menuding intelijen Saudi membunuh kolumnis the Washington Post, Jamal Khashoggi pada 2018.
Hantaman pertama dilayangkan saat Saudi menandatangani kesepakatan damai dengan Iran pada Maret 2023. Iran adalah salah satu musuh utama AS di regional tersebut. Berbekal tudingan bahwa negara Syiah itu mengembangkan senjata nuklir, Washington menerapkan sanksi ekonomi yang hingga saat ini masih menimbulkan kesukaran bagi warga Iran.

Pada 3 Januari 2020, Qasem Soleimani, seorang mayor jenderal Iran, menjadi sasaran dan dibunuh oleh pesawat tak berawak AS di dekat Bandara Internasional Baghdad di Irak. Ia saat itu sedang dalam perjalanan untuk bertemu dengan Perdana Menteri Irak Adil Abdul-Mahdi. Presiden Donald Trump disebut menyetujui pembunuhan itu.
Perdamaian Iran-Saudi juga dimakelari Cina yang saat ini hubungannya sedang memanas dengan Amerika Serikat. Kedua negara berselisih soal status Taiwan yang diklaim Beijing, serta keamanan di Laut Cina Selatan.
Belakangan, Komandan Angkatan Laut Iran Shahram Irani mengatakan, negaranya dan Arab Saudi beserta tiga negara Teluk lainnya, yakni Bahrain, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA), berencana membentuk aliansi angkatan laut. India serta Pakistan akan turut masuk dalam aliansi tersebut.
"Negara-negara di kawasan hari ini menyadari hanya kerja sama satu sama lain yang membawa keamanan ke kawasan ini," kata Irani, dikutip laman Al Araby, Sabtu (3/6/2023).
Irani tidak menjelaskan secara mendetail mengenai bentuk aliansi yang diinisiasi. Dia hanya mengungkapkan bahwa aliansi itu akan segera terbentuk. Irani mengatakan, selain Bahrain, UEA, dan Qatar, Irak juga bakal tergabung dalam aliansi bersama Pakistan serta India.
Saudi juga mengundang Presiden Suriah Bashar Assad pada Mei 2023 lalu. Kunjungan Assad itu terkait pemulihan keanggotaan Suriah di Liga Arab. Amerika meradang dengan keputusan tersebut. Sampai saat ini, AS masih aktif membantu pemberontak yang mencoba menggulingkan pemerintahan Assad di Suriah.
Bulan lalu, Saudi juga menyambut Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, sekutu dekat Barat, dalam sebuah KTT Liga Arab. Namun, beberapa hari kemudian, mereka menjamu seorang pejabat senior Rusia yang berada di bawah sanksi Barat.

Saudi mengatakan bahwa mereka mengejar kepentingan nasional mereka sendiri di dunia yang semakin ditentukan oleh persaingan kekuatan besar. Para ahli mengatakan gelombang diplomatik ini bertujuan untuk menopang stabilitas regional dan meningkatkan citra kerajaan saat mereka mencari investasi internasional untuk berbagai proyek pembangunan yang besar-besaran.
Rekam jejak Amerika Serikat di Timur Tengah memang tak begitu mentereng. Sejak mendukung kemerdekaan Israel pada 1948, mereka berulang kali terlibat dalam konflik bersenjata maupun perang proksi di wilayah itu. Berbagai perang yang digelar AS di wilayah itu telah menimbulkan instabilitas jangka panjang dan menghambat pembangunan Timur Tengah.
Invasi ke Irak pada 2003, misalnya, selain membunuh ratusan ribu jiwa juga mendorong terbentuknya Negara Islam Syam dan Irak (ISIS) yang sempat memporak-porandakan wilayah itu dengan aksi teror mereka.
Cina Sebagai Kekuatan Perdamaian
Selama ini, Cina lepas tangan dan menutup mata atas situasi Myanmar.
SELENGKAPNYADamai di Suriah Kian Dekat?
Suriah didepak dari Liga Arab ketika konflik sipil pecah di negara tersebut pada 2011.
SELENGKAPNYA