Hagia Sophia di Istanbul, Turki. | AP Photo/STR

Arsitektur

Sejarah Pembangunan Hagia Sophia

Hagia Sophia dibangun pada masa sekitar abad keenam Masehi.

Hagia Sophia atau Ayasofya berdiri dengan anggunnya di Istanbul, Turki, selama lebih dari 14 abad. Hingga saat ini, pesonanya masih memancar. Dari tahun ke tahun, “Keajaiban Dunia Kedelapan” itu menjadi destinasi wisata yang paling sering dikunjungi di negara tersebut.

Sejarah bangunan tersebut dimulai pada abad keempat Masehi, ketika Istanbul masih merupakan Konstantinopel—pusat Romawi Timur (Bizantium). Kaisar Konstantinus II membangun Gereja Besar (Magna Ecclesia) di sana pada tahun 360 M. Magna Ecclesia menggunakan bahan dasar kayu.

Namun, ibu kota kemudian dilanda kerusuhan. Bangunan kebanggaan sang kaisar pun rata dengan tanah. Raja berikutnya, Theodosius II, membangun kembali sebuah gereja besar pada 415 M. Fondasinya terbuat dari batu marmer besar.

Namun, eksistensinya juga tak bertahan lama. Pada 532, masyarakat Konstantinopel menolak beleid pajak yang dimaklumkan Kaisar Yustinianus alias Justinian I. Protes lantas berubah menjadi kerusuhan besar-besaran.

photo
Wisatawan melintas di depan Hagia Sophia, Istanbul, Turki, beberapa waktu lalu. - (Ahmad Fikri Noor)

Akibat Revolusi Nika—demikian peristiwa itu dinamakan—nyaris separuh Konstantinopel hancur lebur. Begitu pula dengan gereja yang dibangun pada masa Theodosius II. Kondisinya hampir rata dengan tanah.

Beberapa pekan setelah huru-hara mereda, pada 23 Februari 532 Justinian I berinisiatif membangun katedral baru demi mengganti tempat ibadah yang sudah luluh-lantak itu. Dalam bayangannya, bangunan itu nantinya harus lebih megah daripada gereja manapun yang ada di seluruh Bizantium.

Inilah cikal bakal Hagia Sophia. Secara harfiah, namanya berarti ‘kebijaksanaan suci.’ Untuk mewujudkan rancang bangunnya, sang kaisar memanggil pakar geometri terkemuka, Isidore dari Miletus. Ia didampingi pakar matematika, Anthemius dari Tralles—tetapi meninggal ketika pekerjaan baru satu tahun berjalan.

Sebagai kepala arsitek (mechanopoioi), Isidore dan Anthemius masing-masing memiliki 100 orang ahli yang bekerja di bawah pengawasan keduanya. Sejarawan Byzantium dari abad keenam, Procopius, menuturkan riwayat pembangunan gereja besar itu dalam manuskrip Peri Ktismaton. Proyek tersebut mempekerjakan lebih dari 10 ribu orang. Bahan-bahan bangunan diboyong dari berbagai wilayah kerajaan, seperti Roma, Ephesus, Thessalia (Yunani), Mesir, dan Suriah.

Untuk merancangnya, Isidore memanfaatkan formula Hero dari Aleksandria, yakni seorang pakar matematika yang hidup pada abad pertama. Tujuannya menghindari kemunculan bilangan irasional dalam kalkulasi “cetak biru” Hagia Sophia.

photo
Denah Hagia Sophia. Konsepsi geometris didasarkan pada rumus matematika Heron dari Alexandria, sehingga menghindari penggunaan bilangan irasional untuk konstruksi - (DOK WIKIPEDIA)

Sebagai contoh, besaran ‘pi’ (π) harus diekspresikan melalui bilangan rasional yaitu 22/7, bukan 3,14159 dst. Dengan begitu, keliling lingkaran (2*π*r) dapat ditetapkan secara lebih presisi.

Rumus demikian akan sangat berguna untuk merekayasa kubah raksasa yang menjadi keistimewaan Hagia Sophia. Ukuran tengahnya mencapai 32 meter—mengutip sumber Encyclopedia Britannica. Kubah utama itu diapit dua separuh-kubah dengan diameter nyaris sama pada sisi-sisinya. Bagian interiornya dihiasi dengan berbagai mosaik dan fresko. Tiang-tiangnya terbuat dari pualam berwarna-warni. Dindingnya dihiasi dengan macam-macam ukiran nan indah.

Model rancangan kubah Hagia Sophia adalah arsitektur Suriah dan Persia, alih-alih Roma. Ada beberapa keuntungan. Misalnya, bahannya lebih ringan karena menggunakan batu bata, bukan beton tebal seperti yang dipakai atap gereja-gereja besar di Roma. Kemudian, hasil kreasi Byzantium ini dibangun di atas struktur berbentuk segitiga melengkung. Struktur yang semacam itu mampu menyangga kubah dari keempat sisi berdenah persegi. Alhasil, langit-langit kubah akan terlihat lebih jelas. Itu berbeda dari kubah arsitektur Roma, yang dibangun di atas denah berbentuk lingkaran, serta ditopang tembok menjulang sehingga nyaris tak kelihatan bentuk kubahnya.

photo
Kubah Hagia Sophia - (DOK Pxhere)

Kubah besar Hagia Sophia berada pada ketinggian 55,6 meter dari lantai. Di bawahnya, terdapat denah yang berbentuk persegi. Formula untuk menentukan panjang sisi persegi itu tak juga tetap menghindari bilangan irasional, semisal akar kuadrat 2, akar kuadrat 8, dst. Oleh karena itu, semua bentuk persegi di konstruksi Hagia Sophia selalu menggunakan bilangan-bilangan rasional, seperti 1/1, 3/2, 7/5, 17/12, 41/29, atau 99/70. Pembilang dalam rumusan itu menunjukkan hipotenusa atau garis diagonal, sedangkan penyebutnya merupakan panjang sisi tiap persegi.

Kubah dipilih sebagai bentuk atap dengan alasan praktis sekaligus estetis. Istanbul terletak di atas lempeng Anatolia yang dikepung dua patahan aktif sehingga sering memicu gempa. Bentuk kubah dianggap lebih stabil serta tahan guncangan. Lengkung kubah juga memuat nilai estetika dan bahkan spiritual. Procopius saat mengunjungi gereja besar itu mencatatkan kesannya.

Kubah itu tidak bertengger di atas fondasi batu, melainkan menaungi ruangan di bawahnya seakan-akan (ujungnya) tersangkut pada surga.
Procopius

Secara keseluruhan, pengerjaan bangunan monumental itu memakan waktu lima tahun 10 bulan. Akhirnya, pada 27 Desember 537 Hagia Sophia dibuka untuk umum oleh Kaisar Yustinianus I. Saat proses berlangsung, sang raja memaklumkan, “Duhai Sulaiman, dengan ini aku telah mengalahkanmu.” Ia memandang, Hagia Sophia lebih mengagumkan daripada Istana Nabi Sulaiman.

Hagia Sophia, Inspirasi Arsitektur Islam

Hagia Sophia mulai berubah fungsi menjadi masjid sejak penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II al-Fatih.

SELENGKAPNYA

Sepuluh Ribu Hari Ayah Hebat

Tentu saja bumi menyimpan tak terhingga profil ayah inspiratif.

SELENGKAPNYA

Paylater, Bolehkah?

Dari aspek syariah, ketentuan paylater bisa dibedakan sebagai berikut.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya